Di acara perpisahan sekolah, Arunika merasa kehadirannya tak lebih seperti seorang figuran dalam film maupun sinetron yang ia tonton. Tak menarik, jauh dari pusat perhatian. Di dalam aula yang disulap seperti ballroom pesta dansa, panitia acara perpisahannya sungguh bertekad ingin memberi kesan dan perpisahan yang manis juga tak terlupakan. Namun, semua itu tidak berarti bagi Arunika yang memilih duduk menyendiri di barisan kursi paling belakang dan sepi. Hingga seorang gadis biasa – biasa saja seperti dirinya mendekat sambil membawa dua gelas minuman berwarna oranye yang ditebaknya sirup mangga. Gadis itu memberikan satu gelas untuk Arunika sembari menyapa akrab.
"Hey, membosankan ya acaranya." Ia berkata.
Gadis itu mengenakan gaun cantik berwarna keemasan selutut dan memadukannya dengan sepatu boot hitam dengan leher yang tinggi hingga setengah betisnya. Saat lebih dekat, Arunika menyadari bahwa wajah gadis ini cukup cantik namun memiliki rahang tegas yang seolah memberitahu bahwa ia memiliki watak yang juga sekeras air wajahnya. Perpaduan hidung mancung, mata yang sedikit sipit dan agak menjorok ke dalam juga rambut panjang sebahu yang dibiarkan begitu saja membuat karakter wajahnya mudah diingat.
Arunika menerima gelas yang diberikan dengan canggung sambil mengucapkan terima kasih dan mengangguk di saat yang bersamaan.
"Kamu—bosan juga di acara ini? Kok konsepnya yang nggak bisa diterima semua pihak gini ya. Payah banget panitia acaranya."
Arunika merespon dengan senyum, kemudian gadis itu mengulurkan tangan kanannya sambil menyebutkan nama. "Nina. Karenina. Aku dari IPA 2, kamu?"
"Arunika. IPS 1."
"Pantes kita nggak kenal, lorong kelas kita beda banget. Tapi, kayaknya memang aku hampir nggak kenal banyak orang di sekolah ini."
"Sama." Ucap Arunika sambil terkekeh kecil, menyadari bahwa dia hanya mengenal beberapa orang yang menarik perhatiannya atau paling tidak teman yang pernah satu kelas dengannya.
"Kamu rencana lanjut kemana? Ke PTN?"
"Iya, mau coba PTN dulu." Arunika menjawab ragu, dirinya tidak memiliki prestasi yang cemerlang sehingga tidak memiliki kepercayaan diri untuk lolos di seleksi PTN yang diminta papanya. Namun dia tetap bertekad mencoba, setidaknya dia tidak layu sebelum berkembang.
"Punya target harus lulus di mana?"
Arunika mengingat – ingat, meski ragu tapi ia mau mencoba Universitas tempat papanya dulu kuliah yang mana masuk dalam 5 Universitas Negeri bergengsi negeri ini. Ia pun menyebutkannya pada Nina yang berdecak kagum, namun Arunika justru meringis ngeri.
"Kalau diterima, kalau nggak ya terpaksa kuliah di mana aja yang masuk." Ia terkekeh penuh rasa rendah diri, Nina menyemangatinya.
Persahabatan keduanya pun dimulai dari sini, dari acara perpisahan sekolah yang mana membuat mereka akan terpisah seharusnya. Tapi, justru menjadi awal petualangan baru bagi Arunika dan Nina, kedunya kini memiliki ikatan yang enggan terlepas setelah obrolan kecil di acara penuh hingar bingar pesta kawan seangkatannya itu. Ketika gagal menembus PTN favorit mereka berdua, kompak keduanya pun mendaftar di Universitas yang sama dan jurusan yang sama pula yaitu Sastra Indonesia.
Arunika dan Nina pun menjadi sahabat baik yang saling dukung dalam banyak hal. Terlebih saat mengetahui niat Arunika yang ingin perawatan wajah, keluarga Nina ternyata memiliki klinik estetika, tanpa banyak retorika ia pun menawarkan Arunika untuk menjadi pasien di klinik yang dikelola kedua orangtuanya itu. Tentu saja Arunika tidak menolak.
Tidak disangka kemajuan perawatan wajah yang dijalani Arunia itu sangat pesat, jerawat Arunika lenyap beserta bekas – bekasnya.
Kini, Arunika bukan hanya berhasil menyembuhkan wajahnya dari jerawat namun juga sukses membuat setiap mata yang memandangnya terpesona. Ia berterima kasih pada kedua orangtua Nina yang bahkan dengan baik hati memberinya potongan harga selama menjalani perawatan di sana.
Tak ada lagi mata yang cepat mengalihkan pandangan setiap melihat wajah cantik Arunika, apalagi jika dirinya bertemu beberapa orang yang telah mengenalnya sejak SMA, pasti akan terkejut dengan perubahan luar biasa itu.
Arunika semakin percaya diri memasuki dunia kuliah,bersama Nina ia bahkan belajar dalam berpenampilan dan memadupadankan pakaianyang dia kenakan sehari – hari. Kini,waktunya Arunika bersinar secerah Matahari di Dunia yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESTART
Romance[CERITA INI SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA dan LENGKAP] Restart : Mengulang kembali. Kalau saja hidup memiliki tombol restart ketika manusia melakukan satu kesalahan yang fatal dan menyesalinya kemudian. Mungkin, sudah laku tombol itu dibeli oleh banyak...