Part 9

149 24 0
                                    

Undangan reuni SMA kembali diterima Arunika untuk yang kesekian kalinya. Sejak ia lulus dari SMA itu, tak pernah sekalipun undangan reuni membuatnya kembali ke sana. Meski beberapa kali ia bertemu teman SMA di lain tempat, kebanyakan dari mereka tidak mengenali Arunika dan perubahan wajahnya. Hanya segelintir orang yang berhasil mengenalinya dan dengan cepat Arunika pun menghindari dari percakapan panjang dengan teman SMA-nya.

Ia tidak ingin mengingat kenangan tidak menyenangkan selama duduk di bangku SMA. Hanya Karenina satu – satunya pengecualian, selebihnya, ia menolak untuk kembali terhubung dengan siapapun yang pernah ia kenal saat SMA.

Dan seperti biasa, Arunika menghapus undangan reuni di laman facebooknya. Dia menghela napas lelah, sudah saatnya ia bahkan menutup akun facebook itu untuk selamanya. Semua orang sekarang sudah berpindah menggunakan sosial media lain bernama Path, Instagram dan Twitter. Namun ia mengingat bahwa hanya dengan facebook ia dapat mengetahui kegiatan Tangkas di Amerika, diurungkannya lagi niat untuk menutup akun sosmednya itu.

"Run, sudah dengar dari Mira?" Arunika menutup laman facebook di layar komputernya dan merespon pertanyaan rekan kerjanya yang bernama Dio.

"Soal apa?"

"Nanti siang makan siang sama pak Cahyo. Tahu kan kita mau wawancara aktor—gue lupa namanya."

"Yang kebagian interview siapa?"

"Mira, kok. Tapi kita ikut."

"Oke."

Bekerja di sebuah media lokal membuat Arunika sering bertemu dengan berbagai tokoh dalam negeri, meski dirinya kadang tidak kenal. Maklum, Arunika bukan bagian humas, wartawan atau yang berkaitan dengan orang yang harus masuk dalam majalahnya. Meski berstatus fresh graduate, Arunika dipercaya menjadi editor junior yang memeriksa seluruh hasil liputan maupun naskah sebelum diterbitkan ke dalam media mereka.

Biasanya Arunika tidak pernah ikut tiap timnya akan meliput atau bahkan mewawancara seorang tokoh, namun hari ini pak Cahyo selaku pimpinan redaksi, meminta seluruh staf ikut makan siang bersama. Sebagai bentuk apresiasi karena edisi majalah mereka bulan lalu terjual habis.

Pesan terakhir Arunika masih belum dibalas oleh Tangkas, ia pun melihat jam di pergelangan tangannya, lelaki itu pasti baru saja pulang kerja paruh waktu dan langsung tidur. Ia mengetikkan pesan lagi untuk Tangkas, agar lelakinya tersenyum saat membaca pesan itu darinya.

"Ayo, Run." Mira menggamit lengannya untuk bergegas pergi.

Hari ini tidak terlalu panas, Arunika melepas jaket dan membiarkan blouse sleeveless dan kulitnya bernapas dengan lega. Ia melipat jaket dan meletakkannya di kursi belakang mobil Mira.

"Dio bawa mobil sendiri?" Tanya Mira sambil melihat spion untuk mulai mundur.

"Iya. Eh denger – denger Path mau ditutup ya?"

"Iya, padahal enak ya bisa pamer haha." Kelakar Mira ditertawai Arunika, temannya ini memang paling senang menunjukkan lokasi – lokasi tempat dirinya menghabiskan waktu. Dan kebanyakan itu adalah lokasi menengah ke atas.

"Nanti juga di Instagram bisa pamer. Bakalan ngejar deh sosial media kayak gitu."

"Ember. Facebook aja bisa pake foursquare. Instagram nggak akan mau kalah lah."

Arunika dan Mira terkikik sambil membahas teknologi sosial media yang mulai saling bersaing.

Saat tiba di restoran yang diinformasikan pak Cahyo, keduanya touch up sebelum turun dari mobil.

"Mir, baju gue nerawang nggak?" Arunika meminta Mira menilai penampilannya.

Blouse putih tanpa lengan itu sedikit tipis, meski di bagian dada tertutup layer renda, dia khawatir bagian punggungnya akan menampakkan tali bra yang ia kenakan.

"Nggak kok kalau nggak basah. Jangan sampai ketumpahan air aja lo." Ucap Mira setelah memastikan blouse Arunika aman dalam jarak pandang dan suhu normal.

"Hahaha, main film India kali siram – siraman air." Ucap Arunika sebelum memasukkan kembali bedak dan lipsticknya ke dalam tas. "Yuk!"

Keduanya turun dan memasuki pintu resto yang terbuat dari kayu, Arunika menyapukan pandangan ke sekeliling restoran dan mendapati atasannya sedang berbincang dengan beberapa orang yang duduk memunggungi pintu restoran.

"Mira, Arunika, sini!" Keduanya menghampiri pak Cahyo dan beberapa orang yang duduk bersamanya. "Ini wartawan dan editor saya, fotografernya belum datang ya? Si Dio mana?"

"Masih on the way, Pak. Tadi jalan barengan kok." Ucap Arunika, ia pun menoleh untuk melihat orang yang diajak berbincang bosnya sejak tadi.

Ia mengenal Dianika Larasati, seorang aktor yang sedang naik daun dan di sebelahnya ada Bhanu. Seketika napasnya terkesiap, Arunika tidak siap bertemu dengan siapapun dari masa remajanya termasuk Bhanu Adi Wibowo. Cinta monyetnya, penyemangatnya di masa sekolah. Namun seperti yang Arunika bisa duga, Bhanu bahkan tidak mengingatnya sama sekali.

Senyum pria itu mengembang manis dan Arunika melihat kematangan dari sosok ini setelah sekian tahun terpisah darinya. Bhanu berdiri dan mengulurkan tangan pada Arunika, setelah berhasil mengendalikan dirinya, Arunika menyambut uluran tangan Bhanu sambil memberitahu namanya.

"Ar—Arunika."

"Mira!"

Arunika bersyukur karena Mira dengan cepat membuatnya melepas tangan Bhanu dan menggantikan dirinya beramah tamah dengan lelaki itu. Perlahan, Arunika mengambil tempak duduk sejauh mungkin dari Bhanu hanya agar hatinya aman dan ia tidak ingin Bhanu mengenalinya sebagai teman SMA.

RESTARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang