Dalam segala rupa, dalam segala suasana. Seyogyanya hidup itu tidak pernah datar – datar saja. Angin tidak pernah sepoi – sepoi selalu. Ada kalanya badai datang menyapa, ada kalanya hujan rintik mendera. Ada kalanya kemarau, terik menerjang. Dalam sebuah perjalanan panjang, tak diuji adalah suatu kemustahilan.
Dalam beberapa waktu, Tangkas menjadi sulit dihubungi lebih dari biasanya. Alasan lelaki itu, tentu saja sedang mengerjakan tugas, persiapan tesis dan segala macamnya terkait perkuliahan. Arunika mencoba memahami meski terkadang kesal ketika rindunya sudah di pucuk dan sang kekasih berdalih sibuk untuk sekedar bertegur sapa melalui panggilan video.
Dalam pekerjaannya, Arunika tidak menemukan kendala. Ia bersyukur untuk itu, sebab ritme pekerjaannya memang santai dan ia memiliki banyak waktu untuk mengeksplorasi pengetahuan lain. Dimanfaatkan waktu – waktu senggang tersebut untuk mencari kelas yang bisa menambah skill dan sertifikatnya sebagai bekal untuk menjajaki jenjang karir ketika dirinya sudah lebih layak untuk merambah posisi yang lebih tinggi dan baik.
"Hai Run." Sebuah sapaan membuat matanya beralih dari layar laptop menuju balik bilik meja kerjanya, di hadapannya Bhanu berdiri menjulang dengan senyum ramah terpampang di wajah.
"Hei, Nu. Mau ketemu pak Cahyo?"
Sejak reuni dadakan ketiga teman SMA itu, Arunika memang bersikap lebih santai pada Bhanu. Toh tidak ada lagi yang dia sembunyikan sebenarnya, meski ejekan Citra tentang perasaannya pada Bhanu tidak juga diambil pusing oleh lelaki itu, kini Arunika justru bersyukur. Sebab sudah bukan masanya ia mencoba mencari perhatian Bhanu lagi, sudah sangat terlambat untuk itu.
"Nggak, ketemu kamu lah. Thanks ya editannya, Dianika bilang beberapa jawaban gue sebenarnya nggak layak sensor media tapi lo berhasil edit jadi lebih layak."
Bibir Arunika membulat mendengar ucapan tulus dari Bhanu, itu lah fungsi dirinya bekerja sebagai editor. Memberi filtrasi pada tiap kata yang diucapkan bintang tamu agar dapat diterima pembaca tanpa mengubah inti dari percakapannya.
"Sama – sama, Nu. Gue memang dibayar untuk itu." Canda Arunika, dia merasa ruangan kantornya mendadak pengap dan ketika ia menyadari beberapa gelintir rekan kerjanya yang seharusnya berada di sana memang sedang tidak ada.
Praktis, Arunika kini hanya berdua dengan Bhanu di ruang kantornya yang tidak seberapa.
"Sudah makan siang? Gue traktir yuk." Ajakan Bhanu hendak ia tolak, namun di saat yang bersamaan perutnya berbunyi nyaring.
Spontan Bhanu menertawakan 'respon' tak disangka itu.
"Tepat banget dong gue ajak makan. Perut lo sudah keroncongan tuh! Yuk!"
Arunika berpikir sejenak, makan siang dengan Bhanu bukan sebuah pelanggaran, bukan? Toh Tangkas tidak perlu tahu dan ini hanya makan siang, pikirnya. Ia pun mengiyakan ajakan makan siang Bhanu dan berjalan menuju parkiran mobilnya berdua. Langkah kakinya terasa berat, sebab ia sadar bahwa berdua dengan Bhanu akan sangat salah dan aneh untuk masa lalunya dan kepercayaan Tangkas tentu saja. Meski kekasihnya tidak pernah tahu tentang lelaki ini, tapi pengkhianatan selalu dimulai dari dalam pikiran, bukan?
Ini kali pertama Arunika pergi berduaan dengan lelaki lain selain Tangkas, papanya atau Dimas si adik nomor dua. Meski kadang pergi bersama Dio atau Malik rekan kerjanya, namun Arunika tidak pernah benar – benar hanya berdua dengan lelaki lain. Setidak – tidaknya, pasti ada orang lain yang membersamai mereka.
"Rekomen tempat makan yang enak tapi lebih privat dong, Run. Gue kurang tahu nih." Arunika sempat berpikir mendengar pertanyaan Bhanu, kemudian lelaki itu berkelakar soal profesinya.
"Oh, oke, oke. Ada, gue tahu tempatnya."
Arunika pun mengarahkan Bhanu untuk mengendarai mobil ke tempat yang ia maksud. Begitu tiba di restoran itu, Arunika teringat niatnya untuk mengajak Tangkas makan di sini jika lelaki itu telah kembali dari Amerika. Namun, alih - ali– Tangkas, ia justru mengajak Bhanu makan bersama di tempat yang telah ia janjikan pada Tangkas untuk pergi bersama suatu hari nanti.
Langkahnya sempat ragu hingga Bhanu memanggil kesadarannya kembali ke tempat ini, terpaksa Arunika memasuki restoran dengan tema adat Jawa yang sangat kental dan memang tempatnya cukup privat. Kursi dan mejanya didisain detail dengan corak burung merak dan ornament bunga – bungaan. Dengan ruang privat yang membuat antar tamu menikmati hidangan dengan lebih santai bersama keluarga atau rekan. Arunika menyadari bahwa Bhanu memang telah menjelma menjadi artis Ibukota tatkala pramusaji hampir kehilangan napasnya saat berpapasan dengan mereka berdua dan secara spesifik ketika matanya menatap wajah Bhanu yang memasang senyum ramah.
Arunika bahkan sempat mengejek reaksi pramusaji itu kepada Bhanu, semacam ejekan kecil yang memvalidasi betapa terkenal orang yang mengajaknya makan siang bersama. Bhanu tertawa malu, ia meminta Arunika untuk tidak membahasnya lagi.
Mereka bertukar cerita setelah lulus SMA, tanpa menyinggung betapa invisiblenya Arunika saat itu. Arunika pun tampak tidak peduli tentang bagaimana Bhanu bahkan sempat mengingat nama atau mungkin wajahnya di pertemuan kembali mereka yang pertama. Atau mungkin dulu berita tentang dirinya yang sangat menyukai Bhanu sebegitu terkenalnya, hingga akhirnya Bhanu mengetahui ada siswa bernama Arunika yang kerap mengaguminya diam – diam.
Dan kemudian Bhanu bertanya tentang hubungan Arunika dan Tangkas. Seperti di mana keduanya bertemu hingga berapa lama menjalin kasih dan sebagainya. Membicarakan Tangkas tentu saja membuat Arunika tersenyum sendiri, sebab Tangkas memang sosok penting dalam hidupnya sejak enam tahun lalu. Tanpa disadari Arunika ia lancar mengutarakan apapun dalam pikirannya tentang Tangkas pada sosok di hadapannya. Binar matanya berpendar jenaka, bibirnya menyunggingkan senyum bangga hingga tiap kata yang diucapkannya tentang Tangkas, tak sekalipun bernada tak suka. Semua Arunika lakukan sebab hatinya penuh cinta pada kekasihnya yang sedang menimba ilmu di Amerika sana.
Tanpa disadarinya pula, perlahan Bhanu pun terkagum – kagum melihat wajahnya ketika dengan sepenuh hati ia sedang menceritakan sosok Tangkas yang selama ini telah mewarnai hari – harinya. Seolah, segala cahaya memancar dari kedua mata Arunika ketika membicarakan sosok Tangkas, sang kekasih. Sematan rasa cemburu merasuk dalam dada Bhanu tiba – tiba. Ia ingin merasakannya juga, menjadi sosok yang diceritakan sedemikian rupa oleh gadis cantik di hadapannya. Bhanu bahkan menahan napas agar tidak kelepasan menghentikan ocehan manis Arunika tentang Tangkas.
Kekasihnya yang selalu peka, si paling siaga dan selalu ada. Yang tidak akan pernah mengeluh berapa lama pun waktu untuk menunggu kegiatan Arunika selesai, sejak kuliah hingga kerja. Yang tidak pernah marah apalagi membentaknya seperti sebagian lelaki pada pasangannya. Pun dengan keluarga pria itu, betapa Arunika diterima dengan baik oleh calon mertuanya. Dan banyak hal hingga Bhanu kesulitan mendeskripsikan bentuk apresiasi yang sedang ditujukan Arunika pada kekasihnya yang tidak ada di sini.
.
.
.
[KARYA KARSA PROMO]
Untuk temenin liburan kamu, aku punya voucher potongan harga untuk paket2 novel di bawah ini yaa, Geys. Kuota terbatas 😩, ayo segera klaim bacaan yang kamu mauuuuu.
Kode voucher : Nominal >> Judul Paket ya
BacaSiluet : 20k >> Paket Silhouette
BacaStuck1 15k >> Paket Stuck Complete
BacaStuck2 15k >> Paket Stuck 2 Complete
BacaStuckComplete 25k >> Paket Stuck 1&2
BacaRewind 10k >> Paket Rewind
BacaLemon 20k >> Paket Lemon
Baca Rocking 15k >> Paket Rocking
BacaChicklit 50k >> Paket Chicklit yg berisi ; Siluet, Stuck 1 & Stuck 2 Genks.
Cuss Gaskeeuunn, hanya berlaku sampai tgl 30 Juni 2024 yaaaa (Diperpanjang)
Masih ada sampai malam ini Geys, kamu bisa keep dulu dan baca besok2 kok... semua pembelian berlaku seumur hidup di works aku.
Salam,
Julie
KAMU SEDANG MEMBACA
RESTART
Romance[CERITA INI SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA dan LENGKAP] Restart : Mengulang kembali. Kalau saja hidup memiliki tombol restart ketika manusia melakukan satu kesalahan yang fatal dan menyesalinya kemudian. Mungkin, sudah laku tombol itu dibeli oleh banyak...