Masa perkuliahan adalah kesempatan baru untuk Arunika menjalani pendidikan dengan gairah dan semangat jiwa mudanya. Setelah mendapatkan pengalaman kurang menyenangkan semasa SMA, Arunika bertekad untuk menjalani hari – hari sebagai mahasiswa dengan penuh kenangan baik dan indah yang tak terlupakan. Setelah berhasil mengubah penampilan dengan rutin mendengarkan saran dokter estetik juga belajar memadupadankan outfit, Arunika siap tampil menjadi pusat perhatian di kampus di mana ia akan menjadi salah satu mahasiswinya.
Hari pertama penataran mahasiswa baru, Arunika sudah janjian dengan Nina untuk berangkat bersama. Nina telah dihadiahi mobil oleh orangtuanya ketika berhasil lulus SMA dengan nilai tidak mengecewakan. Hal baik bagi kedua gadis yang bersahabat baik itu, mereka tidak perlu bersusah payah menggunakan kendaraan umum dengan penampilan khas ospek dan barang bawaan yang cukup membuat malu.
Sesungguhnya Arunika ingin menghindari masa – masa penataran ini karena dokter kulitnya melarang ia terpapar matahari lebih dari dua jam. Terbayang olehnya akan berada di bawah Matahari selama berjam – jam seperti yang sering ia lihat dalam berbagai dokumentasi ospek perguruan tinggi mana saja.
Ospek yang bertujuan untuk memperkenalkan mahasiswa pada dunia kampus sekaligus untuk menempa mental remaja mereka itu tak jarang berubah menjadi momok menakutkan bagi mahasiswa baru, terlebih yang memiliki pengalaman dikucilkan dan kerap jadi bahan ejekan teman – temannya semasa duduk di bangku sekolah. Tak terkecuali Arunika yang akrab dengan pengalaman serupa. Namun, untuk saat ini dia percaya bahwa Nina yang telah menjadi sahabatnya tidak akan membiarkan dirinya dirundung dan dipojokkan. Nina memang gadis pemberani dan sering menunjukkan kesetiakawanan terhadapnya.
Keduanya melangkah memasuki lingkungan kampus dengan percaya diri, menenteng topi kerucut berbahan karton yang disuruh oleh seniornya kemarin untuk dipakai. Namun keduanya sepakat akan memakai topi itu ketika sudah sampai di aula tempat mereka dikumpulkan bersama mahasiswa baru lainnya.
Melewati pintu aula, mereka berdua dihentikan oleh salah seorang senior perempuan bertubuh tinggi dengan raut wajah keras sambil berteriak.
"HEY KALIAN!"
Dalam sekejap keduanya menghentikan langkah. Arunika merasakan bulu roma di tengkuknya meremang ngeri berikut degup jantung berlompatan. Langkah senior tersebut kian mendekat dan Arunika menunduk dalam – dalam sambil berusaha memejamkan mata seolah dengan begitu dirinya bisa tak terlihat oleh siapapun.
"JAM BERAPA INI?"
Telapak tangan Arunika yang memegang topi kerucut berbahan karton itu mulai berkeringat, ia hendak melirik Nina yang terdengar tidak bergeming sama sekali atau mungkin tidak gentar sama sekali.
"Jam tujuh tiga puluh lima menit, Kak." Jawab Nina, datar. Memberanikan diri, Arunika mencoba mengintip Nina sedikit, gadis itu dengan berani menantang kedua mata kakak seniornya.
"Kalian disuruh kumpul jam berapa?" Ia berkata dengan ketus, tertuju pada Nina yang masih menatapnya dengan berani.
"Hanya telat lima menit, Kak, itu juga karena nggak dapat tempat parkir." Jawab Nina, tak ciut sedikitpun meski Arunika berusaha meremas ujung baju gadis itu memberi isyarat untuk mengalah.
Kakak senior itu tertawa sinis, kemudian ia kembali berkata menyerang Nina. "Jadi, karena hanya lima menit menurut kamu itu bukan terlambat?"
"Nina nggak bilang begitu, Kak." Arunika menjawab karena tudingan yang jelas salah kaprah itu dan dia tidak mau Nina menghadapi senior ini sendirian. Ia telah berjanji pada diri sendiri untuk berubah dengan berakhirnya masa SMA yang tidak terlalu menyenangkan itu.
"Oh, kamu mulai berani juga menjawab kayak teman kamu ini?"
Si kakak senior kini menyerang Arunika, diberanikannya diri untuk menatap wajah sang kakak senior yang menatapnya judes. Nina bergerak maju hendak melindungi Arunika, namun Arunika lebih dulu membuka mulutnya untuk berbicara.
"Maaf kami terlambat, Kak." Ucap Arunika tanpa rasa takut seolah dirinya mendapat suntikan keberanian dari Karenina yang kini menatapnya takjub. "Sekarang apakah kami boleh bergabung dengan yang lain?"
Kakak senior itu hendak membuka mulutnya lagi, namun seseorang menghampiri mereka bertiga. Yaitu seorang senior lain, ia laki - laki bertubuh tinggi dan kurus menggunakan slayer hitam bermotif batik yang dijadikan ikat kepala. Bermata almond dengan lensa berwarna cokelat tua, hidungnya mancung hingga cupingnya terlihat sempit, bibir tipisnya berdecak dan ia tiba sambil bertolak pinggang kepada ketiga gadis yang masih bersitegang di pintu masuk aula. Ketiganya telah menarik perhatian semua orang di aula dan lelaki yang baru tiba itu menegur rekan seniornya sebelum meminta gadis itu bergabung dengan yang lain. Meninggalkan Arunika dan Nina berdua di bawah tatapan kesal lelaki yang tampak mengintimidasi itu.
"Kalian berdua berdiri di pinggir barisan selama lima belas menit. Hukuman untuk terlambat HANYA lima menit dan karena tidak menghormati senior. Sekarang!" Dengan sengaja senior laki – laki itu menekankan kata 'hanya' sambil melotot dan ia menunjuk sisi pinggir aula, keduanya pun segera berlari menuju sisi sebelah kiri dari sekumpulan mahasiswa baru seperti mereka yang berada di tengah.
Komando untuk berdiri terdengar, kompak semua mahasiswa baru peserta ospek berdiri.
"Gila! Makin berani lo, Run." Puji Nina sambil berbisik senang.
"Gue nggak akan lagi membiarkan lo menghadapi masalah sendirian." Ucap Arunika, Nina semakin gemas ingin mengekspresikan kegembiraan namun tertahan oleh tatapan tajam senior laki – laki yang tadi menyuruh mereka berdua berdiri di luar perkumpulan.
Arunika dan Nina dihukum lima belas menit dengan berdiri di luar barisan teman – teman seangkatannya. Nama mereka berdua juga ditandai oleh senior lain yang terlihat seolah telah menemukan target bulan – bulanannya selama seminggu ke depan. Ketika salah seorang senior lelaki dengan wajah mesum mendekat, matanya memindai Arunika dan Nina dengan kurang ajar, saat menyuruh keduanya ikut bergabung dengan mahasiswa baru lainnya dia sengaja merangkul bahu Arunika yang memang bertubuh lebih pendek dari Nina. Namun, senior laki – laki yang sebelumnya menyuruh mereka berdua berdiri itu datang dan menepis tangan rekannya sambil meminta Arunika dan Nina bergegas mengikuti semua peserta ospek yang mulai keluar dari aula.
Arunika gemetar ketakutan sebenarnya saat senior berwajah mesum itu mendekati, Nina peka dengan situasi itu dan langsung merangkul bahu sahabatnya agar ketakutannya pergi. Diam – diam Arunika memberanikan diri menoleh dan di tempatnya tadi berdiri si kakak senior bertubuh jangkung kurus dengan mata almond itu tengah berdiri menghalangi pandangannya untuk melihat si senior mesum tersebut. Dalam hati Arunika merasa lega saat melihat si senior lelaki galak itu menepis tangan senior mesum dari pundaknya yang sudah mengkerut tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESTART
Romance[CERITA INI SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA dan LENGKAP] Restart : Mengulang kembali. Kalau saja hidup memiliki tombol restart ketika manusia melakukan satu kesalahan yang fatal dan menyesalinya kemudian. Mungkin, sudah laku tombol itu dibeli oleh banyak...