Part 10

160 21 0
                                    

Bukannya Arunika tidak tahu sepak terjang Bhanu di kancang perfilman Indonesia, namun Arunika sudah berhasil menghindari apapun yang berhubungan dengan Bhanu. Seperti berhenti menonton film – film Indonesia dan hanya melihat acara TV luar negeri. Namun ia tidak pernah menyangka bahwa hari seperti ini akan datang juga pada dirinya, yaitu pertemuan dengan Bhanu yang rupanya masih meninggalkan debar malu – malu yang terasa sangat nostalgia baginya. Ia pernah merawat denyut itu setiap hari.

Acara makan siang menjadi lebih panjang bagi Arunika yang sedang mencoba menata sikap agar tidak terlihat bahwa Bhanu pernah menjadi lelaki impiannya semasa remaja. Berulang kali ia mencoba menetralkan napas dan berusaha mengingat bahwa kini ia memiliki lelaki impiannya yang baru bernama Tangkas.

Namun...

"Eh sebentar, kamu kuliahnya di mana, Run?" Tanya Bhanu tiba – tiba saat semua orang sedang asyik melahap makanannya masing – masing.

"Eh, iya?" Arunika mulai berpikir, mungkin Bhanu teringat sesuatu. Tapi, rasanya mustahil.

Arunika pun menyebut Universitas tempat dirinya menimba ilmu, Bhanu menggeleng kecil dan tertawa.

"Kayak familiar soalnya." Ia berucap setelah meminta maaf karena salah memastikan.

Pak Cahyo pun menggoda Bhanu sambil berkata bahwa Arunika sudah memiliki kekasih dan tidak available untuk didekati. Bhanu tersipu—Arunika berani bersumpah ia melihat pipi laki – laki itu bersemu merah saat digoda oleh pak Cahyo barusan.

Makan siang itu begitu membekas bagi Arunika meski ia sudah berada di rumah. Hanya pesan Tangkas kemudian yang berhasil membuatnya melupakan Bhanu. Tangkas menyempatkan diri melakukan panggilan video sebelum aktifitas kuliahnya dimulai demi melepas rindu berbincang dengan kekasihnya.

"Kamu janjian sama Tasya mau temenin dia beli baju?" Suara Tangkas terdengar lelah meski di ia justru baru memulai hari, Arunika tidak tega mendengarnya.

"Iya. Dia bilang ke kamu?"

"Iya. Jangan dijajanin banyak – banyak, nanti kebiasaan."

"Nggak kok. Aman. Lagian aku ajak Arum sama Dimas juga."

"Oh berempat."

"Iya."

"Kayak bawa anak – anak main ya, Mama." Arunika tersipu mendengar panggilan ledekan dari kekasihnya.

"Papanya jauh sih, nggak mau ajak anak – anak main."

"Papa kan cari uang, Mama. Nanti Papa pulang bawa oleh – oleh."

"Cincin ya."

"Iya dan seperangkat alat perang."

"Kok alat perang?"

"Maunya?"

"Seperangkat alat sholat dong."

"Oh, tapi dipake sholat, kan?"

"Iya lah."

"Oke deh."

Keduanya saling tertawa kemudian, Tangkas menemani Arunika hingga gadisnya tertidur lelap sebelum ia mematikan sambungan telepon video dalam perjalanannya menuju kampus. Ia suka memandangi wajah Arunika yang terlelap, hingga sekedar membayangkan hal itu saja membuat dadanya berdesir. Ia bahkan rindu aroma kekasihnya, halus kulit Arunika saat ia membelai – belai anggota tubuh kekasihnya itu dan ia sangat rindu menciumi bibir lembut gadis itu yang sering membuatnya hilang akal saat keduanya bercumbu. Ia rindu segala hal tentang kekasihnya dan kerinduan itu membuatnya semakin bertekad untuk segera menyelesaikan studi agar segera kembali ke pelukan kekasihnya tercinta.

RESTARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang