Part 4

211 32 0
                                    

Namanya Tangkas, senior kurus bermata almond dengan alis menukik seolah sedang marah itu. Wajahnya memang tidak ramah, namun menurut Arunika lelaki itu sangat baik.

Sejak peristiwa ospek hari pertama itu, nama Arunika terkenal bukan hanya karena datang terlambat melainkan karena kecantikan wajah dan kemolekan tubuhnya yang digandrungi senior laki – laki. Di hari – hari ospeknya pun tak jarang Arunika mendapat tawaran 'baik' dari para senior lelaki namun Arunika selalu memilih untuk dibantu oleh Tangkas yang akrab dengan panggilan 'Ba-Tang'. Meski selalu menolak permintaan Arunika yang dalam sekejap menjadi bunga kampus, namun Tangkas akan selalu melakukannya ketika Arunika sudah menyerah meminta tolong dan mulai bersungut – sungut. Arunika sendiri takjub dengan tingkah manjanya yang mendadak muncul ketika berhadapan dengan Tangkas, seolah kepercayaan diri menjadi wanita cantik itu telah memberinya keberanian untuk bersikap demikian. Padahal Tangkas masih dikenal sebagai senior yang galak dan tidak pandang bulu dalam menilai adik tingkatnya.

Meski Arunika akhirnya tahu kalau senior – senior itu tidak sungguhan galak dan hanya iseng mengerjainya supaya lebih tertib dan disiplin saja. Apalagi hampir semua senior laki – laki yang justru berbalik sangat baik padanya hanya untuk mendapatkan perhatian Arunika. Tapi, dari sekian senior maupun teman lelaki yang Arunika kenal di kampusnya, hanya pada Tangkas lah perhatiannya tertuju. Arunika bahkan melupakan patah hatinya pada Bhanu dan memutuskan berupaya untuk mendapatkan Tangkas yang cukup sulit didekati olehnya karena sikap dingin lelaki itu.

Namun Tangkas benar – benar menutup diri untuk didekati oleh Arunika yang bahkan berani memulai duluan untuk menyapa di setiap momen keduanya bertemu, entah memang Arunika sengaja mencari jalan yang biasa dilalui Tangkas atau bahkan memang sungguhan tak terduga.

Hingga ada satu momen yang cukup memalukan bagi Arunika ketika ia mendapati Tangkas sedang makan di kantin dan pergi begitu saja tanpa membayar makanan yang telah ia makan. Bagi gadis itu, ini lah kesempatan dirinya dapat mencecar Tangkas meski dalam konteks yang sungguh negatif. Ya, Arunika memang sesuka itu pada lelaki bernama Tangkas. Dan juga alasan lainnya, meski menyukai lelaki itu, Arunika tidak suka jika Tangkas bertingkah seperti preman pasar yang sok jagoan dengan tidak membayar dagangan ibu kantin. Langsung saja dengan gagah berani Arunika mencegat langkah Tangkas ketika lelaki itu hendak berlalu dari area kantin dan menyuruh seniornya yang juga salah satu anggota BEM yang telah menjadi panitia masa ospeknya itu agar membayar terlebih dahulu makanan yang sudah ia makan sampai habis. Kejadian itu cukup mengundang perhatian mahasiswa lain yang berada di tempat itu, karena Tangkas memang populer dengan penampilannya yang cukup menarik dan Arunika memang telah menjelma menjadi gadis cantik yang akan selalu mengundang mata manapun untuk berebut menatapnya.

Namun yang lebih membuat gaduh adalah karena ibu pemilik dagangan itu turut menghampiri dan bertanya pada keduanya apa yang sedang terjadi. Dengan percaya diri Arunika berkata, bahwa ia melihat Tangkas memesan makanan hingga menghabiskannya tanpa membayar makanan itu. Spontan ibu pedagang makanan maupun beberapa orang yang berada di sana menertawakan hal itu. Meski kedua alis Tangkas justru menukik sebelah karena ya mungkin dia kesal telah dijadikan pusat perhatian oleh gadis cantik bertubuh pendek di hadapannya sekarang.

"Nggak apa – apa atuh, Cah Ayu, kalau mas Tangkas ndak bayar. Wong Ibu ini kan memang mamanya mas Tangkas." Perkataan ibu kantin bagai petir di siang bolong bagi Arunika yang mendadak membeku di tempatnya berdiri.

Kedua bola mata Arunika bergerak menatap wajah Tangkas dan ibu salah satu pedagang di kantin kampus mereka bergantian. Hingga akhirnya ia menemukan kesadarannya lagi dan segera meminta maaf pada ibu kantin yang ternyata adalah ibu kandung dari lelaki yang kini melipat kedua tangan di dada seraya menatapnya dengan ekspresi mengejek. Arunika kepalang malu, setelah mendapatkan maaf dari ibu kantin yang baru ia ketahui bernama Marlina itu, ia pun segera pergi dari kantin dengan cepat. Namun, justru dirinya yang sekarang dikejar oleh bapak penjual soto di mana ia memesan makanan tadi.

"Dek, sotonya belum dibayar yang tadi." Sambil menahan malu, Arunika mencari – cari uang di dalam tasnya, namun seolah barang yang ia miliki dalam tas mendadak asing dan jadi lebih banyak, tidak juga ia menemukan dompetnya meski sudah berusaha mengaduk – aduk isi tas itu.

"Berapa, Pak?" Suara lelaki membuat jantung Arunika berdetak kencang, ia kenal suara itu.

"Tiga belas ribu, Mas."

"Ini, Pak. Makasi ya."

"Makasi, Mas."

Bapak pedagang soto itu pun meninggalkan Arunika yang masih melihat ke dalam tas bersama dengan lelaki yang ia yakin adalah Tangkas. Arunika mengaduh pelan, ia malu setelah menuduh Tangkas kabur tidak membayar makanannya, justru ia sekarang yang terlihat kabur dari pedagang yang telah ia pesan. Bahkan Tangkas membayarinya makanan itu meski Arunika yakin ia masih memiliki uang di dalam tas ini.

Terlanjur malu, Arunika masih berusaha mencari dompetnya seraya berkata pada Tangkas bahwa ia akan mengganti uang lelaki itu.

"Nggak perlu." Ucap lelaki itu dan berlalu meninggalkan Arunika begitu saja.

Sementara gadis itu menatap nanar punggung Tangkas yang menjauh. Ia menggigit bibir dengan rasa penyesalan karena telah membuat malu lelaki itu barusan. Sejak saat itu, Arunika berhenti mencari perhatian Tangkas dan justru berusaha menghindari lelaki itu di manapun.

Jika sebelumnya ia akan senang tiap menjumpai Tangkas di setiap kesempatan, kali ini kebalikannya, Arunika akan pura – pura sibuk atau tidak melihat pujaan hatinya itu meski terang – terangan berpapasan. Dan hal itu justru terlihat menggemaskan di mata Tangkas yang akhirnya mulai memperhatikan gadis cantik itu.

Gayung bersambut, Arunika tidak jatuh cinta sendirian. Setelah beberapa bulan menjadi mahasiswa, Arunika berhasil merebut hati Tangkas yang juga mulai menyukainya. Meski harus diawali dengan kejadian memalukan itu, siapa sangka Tangkas justru mulai penasaran dengan dirinya.

Hingga di suatu hari, Tangkas mendapati bahwa Arunika sedang menunggu kendaraan umum di halte depan kampus mereka. Gadis yang biasanya tidak pernah lepas dengan sahabatnya Nina itu, terlihat sendirian dan bosan menunggu bus umum yang terus penuh berdesak – desakkan hingga membuatnya urung melangkah naik. Momen itu lah yang akhirnya menjad kesempatan bagi Tangkas untuk mendekati Arunika yang sudah tampak mati kutu untuk pulang ke rumah.

Arunika yang sudah beberapa bulan berusaha menghindari senior laki – laki itu, kini justru diberikan tawaran tumpangan untuk pulang. Sebab, perasaan Arunika pada Tangkas belum berubah, ia pun berdegup senang saat mendengar lelaki itu menawarkan diri untuk mengantarkannya. Tentu saja Arunika tidak menolak, kapan lagi ia akan diantar oleh lelaki manis dengan gaya cuek yang terkenal dingin ini.

Meski hanya mengendarai motor bebek, Arunika tetap merasa istimewa. Dia sedikit menyesal telah senang dengan ketidakhadiran Nina karena hal itu membuatnya justru dekat dengan Tangkas. Nina sedang sakit dan dirawat di rumah sakit hingga seminggu lamanya. Namun bagi Nina, ia merasa sakitnya menjadi berkah untuk Arunika karena akhirnya ia bisa dekat dengan Tangkas, lelaki yang sudah ia taksir beberapa bulan itu.

Setiap malam Arunika akan menelpon Nina dan menceritakan hari – harinya bersama Tangkas. Yang terkadang membawanya makan siang di luar, atau sekedar ngobrol di kafe dan bahkan pernah mengajaknya untuk nonton film bersama.

Tangkas juga bertanya jika Nina sudah sehat dan kuliah kembali, apakah Arunika masih akan terus berkenan diantar Tangkas, tentu saja Arunika menganggukkan kepala menjawab pertanyaan itu. Begitu mendengar cerita Arunika, Nina bersorak bahagia. Ia mendukung hubungan Arunika dan Tangkas, menurut Nina, Tangkas memang lelaki yang baik dan tidak genit pada junior maupun teman wanitanya.

Mendapat dukungan dari orang terdekatnya, Arunika semakin senang dan hubungannya dengan Tangkas pun berjalan lancar. Arunika semakin bersemangat menjalani hari – hari di kampusnya, terlebih Tangkas memang lelaki yang sangat baik, penyayang dan sangat memanjakannya.

RESTARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang