Siang itu Sarah sedang duduk di meja makan dapur dengan laptop-nya. Air mukanya kusut setelah menerima pesan singkat dari kakaknya, Dina, soal update persiapan pernikahan, sekaligus menanyakan kapan dia pulang. Kurang dari tiga bulan lagi kakaknya akan menikah.
Pikiran-pikiran soal pulang selalu membuat suasana hati Sarah berantakan. Sebab itu artinya dia harus berkutat dengan skripsi yang menjemukan dan meninggalkan seluruh kesenangan di Bali.
Dan, perpisahan dengan semua orang yang ditemuinya di sini adalah bagian tersulit.
SREKKK
Tiba-tiba segelas mug berisi minuman berwarna merah muda muncul di depan wajahnya. Bulir-bulir airnya menetes dari tepian gelas, dengan kotak es batu memadati permukaannya.
"Mixed juice. Itu mangga dan...buah naga," tanya Lukas menawarkan. Kedua lengan kekarnya terekspos di balik kaus longgar tanpa lengannya itu.
Ia lalu duduk berhadapan dengan Sarah dan menyesap segelas jus miliknya. Lalu mengoceh soal buah naga dan betapa senangnya ia dan yang lain menemukan buah tropis unik itu dan banyak buah lainnya di Bali.
Sarah tak terlalu mendengar selebihnya. Lukas hampir selalu membuatnya gagal fokus. Ketika berdekatan atau hanya ngobrol berdua, seringkali pikirannya membatin mengapa bisa ada laki-laki yang terlalu sempurna seperti dia. Dua mata coklatnya berbinar, rambut pirang gelapnya selalu tercukur rapi dengan sedikit poni membingkai wajahnya yang oval dan proporsional. Senyumnya manis dan secara perilaku juga belum terlihat ada celah.
Laki-laki baik, ramah tapi tidak terkesan berlebihan, selalu muncul saat dibutuhkan siapapun, selera berbusananya bagus, dan pakaian apapun selalu tampak pas di tubuhnya yang atletis.
Terkadang Sarah berpikir apa dia bisa setidaknya mencicipi bibir manis itu dan membelai otot dadanya yang terdefinisi itu...
Sarah langsung membuang pikiran jauh-jauh. Dan mengutuki kepalanya yang penuh pikiran kotor itu. Lagipula Lukas teman Alex. Meskipun terkadang Sarah membatin, "memang kenapa? Alex bukan siapa-siapa dan tidak masalah membagi dirinya untuk orang lain, bukan? Aku tidak eksklusif milik Alex atau milik siapapun."
Tapi tetap saja, sekotor apapun isi pikiran Sarah, ia hampir tak pernah mewujudkannya. Kecuali pada Alex. Ya, semua "eksperimen" yang cukup tak biasa dilakukannya dengan Alex.
Lagipula, soal Lukas, Sarah tak pernah melihat ada tanda-tanda laki-laki itu menaruh perhatian lebih selain teman. Sarah juga merasa dirinya terlalu kumal untuk Lukas yang terlalu menarik.
Lukas terlalu jauh untuk digapai...
"Gimana menurutmu?" tanya Lukas menutup kalimatnya.
Sarah mengumpulkan lagi fokusnya yang sedari tadi buyar itu. Hanya beberapa kata yang Lukas sampaikan sayup-sayup hinggap di telinganya. "Ehm..apa tadi pertanyaannya?"
"Jusnya, enak?"
"E-enak! Segar banget. Kayaknya ada...lemonnya?"
Lukas tersenyum dan nyaris tergelak. Ah, mati! Senyum itu lagi, pikir Sarah.
"Benar kan, kau nggak fokus. Tadi aku sudah bilang tadi ada lemonnya sedikit. By the way, apa kau sedang banyak pikiran? Kau nggak ikut Alex lari pagi hari ini dan dari tadi fokus terus sama laptop-mu."
Oh! Ini sepertinya kalimat paling mengandung perhatian yang pernah Lukas tunjukkan padaku, batin Sarah lagi.
"Ehm..yah, ada beberapa hal soal kampus yang perlu kukerjakan. Dan, pusing memikirkan kakakku," Sarah menghela napas.
"Apa yang membuat pusing? Ada yang bisa kubantu?"
Rasanya mudah saja bagi Sarah langsung menceritakan semua kegelisahan soal kakaknya. Tapi entah kenapa, dia memilih menutup rapat-rapat. Baginya tidak perlu ada yang tahu soal kakaknya bakal menikah dan membuatnya harus segera pulang. Hal ini belum diceritakannya pada Alex dan teman sekamarnya itu harus jadi orang pertama di vila ini yang tahu lebih dulu. Itupun Sarah masih menimbang-nimbang kapan bisa memberitahukannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Roommates for 30 Days [COMPLETED]
Romance[21+] (PREKUEL "My Client is My Ex-FWB] Di sela jeda kuliahnya, Sarah menghabiskan waktu selama 30 hari tinggal bersama Alex, laki-laki yang dikenalnya di dunia maya, serta lima orang teman Alex yang lain di sebuah vila di Bali. Tanpa ikatan apapun...