Masih dalam keadaan gerimis lebat, Samudra mengantarkan Atlantika pulang kerumah nya. Sebenarnya Atlantika menolak karena merasa tak enak merepoti orang lain, apalagi mereka baru kenal. Namun Samudra tetap bersikukuh.
"Makasih udah nganter gue pulang. Maaf ngerepotin."
Samudra mengangguk, "Santai aja."
"Kenapa lo pengen nganter gue pulang? padahal lo orang asing dan kita baru aja kenal."
Samudra terdiam. Orang asing ya?
"Cewe gaboleh pulang sendirian malem malem, barangkali di jalan ada preman gimana?"
Atlantika mendengus, "Lo preman nya."
Samudra terkekeh kecil, "Udah sana masuk, nanti masuk angin."
"Muka lo ga asing deh, nama lo siapa?" tanya Atlantika
"Gue?" Samudra tanya balik
"Iyalah siapa lagi anjir. Masa gue nanya ke mbak kunti di pohon mangga depan itu?"
Samudra terkekeh, "Gue Samudra Gravelion, salam kenal."
Atlantika terdiam. Ia merasa tidak asing dengan nama itu. Apalagi senyuman dari lelaki di depan nya, ia seolah merasa dejavu.
"Bagi nomer telfon lo dong sini."
***
Atlantika merenung di dalam kamarnya. Ia tidak konsen belajar saat ini karena kepalanya dipenuhi dengan sosok pemuda yang baru dikenal nya tadi. Bahkan buku di meja belajarnya itu ia abaikan.
"Samudra Gravelion? kayaknya gue pernah kenal deh, tapi dimana ya?"
Atlantika menatap jendela kamarnya, hujan lebat mulai turun disertai angin bertiup. Ia jadi khawatir, apakah pemuda itu sudah sampai dirumah nya? ia yakin pemuda itu berjalan kaki karena sudah tidak ada angkutan umum jam segini.
***
Ceklek
"Aku pulang"
"Astaga Yang Mulia! lihatlah dirimu. Kenapa bisa basah kuyup seperti ini?" ucap si penasihat kerajaan.
"Diluar hujan."
Semenjak ia melarikan diri dari kerajaan nya dulu, ia kini hidup bertiga dengan paman penasihat kerajaan, yang bernama Gonu dan juga istri beliau yang merupakan tabib kerajaan. Walaupun rumah nya tidak sebesar rumah milik Atlantika, namun ia nyaman.
"Yang Mulia, saya sudah panaskan air hangat. Silahkan mandi dan pakailah pakaian yang hangat, agar kau tidak demam."
Samudra memutar bola mata malas, "Terima kasih. Dan sekali lagi, udah ku bilang beberapa kali paman, jangan panggil aku 'Yang Mulia', anggap saja aku anakmu."
Paman penasihat menggeleng, "Tidak. Kau tetap tuanku. Saya merasa tidak enak jika memanggil mu memakai nama biasa."
"Terserah deh."
***
Samudra melamun di balkon rumahnya. Sambil menatap guyuran hujan yang masih belum berhenti.
Samudra termenung. Wajah Atlantika masih terngiang di kepala. Tingkah bar bar nya selalu membuat mood nya naik.
"Yang Mulia?"
Samudra menoleh. Mendapati paman penasihat kerajaan nya yang menongolkan kepala nya di pintu kamar. Ditambah di belakang nya ada bibi nya juga ikut dengan membawa segelas minuman.
"Kenapa Yang Mulia belum tidur? ini sudah larut"
"Paman Gonu dan Bibi Serina kenapa belum tidur juga?"
"Belum ngantuk."
"Yaa sama."
Paman Gonu terkekeh. Ia memperhatikan Pangeran nya itu sedang termenung dengan menatap kearah luar. Ia bersitatap dengan istrinya, ikut mengernyit heran, sebenar nya apa yang dipikirkan pangeran nya itu.
"Apakah ada masalah?"
Samudra terkejut, lalu ia menoleh mendapati Bibi nya itu sedang berdiri di sebelah nya. "Tidak ada."
"Kau tidak bisa bohong, Pengeran," ucap Bibi Serina sembari menyerahkan minuman hangat kepada Samudra.
"Minumlah, bibi buatkan teh hangat untukmu."
Samudra tersenyum, "Terima kasih bibi."
"Ayo ceritakan kepada kami apa yang kau pikir kan itu? apakah ada gosip terbaru?" ucap Paman Gonu
Samudra mendengus, "Aku baru saja bertemu dengan Atlantika."
Sontak kedua orang tua disitu terkejut. "Kekasihmu kan?"
"Iyalah, siapa lagi."
"Kau bertemu dimana?" tanya bibi Serena
"Di pantai."
Paman Gonu membelalakan matanya terkejut. "Kau tadi ke pantai??!! sudah saya ingatkan selalu Yang Mulia, JANGAN KE PANTAI. Kau ini bandel sekali yaa. Jika kaum Kraken mengetahui persembunyian kita bagaimana? jadi sia sia kita sembunyi ber abad abad ini. Lalu jika kau tertangkap bagaimana? HAH?!!"
Bibi Serena melirik suami nya itu tajam. Paman Gonu yang mengerti kode dari istrinya itupun seketika tersadar. Ia lalu langsung bersujud bersimpuh dihadapan Samudra.
"Kumohon maafkan saya Yang Mulia Pangeran. Saya tidak bermaksud untuk membentak anda tadi, saya kelepasan. Kumohon maafkan saya."
Sontak samudra berjongkok dan meraih tangan paman nya itu, lalu menyuruh nya untuk berdiri. "Tidak apa paman. Aku yang salah. Aku yang seharusnya meminta maaf. Maafkan aku paman, bibi." ucap Samudra sambil menunduk
Paman Gonu tersenyum, "Kau harus berhati hati yaa. Paman percaya, kau bisa melawan kaum Kraken jika kau bertemu mereka. Tetapi apabila kaum itu menyerang mu secara kroyokan? lalu kau dikepung? bagaimana?"
Samudra terkekeh. "Oh iya, aku juga sempat mengobrol dengan nya."
"Dengan kaum Kraken?"
Samudra mendengus, "Bukan lah, dengan Atlantika."
"Apa wajahnya masih cantik seperti dahulu?" tanya bibi
Samudra mengangguk. "Tentu saja. Tetapi sifat nya sangat berbanding terbalik sekali, Bibi."
"Kenapa begitu?"
"Ia sekarang barbar, kasar, emosian, tidak sabaran, keras kepala."
Drtttt Drrrttt
Tiba tiba ponsel nya bergetar menandakan telepon masuk. Lalu ia melihat, tertera nomor tak dikenal yang menelpon nya. Tanpa pertimbangan, ia langsung mengangkat nomor itu.
"Halo?"
"WOII JAKET LO NIH, KEBAWA GUA BJIR."
TBC
with love,
nana
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDRA ATLANTIKA
Historical FictionIni bukan kisah tentang laut, tapi ini adalah kisah makhluk yang hidup di dalam nya. Di sebuah kerajaan megah yang berdiri di kedalaman Samudra Atlantik. Ini kisah mereka, Prince Samudra Gravelion Vl, seorang Pangeran Mahkota yang tampan dan sangat...