9. Simfoni Kenangan Masalalu

8 5 0
                                    

"Atlantika? ngapain lo disana?"

Atlantika gelagapan, "Anu, ini lagi nyari buku. Katanya Fadil, buku bagus dan baru ada di rak pojok paling belakang perpustakaan."

Samudra mengernyit, "Teori darimana itu? bukan nya buku bagus dan baru selalu ditaro di depan? aneh lo."

Atlantika menggaruk tengkuk nya yang tak gatal. Melihat Samudra yang berusaha bangkit, Atlantika langsung saja menghampiri, mengalungkan tangan Samudra di pundak nya dan membantunya berdiri. Lalu menuntun Samudra untuk keluar.

"Lantik?"

"Hm?"

"Lo liat semua nya kan tadi?"

Atlantika menelan ludah gugup. Sumpah, ia merasa tertangkap basah dan diinterogasi. "Liat apa Sam? dari tadi gue nyari buku disana."

Samudra terdiam. Ia nampak berpikir. Benar juga, manusia biasa tidak akan melihat serta mendengar suara suara dari pertempuran tadi. Tapi, Atlantika kan sosok reinkarnasi dari kekasihnya. Bisa saja ia bisa melihat dan mendengar semuanya. Tapi kembali lagi, di masa kini, Atlantika adalah manusia biasa, bukan makhluk mitologi seperti dirinya.

"Ada yang lo sembunyiin dari gue Sam? kenapa lo terluka gini? ini lo dapet luka nya darimana coba?"

"Hehe. Gue tadi kena paku yang nancep di bawah rak itu. Jadi pas gue lewat, tergores deh. Udah gausah dipikirin, cuma luka biasa."

Lo bohong, Samudra.

"Kita kerumah sakit ya?"

"Nggak perlu. Kita pulang aja. Gue bisa obatin di rumah."

"Gaboleh ngebantah. Turutin perkataan gue."

Samudra terdiam. Ini kenapa kebalik gini? yang menjadi pangeran mahkota disini kan Samudra. Harusnya ia yang memberi perintah, bukan sebaliknya. Namun tak apa, daripada gadisnya ini bertambah marah padanya.

***

Mereka menjadi pusat perhatian pengunjung perpustakaan. Bagaimana tidak? seorang perempuan yang merangkul seorang lelaki dengan kaki yang terluka. Mereka semua memandang penuh tanya, ada apa dengan mereka?

Tiba tiba Fadil datang terburu buru bersama dengan supir pribadi nya Shana. Mereka pun berencana untuk membawa Samudra kerumah sakit. Padahal Samudra sudah bilang jika ia tidak apa apa dan tidak perlu pergi kerumah sakit, karena luka kecil saja bisa diobati dirumah. Namun, tak ada yang mau mendengar, membuat Samudra hanya pasrah saja.

***

Seusai diobati oleh dokter di rumah sakit, Samudra pun diperbolehkan pulang.

"Pulang nya pake mobil gue aja."

"Makasih. Tapi gausah deh, nanti ngerepotin."

"Ngga kok. Sebagai balas budi gue, lo udah pernah nolongin gue pas ban motor gue bocor, sama minjemin gue jaket," ucap Atlantika tulus sembari tersenyum.

Samudra terdiam. Dirinya menatap senyum itu. Senyum yang selalu kekasihnya berikan kepadanya dulu di kerajaan. Ah, dia jadi merindukan masa masa itu.

"Ekhemm. Gue ikut boleh ga? sekalian pengen liat rumah nya bang Samudra," ucap Fadil.

"Boleh. Tapi nanti gue turunin di lampu merah."

"Jahat bener."

***

Tok tok tok

Suara ketukan pintu dari depan membuat paman Gonu segera membukanya. Ketika sudah membuka pintu, dirinya terkejut saat melihat dua anak lelaki dan perempuan yang berada di samping Samudra. Lebih kaget nya lagi, melihat Pangeran nya itu dituntun oleh teman nya karena kaki nya terluka.

"Ya ampun, kau kenapa Yang Mul---"

Paman Gonu menghentikan perkataan nya saat Samudra menatap nya tajam menusuk. Lalu ia tersadar jika Samudra tidak sedang sendiri, tuan nya itu membawa beberapa teman. Ia menutup mulutnya ketika sadar akan kesalahan nya itu.

"Maafkan ayah. Wah kau membawa teman ya nak? ayo silahkan masuk, maaf membuat kalian menunggu diluar cukup lama."

Ketiga nya pun duduk di ruang tamu rumah Samudra. Atlantika dan Fadil terkagum dengan desain interior rumah Samudra ini. Tampak dari depan, rumah nya Samudra ini hanyalah rumah biasa saja dan terlihat sempit, namun saat menginjakkan kaki kedalam, ia kaget karena ternyata sangat luas dan bagus.

"Ayah, tolong ambilkan makan dan minum untuk teman teman ku ini yaa."

Sebenarnya bukan pertama kali nya Paman Gonu dipanggil 'Ayah' oleh Samudra. Ia sudah tinggal bersama Samudra ber abad abad lamanya dan sudah ia anggap sebagai anak sendiri. Jadi, tak ayal jika ia berdebar saat Samudra memanggil nya dengan embel embel 'Ayah'.

"Baiklah. Sembari menunggu makanan datang, kalian silahkan menyamankan diri disini."

Ketiga nya pun mengangguk.

Sibuk melihat dan mengamati setiap sudut ruang tamu ini, mata Atlantika terpaku pada sebuah lukisan cantik yang tak jauh dari tempat nya duduk.

"Lukisan itu bagus banget, lo yang ngelukis sendiri Sam?" tanya Atlantika sambil tangan nya menunjuk lukisan yang dimaksud.

"Iyaa."

"Waah. Lo punya bakat melukis ternyata."

Bukan Atlantika namanya jika ia tidak penasaran. Ia mengambil sebuah lukisan yang menarik perhatian nya itu. Fadil yang penasaran juga akhirnya ikut melihat nya. Di dalam lukisan itu terdapat kerajaan yang sangat besar, dengan batu karang dan ikan, ia yakin kerajaan ini terletak di bawah laut. Ada gambar duyung juga disana. Dibawah lukisan itu, terdapat sebuah nama.

Prince Samudra Gravelion Xl

Samudra dan Fadil saling menatap satu sama lain. Mereka memberikan kode lewat tatapan mata. Atlantika mengangguk. Dugaan mereka semakin besar.

***

Setelah menunggu beberapa menit, akhir nya yang ditunggu tunggu pun tiba. Bibi Serina membawa nampan berisi makanan dan Paman Gonu membawa nampan berisi minuman.

"Maaf yaa menunggu lama. Bibi mendadak masak tadi. Silahkan dinikmati."

Atlantika tersenyum, "Tidak apa apa bibi. Terima kasih."

Melihat bibi Serina dan paman Gonu yang ingin beranjak, Samudra segera mencegah nya, "Ayah dan ibu mau kemana? disini aja, ngobrol bareng kita."

"Ah tidak usah Samudra, ibu tidak enak. Kalian lanjut ngobrol saja yaa, dan nikmati makanan nya."

"Jangan begitu bibi. Sini ngobrol bareng."

Paman Gonu menatap khawatir pada Samudra, "Nak kenapa kakimu itu bisa terluka?"

"Ini terkena paku saat di perpustakaan kota ayah."

"Begitu yaa, lain kali kau harus hati hati. Oh iya, paman berterima kasih kepada kalian, sudah mengantarkan anakku pulang."

"Sama sama. Itu sudah menjadi tugas kami sebagai teman."

"Wahhh enak banget cuy. Masakan nenek nya Atlantika, ibu kantin, sama emak gue kalah ini teh. Bibi apa resepnya? biar emak saya bisa mencontoh dirumah.'

Atlantika mendengus, lalu menggeplak lengan Fadil dan membuat cowok itu mengaduh sakit. "Lo kalo makan sesuatu yang enak mesti orang lain dibawa bawa."

Fadil tertawa. Membuat yang lain juga tertawa. Sebenarnya tidak lucu, namun suara ketawa yang khas dari Fadil menular dan membuat mereka semua tertawa.

Samudra yang melihat pemandangan ini menjadi ingin menangis. Matanya melihat, sosok Ayah dan Ibu nya, adiknya, serta kekasih nya, sedang bercengkrama dan tertawa bersama. Namun ini beda suasana nya, hanya ada paman Gonu, bibi Serina, Atlantika, serta Fadil. Namun ia bisa merasakan bahwa inilah keluarga nya.

"Bang lo kenapa ngelamun njir? nanti kesurupan baliho caleg tau rasa lo."





Tbc

SAMUDRA ATLANTIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang