Malam ini, Samudra bersantai di balkon kamar nya, sembari menyesap teh hangat buatan Bibi Serina. Ia masih memikirkan kejadian di perpustakaan kota tadi. Tentang perkataan sosok Kraken itu, dan juga Fadil serta Atlantika yang mungkin saja melihat semua nya.
Bagaimana jika asal usul dan identitas nya terbongkar? bagaimana jika mereka menjauhi nya dan tak mau berteman dengan nya jika tahu bahwa ia adalah makhluk mitologi? semua itu terbayang bayang dalam kepala Samudra.
Yang penting misi nya saat ini, terus berlatih dan meningkatkan kekuatan untuk melawan Raja bedebah Kraken itu.
"Yang Mulia Pangeran?"
Samudra menoleh, melihat paman Gonu yang berjalan kearah nya.
"Ada apa paman?"
"Ada sesuatu yang ingin Yang Mulia bagikan kepada paman?"
Samudra menghela napas, "Aku bertemu dengan Panglima perang Kraken di perpustakaan kota tadi siang. Kami sempat bertarung kecil."
Paman Gonu terkejut, "Benarkah itu? apakah Yang Mulia baik baik saja? apakah Yang Mulia terluka?"
"Tentu saja tidak. Aku kan kuat."
Paman Gonu tersenyum, "Syukurlah. Tapi, kenapa kaum itu ada di dunia ini?"
"Katanya, ia diutus oleh Raja Kraken untuk mencariku di dunia manusia dan menangkapku. Sekarang dia telah menemukan ku dengan mudah nya. Berarti sekarang, keselamatan kita mulai terancam paman."
Paman Gonu berpikir, "Tapi paman merasakan, jika kaum itu merencanakan sesuatu yang besar. Mereka tidak langsung akan menangkapmu, mereka akan menunda dan menunggu waktu yang bagus. Dan bila saat nya tiba, pertarungan tak bisa terhindarkan."
Samudra tertegun.
"Tetapi Yang Mulia tenang saja, paman akan melindungi mu. Kau sudah paman anggap seperti anak sendiri. Paman tidak akan tinggal diam, apabila kaum itu melukaimu. Jadi, jangan pendam semua masalahmu sendiri ya? berbagilah semua keluh kesahmu pada paman mu ini. Sekarang tidurlah."
Samudra mengangguk, lalu tersenyum. Menatap manik mata penasihat kerajaan itu yang sudah ia anggap seperti ayah sendiri. Ia beruntung memiliki paman Gonu dan bibi Serina di dunia manusia ini.
***
Drrrttt Drrrttt
Samudra menggerutu kesal kala tidurnya diganggu oleh dering ponsel yang memekikkan telinga. Dengan hati yang dongkol, Ia mengangkat telepon itu tanpa melihat siapa penelepon nya.
Dikarenakan masih mengantuk dan nyawa nya belum ngumpul, Samudra pun asal ceplos dalam berbicara
"Halo"
"Heh dengerin gue yaa makhluk mitologi jelek. Gue tau dan inget undangan lo yang nyuruh gue ke Perpustakaan Kota. Tapi sabar lah anjeng, kan gue bilang nanti lusa. Lagian ini tuh masi pagi bego. Mentang mentang perintah Raja lo yaa. Sadar dong lo tuh lagi ngomong sama Pangeran Mahkota kerajaan penguasa Samudra Atlantik. Ganggu tidur gue aja."
"Hah? bang Samudra, ini gue, Fadil. Lo ngelantur ya?"
Samudra membulatkan mata nya kaget. Ia langsung beranjak dari ranjang nya dan menutup mulutnya tak percaya. Barusan ia bilang apa tadi ke Fadil? Pangeran Mahkota? makhluk mitologi?
"Eh maap gue ngelindur tadi. Lo juga sih, ganggu tidur gue aja, lagi enak molor malah ditelpon."
"Ya maap. Gue kira lo udah bangun bang. Lagian ini udah jam 9 anjirr, kebluk banget lo bang jam segini masih tidur, kek cewe aja."
"Mulut lo lama lama gue lakban sampe bibir lo geser."
"Hehe. Gue nelpon soalnya mau ijin kerja."
"Gada ijin ijin nan. Kerja atau gaji lo gue tunggak."
"Kejem banget jadi bos. Sama sahabat sendiri dahal."
"Mau ngapain si lo sampe minta ijin kerja?"
"Mau main layangan."
"BOCAH GEMBLUNG."
Samudra memutuskan sambungan telepon sepihak. Kenapa ia punya sahabat yang tolol nya mendarah daging kayak gini. Lalu ia pergi ke kamar mandi untuk meyegarkan badan dengan guyuran air dingin.
Tanpa Samudra sadari, Fadil tadi menelpon menggunakan nomor Atlantika. Karena Fadil tidak mempunyai nomor Samudra dan tidak sempat untuk meminta nya. Atlantika dan Fadil saling berpandangan bingung, mereka masih terngiang penuturan Samudra sebelum nya yang dianggap melantur.
***
Hari ini, Atlantika berjalan santai di koridor kampusnya. Ia tidak takut telat, karena ia selalu berangkat lebih awal. Saat dosen sedang menjelaskan materi didepan, Atlantika tidak fokus untuk mendengarkan. Pikirannya tertuju pada penuturan Samudra yang ia katakan ngelantur. Apakah itu berhubungan dengan kejadian di perpustakaan kota kemarin? seperti nya iya.
Di sambungan telepon itu, Samudra sempat menyebut bahwa ia adalah Pangeran Mahkota. Apakah itu masuk akal di zaman presidensial saat ini? Atlantika menganggap itu hanya khayalan Samudra belaka yang ingin terlahir menjadi Pangeran namun tak kesampaian.
Lalu Samudra sempat menyebut tentang kaum Kraken. Saat di perpustakaan kota juga Samudra menyebut nama kaum itu. Heran nya lagi, kaum itu memanggil Samudra dengan embel embel 'Yang Mulia Pangeran'.
Siapa sebenarnya Samudra itu?
"Apa iya Samudra itu sosok Pangeran Laut Yang melarikan diri kayak yang diceritain nenek gue dulu? mungkin bisa jadi iya, atau bisa jadi tidak. Kenapa kehidupan menyedihkan gue kudu di tambah teka teki dunia yang tak berujung ini ya tuhan."
Cukup. Katakan saja Atlantika itu alay. Memang iya. Namun hanya versi manusia nya saja. Atlantika versi tuan putri itu sangat anggun dan berkelas.
"Kunci nya cuma satu. Gue kudu kerumah nenek pulang kuliah. Siapa tau nenek tahu."
Tetapi ia canggung jika berkunjung sendirian, ia akan mengajak Fadil saja untuk ikut bersamanya. Tetapi ia baru menyadari, jika Fadil pulang kerja itu malam hari bahkan sampai larut jika pelanggan ramai.
"Besok aja deh kesana nya. Nanti gue minta tolong sama Fadil buat nganter."
"Atlantika?"
Atlantika terkesiap mendengar namanya di panggil oleh dosen nya. Ia membuyarkan lamunan nya dan menatap dosen nya dengan tersenyum, "Iya bu?"
"Kamu daritadi ibu panggil tidak menjawab, melamun ya? mana ngomong sendiri lagi. Kamu tidak kesurupan setan kuda lumping kan?
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDRA ATLANTIKA
Historical FictionIni bukan kisah tentang laut, tapi ini adalah kisah makhluk yang hidup di dalam nya. Di sebuah kerajaan megah yang berdiri di kedalaman Samudra Atlantik. Ini kisah mereka, Prince Samudra Gravelion Vl, seorang Pangeran Mahkota yang tampan dan sangat...