32

184 13 0
                                    

            Saat Hans kembali ke tempatnya, Betrand menarik napas dalam-dalam, berusaha meredakan ketegangan yang menghimpit dadanya. Dia melirik ke arah Anneth, matanya bertemu dengan tatapan cemas dari istrinya. Dengan senyuman yang lembut, dia mencoba memberikan ketenangan.

            "Kita akan baik-baik saja," bisik Betrand, menggenggam tangan Anneth dengan erat. "Hans dan timnya sudah sangat berpengalaman dalam situasi seperti ini."

Anneth mengangguk pelan, meskipun hatinya masih dipenuhi kecemasan. Dia tahu Betrand selalu mampu menjaga ketenangan dalam situasi paling genting sekalipun, tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda. Ancaman dari Adrian, mantan sahabat yang kini menjadi musuh, menambah lapisan kekhawatiran yang tak terucapkan.

 -----------------------

         Di sudut lain tepatnya di ruang tunggu, Hans berbicara dengan tegas melalui komunikatornya, memastikan setiap anggota tim mengetahui peran mereka dalam menjaga keamanan. "Tim Alfa, segera periksa area timur dan Tim Bravo, pantau jalur keluar. Tidak ada yang masuk atau keluar tanpa izin saya."

   Suara langkah kaki cepat menggema di lorong-lorong rumah sakit saat anggota tim keamanan bergerak menuju area parkir belakang. Mereka bersiap dengan senjata di tangan, mata tajam mengamati setiap sudut gelap.

    Beberapa menit kemudian, suara melalui komunikator Hans membuat semua orang di ruang tunggu menahan napas. "Hans, kami menemukan seseorang mencurigakan di area parkir timur. Dia terlihat seperti sedang menunggu sesuatu."

Hans merespon dengan cepat, "Tangkap dia. Jangan biarkan dia melarikan diri. Saya akan segera ke sana."

Betrand berdiri dengan cepat, memegang tangan Anneth. "Tetap di sini. Jangan pergi ke mana-mana. Aku akan kembali secepatnya."

Anneth memandangnya dengan penuh kecemasan. "Betrand, hati-hati."

Dengan anggukan tegas, Betrand mengikuti Hans keluar dari ruang tunggu, meninggalkan Anneth dengan hati yang ketakutan dan cemas. Di luar, mereka berlari menuju area parkir belakang di mana anggota tim keamanan telah mengepung pria mencurigakan tersebut.

Pria itu, dengan topi dan jas hujan hitamnya, terlihat tenang meskipun dikelilingi oleh senjata terhunus. Hans melangkah maju, suaranya dingin dan tegas. "Siapa kau dan apa yang kau lakukan di sini?"

Pria itu mengangkat tangan, menunjukkan bahwa dia tidak bersenjata. "Tenang, tenang. Aku di sini hanya untuk memberikan pesan."

Betrand menyipitkan mata, mendekati pria tersebut. "Pesan dari siapa?"

Pria itu tersenyum tipis, mengeluarkan amplop dari saku dalam jasnya. "Dari Adrian. Dia ingin berbicara denganmu, Betrand."

Hans segera mengambil amplop itu dan memeriksanya sebelum menyerahkannya kepada Betrand. "Hati-hati, bisa jadi itu jebakan tuan."

Betrand membuka amplop itu dengan hati-hati, menemukan selembar kertas dengan tulisan tangan yang dikenalnya dengan baik. Pesan dari Adrian berbunyi: 

        "Kita harus bicara, satu lawan satu. Tidak ada orang lain. Kamu tahu di mana harus menemukanku."

   Betrand menggertakkan giginya, meremas kertas itu dalam genggamannya. Dia menoleh ke Hans. "Kita tidak punya pilihan. Ini bisa jadi satu-satunya cara untuk menghentikan ini semua."

Hans mengangguk, meskipun raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Kita akan memastikan keselamatan anda, tuan betrand. Kami akan berada di sekitar, siap untuk bertindak jika terjadi sesuatu."

Betrand mengambil napas dalam-dalam, menguatkan dirinya. "Baik. Ayo kita selesaikan ini sekali untuk selamanya."

 -----------------------

Kembali ke ruang tunggu, Betrand memeluk Anneth erat-erat. "Aku harus pergi untuk bertemu Adrian. Ini mungkin adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri ancaman ini."

Anneth menatapnya dengan mata yang penuh kekhawatiran dan cinta. "Kumohon, berhati-hatilah. Aku percaya padamu."

Betrand mengecup kening Anneth, merasakan kekuatan dari cintanya. "Aku akan kembali. Kita akan melalui ini bersama, seperti yang selalu kita lakukan."

Dengan tekad yang bulat, Betrand berangkat bersama Hans dan tim keamanan, menuju lokasi yang telah ditentukan Adrian. Di dalam hatinya, dia tahu ini adalah pertempuran terakhir yang harus dia hadapi demi melindungi orang yang paling dicintainya.

     Betrand melangkah keluar dari rumah sakit dengan tekad yang membara. Malam itu udara dingin, dan angin berhembus kencang, membawa aroma hujan yang akan segera turun. Bersama Hans dan tim keamanan, mereka bergerak menuju lokasi yang disebutkan dalam pesan Adrian—sebuah gudang tua di pinggiran kota yang sudah lama ditinggalkan.

       Perjalanan terasa panjang meskipun jaraknya tidak jauh. Sepanjang jalan, Betrand terus memikirkan kemungkinan yang bisa terjadi. Hans, yang biasanya tenang, kali ini tampak lebih waspada dari biasanya, memeriksa setiap sudut jalan yang mereka lewati.

      Setibanya di gudang, suasana sunyi yang mencekam menyambut mereka. Lampu-lampu tua yang remang-remang menambah kesan menyeramkan. Hans memberikan isyarat kepada timnya untuk menyebar, mengamankan perimeter. Betrand maju sendiri, menyiapkan diri untuk menghadapi Adrian.

"Adrian!" teriak Betrand, suaranya menggema di seluruh ruangan yang luas itu. "Aku di sini. Tunjukkan dirimu!"

Dari bayang-bayang, seorang pria melangkah keluar. Adrian, dengan senyum licik di wajahnya, menyambut kedatangan Betrand. "Ah, Betrand. Lama tidak berjumpa. Aku sudah menunggu."

Betrand mengepalkan tangannya. "Apa maumu, Adrian? Mengapa kamu mengancam kami?"

Adrian tertawa kecil, mengangkat bahu seolah pertanyaan Betrand tidak berarti. "Ini bukan tentang apa yang aku mau, tapi tentang apa yang kamu tidak bisa dapatkan, Betrand. Persahabatan kita, kepercayaan yang hilang... Semuanya harus dibayar."

   Sebelum Betrand sempat menjawab, suara langkah kaki bergema dari belakang Adrian. Beberapa anak buahnya muncul, bersenjata lengkap. Betrand menyadari ini bukan pertemuan satu lawan satu seperti yang dijanjikan.

   Hans dan timnya langsung bereaksi, berlari untuk melindungi Betrand. Tembakan pun pecah, mengisi udara dengan suara memekakkan telinga. Betrand berusaha berlindung di balik tumpukan kayu, sementara Hans memimpin timnya untuk memberikan perlawanan.

   Di tengah kekacauan itu, Betrand melihat Adrian melarikan diri ke arah pintu belakang gudang. Tanpa ragu, dia mengejarnya, melewati tembakan-tembakan yang berseliweran. Adrian berlari ke arah tangga yang menuju lantai atas gudang.

"Dengan cepat, Betrand menaiki tangga, mengejar Adrian yang semakin dekat. Begitu mencapai lantai atas, dia melihat Adrian berdiri di tepi jendela besar yang sudah pecah, di bawah hujan deras yang mulai turun.

"Berakhir di sini, Adrian!" teriak Betrand.

    Adrian berbalik, senyum licik itu masih menghiasi wajahnya. "Mungkin bagi salah satu dari kita, Betrand."

   Dengan gerakan cepat, Adrian mengeluarkan pistol dari balik jaketnya dan mengarahkannya ke Betrand. Namun, Betrand sudah siap. Dengan gerakan refleks, dia menendang sebuah kayu yang tergeletak di lantai, mengenai tangan Adrian dan membuat pistol itu terlepas.

   Keduanya segera terlibat dalam perkelahian sengit. Hujan yang semakin deras membuat lantai licin, menambah tantangan. Mereka saling pukul, saling dorong, berusaha mengalahkan satu sama lain. Dalam pergulatan itu, Adrian berhasil mengunci Betrand dan mendorongnya mendekati tepi jendela.

"Selamat tinggal, Betrand," bisik Adrian dengan nada penuh kemenangan.

--------------------------------

kira kira apa yang akan terjadi selanjutnya???

apakah akan berakhir??atau masih berlanjut kisahnya dengan ancaman ancaman lainnya??

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

-TAKDIRKU-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang