1. Kelas Kewarganegaraan

71 17 17
                                    

Noella, anjing betina berumur tiga bulan yang sedari tadi meringkuk di ranjang klinik Eisha itu sudah selesai di vaksin, flu selama seminggu pun sudah diketahui penyebabnya, Noah pernah sekali diam-diam memberikan es krim pada anak anjing bermata sayu itu, ditambah lagi cuaca musim gugur di Kanada yang terlampau dingin.

"Noah, ini udah selesai ya prosedur nebulizer-nya, jadi tadi itu Noella kayak di uap gitu pakai obat, harusnya gejala flunya bakal berkurang karena belum parah juga, ini obat sama treats-nya, dikasih sehabis makan ya dua kali, jangan lupa jaga kelembapan udara disekitarnya, dan... jangan dikasih makan es krim lagi okay ?" hasta lembut Eisha mengetuk pucuk hidung Noah yang sudah cekatan memangku Noella. "Siap dokter!" Noah menjawab girang. "Maaf ya Ella kemarin aku kasih kamu es krim kamu jadi sakit," cicit imbesil tujuh tahun itu lantas mencium anjing miliknya.

"Oh iya ms. Odette, ini karena BCS (Body Condition Scoring) Noella masih kurang, nutrisinya harus ditingkatin, saya ada rekomendasi beberapa pakan yang bisa dibeli di pet shop buat Noella," Eisha menyerahkan robekan buku resep pada mantan dosennya saat kuliah dulu itu.

ms. Odette tersenyum takzim, seiring bergulir warsa bersama dengan mengorbitnya tiap-tiap fraksi di semesta, gurat-gurat wajah wanita berdarah perancis itu semakin terlihat, "Udah besar kamu Eisha, aku masih ingat kamu bicara lantang saat kelas gabungan kewarganegaraan dulu, jawabanmu masih kuingat sampai sekarang, Ei."

[]

Itu adalah pagi dengan matahari yang tinggi sebab Eisha bangun kesiangan, dan bus menuju Universitas Toronto tak akan menunggunya lebih lama. Eisha bukanlah seorang murid yang terlalu aktif berorganisasi, bukan saja sebab MBTI-nya yang introvert namun ia juga memiliki riwayat rematik jantung yang tak memperbolehkannya terlalu lelah, jadi tak jarang Eisha menghabiskan waktunya sendirian di kampus sebab temannya yang bisa dihitung dengan jari, pula ia tak terlalu menyukai keramaian, belum lagi ia harus merawat ibunya yang sakit, sehingga Eisha tak memilih untuk menghabiskan banyak waktu di kampus.

Bus berhenti tepat pukul delapan kurang lima, kelas patologi dimulai lima menit lagi dan ia harus berlari untuk itu.

"Permisii permisiii!!" ramainya trotoar oleh anak-anak semester delapan yang asyik berfoto menggunakan toga menghalangi jalan, membuat Eisha memilih jalan memutar lewat taman belakang yang sepi.

BRUK!

"AW MAAF!" entah karena matanya yang memang rabun jauh atau karena lelaki di depannya ini sedang berputar-putar ditengah jalan, mereka berdua terjatuh dengan buku-buku Eisha yang terselirak.

"Matamu belum katarak kenapa udah nabrak aja sih?!" pun mineur tak ramah dari satu-satunya orang yang ada di taman belakang itu membuat Eisha berhenti memunguti bukunya, menatap lawan bicaranya yang kini bersirobok visus dengan miliknya.

"Iㅡiya, saya minta maaf yaa," tak ingin memperpanjang masalah gadis itu memilih mengukir senyum tipis sebelum kembali memasukkan barang-barangnya kedalam tas. "Banyak orang yang nggak punya mata di dunia ini, pakai selagi punyamu belum diambil," sang pria jangkung dengan hidung bangir itu berdiri, lantas membersihkan belakang celananya yang terkena tanah.

Hei! bahkan daritadi ia yang maju mundur tak jelas di taman yang sepi ini!

Perkataan itu berhasil membuat Eisha kesal, pula memasukkan buku terakhir kedalam tas lantas berdiri. "Saya minta maaf ya, pengguna mata paling baik di Toronto," tersenyum tipis namun dengan aksentuasi penuh, Eisha sudah siap beranjak dari lelaki kasar itu.

"Kamu sarkas?!" bahana lelaki itu mulai meninggi, menghentikan flat shoes Eisha berhentak lantas membalik torso. "Nggak mungkin pujian kan? kecuali kalau kamu memang se-nggak-tau-diri itu,"

Zamhareer.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang