Agenda memasak spongecake siang itu berakhir baik, seperti hasil-hasil masakan sebelumnya, Keenan menyukainya, namun sepertinya di siang bolong itu Keenan lebih menyukai pembuatnya, sehingga mereka kini sudah bergumul di bawah selimut sambil memeluk satu sama lain, sekali-dua kali Keenan menciumi kening Nyonya Oberon itu seraya menghirup aroma sampo bayi dari rambut hitamnya. Wajah memejam itu tenang sekali, ritme nafasnya yang teratur berbaur dengan miliknya. Bagaimana seseorang bisa begitu cantik saat tidur? Keenan menyejajarkan visusnya pada kelopak terpejam didepannya.
"Sha~" suara bariton pemilik daksa tegap itu menyela detik jarum jam, puan itu masih ingin terlelap.
"Eisha~" kini tangan kanannya meraih pipi sang puan seraya diusapnya perlahan, membuat empunya mulai mengedut alis bereaksi. "Hm?"
"Kencan yuk!"
Siang itu, diputuskanlah mereka akan pergi ke Toronto, walaupun terlampau mendadak dan mencengangkan sebetulnya, salahkan ide Keenan yang tiba-tiba me-reschedule semua jadwal kantornya itu membuat klinik Eisha harus tutup selama tiga hari, bilangnya ingin mengunjungi tempat-tempat favorit mereka saat kencan semasa kuliah dulu. Tak butuh waktu lama untuk mendapatkan dua tiket pesawat kelas bisnis di sore hari, sekretaris Keenan si pria kaku bermarga Walster yang hanya Eisha dengar suaranya dari telepon itu jelas mengurus semuanya dengan baik. Kini sampailah mereka.
Bandara Lester B. Pearson.
Menghirup udara provinsi Ontario yang biasanya mereka benci sebab berbau skripsi, tapi kalau diingat-ingat kembali, ada kalanya mereka merindukan masa-masa itu.
"Aku inget banget pertama kali dateng kesini aku males banget, ga kenal siapa-siapa, harus urus administrasi mahasiswa baru ini itu," kedua tungkai mereka melangkah seiring roda koper mereka berputar menjauhi bandara. "Emang kamu sendirian banget waktu itu? ga ditemenin siapa gitu dari perusahaan?" Eisha balas berinterogatif. "Ada si, sekretarisnya Ayah dulu,"
"Ya elah itu mah ga sendirian namanya, huh!" Eisha yang tadinya sudah siap mendengar kisah sendu suaminya itu melengos. "Terus dulu perusahaan kamu dipegang siapa kalo kamu masih sekolah?" kini interogatif Eisha mulai bercabang, sebab perusahaan sebesar itu tak mungkin pula dikelola oleh anak yang belum genap usia dua puluh kala itu.
"Ada representatifnya gitu, temen ayah dulu, beliau juga yang nemenin aku kesini," Keenan menjawab enteng sedang tangan kanannya membuka pintu taksi untuk nyonyanya. Pun mereka memutuskan untuk beristirahat di villa sebentar, barulah setelahnya mereka akan belanja bahan makan malam dan memasak seperti yang sudah Keenan agendakan dengan rapi tanpa bantuan Walster si skeretaris.
"Kok aku ngga pernah ketemu sih?" puan itu mengernyit dahi sebab tak menemukan berkas-berkas ingatannya tentang pria yang seharusnya cukup membantu Keenan semasa kuliah dulu, membuat Keenan gemas sebab wajah bingung Eisha terlihat konyol dan cantik pada saat yang sama.
"Ya dia kerjaaaa namanya juga representatif! Kamu aku cium yaaa!"
Memori-memori menguar seiring roda taksi berputar menggilas praja yang telah mereka tinggalkan, bagaimana lelahnya mengejar bus yang sudah berangkat karena kesiangan mengerjakan tugas akhir, toko barang antik dimana Eisha akan menceritakan legenda-legenda dibalik tiap barang yang sebenarnya dibuat massal oleh pabrik, kedai croissant murah yang menjadi langganan mereka saat tak sempat makan siang, tempat makan pakistan kesukaan Keenan, atau jembatan di atas sungai Humber tempat mereka suka beteriak-teriak melepaskan penatnya kuliah walau kadang harus dikejar polisi lalu lintas karenanya.
Sehingga senja berlalu cepat di Toronto, Keenan tak menyewa hotel mahal malam itu, mirip sebuah villa di pinggir Sungai Humber dengan carut-marut lalu lintasnya di atas jembatan. Eisha baru selesai mandi dan ganti baju malam itu kala aroma bawang yang sudah digoreng tercium semerbak dari halaman kecil tempat mereka bermalam yang menghadap ke Sungai Humber. Nampaklah sebuah punggung lebar tengah berkutat dengan potongan daging ayam kesukaan Eisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zamhareer.
RomanceMeskipun tempat itu terlampau dingin dan bersalju, Zamharir tetaplah sebuah neraka, Keenan. + updating every saturday ©Bnauree, 2024.