Dekapan yang mengerat tak mampu membendung sinar baskara yang menelisik masuk lewat jendela walaupun satu-dua pohon konifer menghalaunya, membuat sepasang ain bening yang masih terlelap lambat-lambat mengerjap, perlahan terbuka dan mendapati wajah laki-laki tertidur paling lucu dihadapannya, pun diusapnya pelan pucuk kepala sebelum berucap pelan.
"Keenan, bangun, udah lewat lima belas menit ini, aku juga ketiduran,"
"Emmh, aku ketemu client masih jam sebelas, Sha,"
Pun bahana serak milik teruna berdaksa tegap yang masih terpejam itu menukas sembari menarik puan didepannya untuk didekap lebih erat, membuat tubuh ramping yang sudah mengulur waktu lima belas menit itu harus sekali lagi terlokap dalam dekapan jatmika milik suaminya.
"Ini udah setengah sembilan, masakanku nanti dingin loh kalo kita ngga sarapan sekarang. Ayo banguuun!" kini sang dara beringsut bangun dari ranjang, menarik hasta lelaki yang hampir setahun lalu telah tertulis dalam pakta pernikahan sebagai sepasang manusia yang harus menaut tangan dalam amenitas dan nestapa.
"Huft.. iya-iya, aku bangun," Keenan, laki-laki dengan wajah bangun tidur seperti kelinci itu akhirnya terduduk di kasur. "Bangun apanya itu matanya masih merem!"
"Ya cuciin mukanyaa!"
Tak kuasa menahan gemas, alis Keenan yang berkedut kesal namun kelopaknya masih tertutup itu berhasil membuat Eisha berjalan ke kamar mandi sambil cekikikan mengambil air di kedua tangannya, lantas diusapnya lembut ke wajah suaminya.
Kuperkenalkan pada kalian Tuan dan Nyonya Oberon, sepasang kekasih yang memulai kisah klise mereka pada semester tiga musim gugur jelang salju Universitas Toronto. Tuan dan Nyonya yang kini namanya berlayar melalui kapal-kapal melintasi samudera pasifik sebagai korporasi besar yang telah berdiri selama dua generasi, pun melesat terbang melintasi mahligai porak-porandakan awan atas nama kemanusiaan menurunkan ulur bantuan ke negara-negara perang. Tuan dan Nyonya atas tiga puluh empat ribu kilometer kubik hutan tanpa bunga dengan sandyakala niskala senja paling indah berpendar lembayung yang jatmika terlukis di jendela.
"Emmh!" Keenan mengerang kecil sebab rasa kantuk kini benar-benar sudah raib darinya, pula membuka mata sedikit gusar lantas meraih tangan Eisha mengekor ke meja makan.
Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi Eisha selain hari-hari biasa yang tak istimewa, memasakkan Keenan sarapan, merapikan dasinya, membuat bekal untuknya sebelum bekerja, lantas melambaikan tangan ketika manhart hitam milik suaminya hilang di persimpangan jalan, pun kemudian membuka klinik hewan miliknya disamping mansion lantas menyirami selesa taman bunga milik mereka, walaupun kadang itu dikerjakan oleh ms. Elise dan anak-anak buahnya, namun pembantu di mansion mereka tidak menginap, mereka datang pukul sepuluh pagi membersihkan rumah dan pulang pukul lima, jadi acap puan itu merasa kesepian ditambah lagi mansion mereka terletak cukup jauh dari pemukiman Kota Quebec.
"Nanti aku ada pasien jam dua siang, anjing golden retriever punya ms. Odette, udah flu seminggu ngga sembuh-sembuh," Eisha berujar sembari memasukkan bekal kedalam tas suaminya yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Oh ya?"
"Iyaa, nanti ms. Odette kayaknya juga bawa anaknya, ituloh Noah, kita pernah ketemu di pesta pembukaan hotel Arapaima kemarin," ekor visus deragem Eisha melirik Keenan yang masih memutar ingatannya.
"Ooh iya inget," telunjuk Keenan terangkat seiring wajah bocah dengan gigi depan tanggal itu terproyeksi dalam otaknya, kurva tipis labium Keenan kemudian terbentuk sebelum telapak tangannya meraih tengkuk istrinya yang baru selesai mengepak bekal lantas mencium keningnya. "Nanti dia main disini gapapa ya?" Eisha mengangkat kedua alisnya tanda memohon. "Iyaa gapapa, asal jangan main ke basemen yaa," angguk Keenan seraya mengusap lembut pipi istrinya dengan ibu jarinya. "Iyaa."
"Jangan pernah masuk ke basemen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zamhareer.
RomanceMeskipun tempat itu terlampau dingin dan bersalju, Zamharir tetaplah sebuah neraka, Keenan. + updating every saturday ©Bnauree, 2024.