02 | Hubungan Khusus?

26 6 37
                                    

"Papah sudah bilang berulang kali padamu! Jika membawa motor jangan kebut-kebutan! Kenapa kau susah sekali dibilangin? Mau motornya papah rampas?" marah Anthony kepada putri sulungnya yang sangat nakal.

"Ya itu kan hanya ketidaksengajaan... Lagipula suruh siapa Arthur diam di tengah jalan? Dia memang tidak pernah waras," balas Akira dengan tanpa rasa bersalahnya.

"Sekarang kau justru menyalahkan Arthur?"

"Memang dia juga salah kok," putus Akira tak mau tahu.

"Tapi tetap saja, gara-gara perbuatan mu itu Arthur sampai masuk rumah sakit--"

"Kenapa papah malah membela anak orang sih?" sela Ayana dengan ekspresi kesal dan heran. Padahal biasanya Anthony selalu mendukung mereka walaupun mereka salah, tapi apa ini? Gadis itu sedikit curiga.

"Ya karena kalian salah, apalagi?" jelas Anthony.

"Pah, dengarkan aku. Arthur diam ditengah jalan, ditengah jalan... Iya kita memang salah karena kebut-kebutan, tapi apa maksudnya Arthur diam ditengah jalan seperti itu?" Ayana menjelasnya dengan pelan, agar ayahnya mengerti dengan maksudnya.

"Sepertinya dia hendak bunuh diri--"

"Jangan berbicara asal," sela Anthony kepada Akira yang berbicara sembarangan. "Baiklah, untuk masalah ini papah selesaikan. Lain kali kalau ada masalah seperti ini lagi, papah akan menindak kalian." Tegasnya sebelum pergi meninggalkan mereka.

Ayana mengerutkan keningnya--berjalan mondar-mandir berulang kali di depan Akira. "Papah sangat mencurigakan."

"Apanya?"

"Mengapa dia sangat membela Arthur? Padahal dia salah? Maksudku aneh bukan? Papah yang biasanya membela kita, walaupun dia tahu kita salah. Namun ini? Dan juga saat dirumah sakit, dia tampak canggung dengan bibi itu," curiga Ayana.

Akira mengerutkan keningnya dalam. "Maksudmu bibi Bella?"

"Ya, mereka juga sudah mengenal? Kenal darimana?"

"Oh, dulu kan selalu ada pertemuan orangtua. Mungkin mereka saling mengenal karena itu," jelas Akira yang berpikir positif.

Namun kepala Ayana tak bisa berpikir positif sama sekali. "Bisa jadi mereka punya hubungan khusus?"

Akira melotot. "Yang benar saja kau. Papah sudah tua, dia sudah tidak berminat untuk cinta-cintaan." Komentarnya yang tak percaya, justru tertawa dengan pendapat adiknya ini.

"Lagipula papah belum setua itu. Maksudnya papah itu masih pria matang. Kakek-kakek saja ada yang menikah lagi, masa papah yang baru umur segitu tak tertarik untuk menikah lagi?" jelas Ayana lagi. Setelah ini dirinya semakin yakin dengan hubungan mereka.

"Iya juga, tapi tak mungkin lah jika bibi itu bibi Bella. Konyol!" Akira bergidik ngeri membayangkannya. Bagaimana jika Arthur menjadi saudara tirinya? Mereka akan satu rumah? Dan sebagainya? Menyebalkan, bayangannya.

Perlahan senyuman itu memudar kala Akira mengingat lagi perkataan Sona beberapa tahun yang lalu.

"Kenapa kalian tak jodohkan orangtua kalian saja jika ingin keluarga kalian lengkap? Ayahnya Akira duda, sedangkan ibunya Arthur janda. Kalau mereka menikah, otomatis keluarga kalian bukan broken home lagi!"

Akira menepuk keningnya sendiri. Itu tak mungkin terjadi. Lagipula itu hanya ucapan anak kecil yang bermain-main saja, mana mungkin bisa nyata.

"Dasar Sona itu," gumamnya.

Ayana tampak membereskan barang-barangnya. "Oh iya kak, aku berangkat dulu ya?"

"Mau kemana kau?"

Ayana terlihat berpikir dan segera menjawab, "Kerja kelompok."

My Sweet Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang