05 | Diskotik

15 5 40
                                    

Arthur bukan tipikal orang yang senang dengan minuman beralkohol, berjoget-joget riang dengan wanita seksi dan musik yang kencang serta lampu yang kelap-kelip. Namun mengapa dia mengajak sahabatnya pergi ke tempat ini? Jelas karena dia hanya ingin fomo saja. Justru sekarang, pemuda ini bingung harus bagaimana.

Advait dan Vikram justru tengah asik berjoget riang dengan para perempuan seksi yang mereka temukan. Arthur hanya melihatnya dan terkekeh-kekeh, ia tidak bisa menjadi seperti mereka.

Senyuman diwajah tampan milik Arthur pun segera pudar, kala matanya melirik seorang gadis yang berpenampilan berbeda dari gadis lainnya--gadis itu tidak seperti hendak pergi ke Diskotik.

Perlahan Arthur pun melongo ketika menyadari siapa perempuan itu. Ia mengucek-ngucek matanya untuk memastikan dengan benar, siapa perempuan itu.

"Akira..." lirihnya panik.

Tanpa berpikir panjang, Arthur segera menarik kedua temannya--yang membuat para gadis itu terlihat kesal.

"Ada apa?"

"Akira... Dia ada disini!"

"Lalu?" Advait dan Vikram kebingungan.

"Nanti dia melihat ku disini!" jelas Arthur yang resah.

"Ini tempat umum yaar, ya wajar jika dia pergi ke tempat ini," jelas Advait keheranan.

"Tapi dia mengira jika kaki ku benar-benar patah. Dia juga mengatakan akan datang lagi menemui ku sampai aku benar-benar sembuh, dan jika dia melihat ku sedang disini mungkin dia tak akan datang lagi menemui ku," keluh Arthur.

Vikram tampak punya ide cerdik. "Jangan kabur, solusinya kau duduk dipojok sana. Pura-pura memegang kakimu, okey?"

Advait dan Arthur dibuat bingung--tetapi memilih melakukan rencananya dari pada harus keluar ditempat ini. Jarang-jarang sekali kan Arthur pergi ke tempat ini.

Sedangkan disisi lain Akira sedang melirik ke arah orang-orang yang sedang mabuk dan berjoget. Gadis itu bingung harus bagaimana ditempat ini, sedangkan Sona? Gadis itu sudah meninggalkannya dan memilih berjoget dengan pria lain.

"Apa yang harus ku lakukan disini?" gumamnya sembari melirik ke arah kursi paling pojok. Matanya pun sedikit menyempit tak kala melihat seseorang yang tak asing baginya.

Akira pun berjalan ke arah kursi paling pojok. Lalu berkacak pinggang dan menatap tajam pria di-depannya ini. Sedangkan si pria tersebut malah pura-pura tak melihatnya.

"Katanya masih sakit?" tanya Akira agak ketus.

Arthur pura-pura terkejut dan pura-pura baru melihat Akira. "Kau disini?" katanya agak gugup.

"Bukan, tapi disana! Jelas aku disini! Matamu burem!" ketus Akira. "Dasar anak mami ini, katanya sakit! Kenapa malah diam di diskotik?!" tanyanya seperti ibu kepada anaknya.

Arthur menunjukkan ekspresi terpaksanya. "A-aku-- sebenarnya-- coba tanya teman-teman ku saja."

Advait dan Vikram memberikan senyuman miringnya.

"Maksudnya apa?!" tanya Akira melotot.

"Begini; jadi kami memaksa Arthur untuk ikut kami kesini. Awalnya dia menolak karena merasa sakit, tetapi kami kekeh memaksa, jadi mau tak mau dia harus mau. Habisnya bibi Bella pergi keluar kota, kami tak berani meninggalkan Arthur sendirian dirumahnya," jelas Vikram detailnya.

Akira melirik ketus ke arah Vikram. "Apakah tidak bisa sehari saja absen ke club?!" gadis itu tak habis pikir dengan mereka--mengajak orang sakit pergi ke diskotik. Pandangan Akira beralih pada Arthur yang terlihat pasrah. "Kau juga, pasrah saja! Lawan mereka! Jangan lemah, dasar anak mami!"

My Sweet Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang