Advait dan Vikram tengah sibuk mempersiapkan Arthur agar tampil sempurna dihadapan Kiran nanti. Bagaimana pun malam ini harus sangat terkesan––Kiran harus sampai menyukai Arthur, sedangkan Arthur juga harus sebaliknya.
Tetapi wajah Arthur tak ada bahagia-bahagianya sama sekali. Pria itu justru menekuk wajahnya kesal, seolah-olah tak mau melakukan kencan seperti ini. Ya, memang tak mau, tetapi mau bagaimana lagi? Mereka memaksa. Lagipula apa faedahnya untuk mereka memaksa seperti ini? Arthur masih tak habis pikir.
"Kau harus tersenyum, apalagi dihadapan Kiran," pinta Vikram sembari membuat bibir Arthur agak tersenyum, tetapi ketika dilepas––senyuman palsu itu langsung hilang.
Advait berbisik pada Vikram. "Sudah lah biarkan saja. Nanti juga dia akan terpesona dengan kecantikan Kiran... Lalu dia akan terus tersenyum tanpa henti, hahaha..."
"Benar juga." Vikram setuju dengan pendapat Advait. Apalagi setelah melihat wajah Kiran di foto.
Arthur masih diam dengan ekspresi yang sama––benar-benar tak mau dijodoh-jodohkan seperti ini. Namun jika gadisnya adalah Akira, tanpa berpikir panjang ia pasti akan setuju.
"Jika aku tetap tak cocok dengan gadis yang kalian pilihkan, bagaimana?" tanya Arthur mulai membuka suara.
"Parah sih, secantik itu masih tak cocok?" Vikram menggelengkan kepalanya tak percaya.
"Ya sudah untukku saja, hahaha..." timpal Advait sumringah.
"Ya sudah untukmu saja," jelas Arthur.
"Ayolah, sehari saja kenalan lebih dulu. Setelah itu terserah kau mau bagaimana, ya?" pinta Vikram sungguh-sungguh.
"Tapi kalian tahu sendiri kan? Aku sukanya pada siapa, kenapa harus menjodohkan dengan orang lain? Kenapa tidak dengan gadis yang ku sukai?" Arthur benar-benar heran, sebenarnya mereka ini temannya atau apa?
"Kau kan tahu sendiri? Ibumu dan ayahnya berkencan, bagaimana bisa kami menjodohkan mu dengan Akira?" timpal Advait membuat dada Arthur nyeri.
"Itu belum terbukti benar ya!" tegas Arthur yang tak suka jika mengingat itu.
"Lagipula dugaan ku itu benar; mereka berkencan. Jadi sebelum semakin sakit, lebih baik kau memulai awal baru dengan orang baru ya?" Vikram kembali menyemangati Arthur.
Namun rupanya Arthur memang tak bersemangat sama sekali.
Mereka saat ini sudah berada di taman––menunggu Kiran yang akan didampingi Sona. Walaupun acara ini dibuat untuk Arthur, tetapi Advait dan Vikram lah yang paling deg-degan.
Tidak lama setelah percakapan mereka––Sona datang bersama dengan Kiran. Sona menggunakan pakaian casual, sedangkan Kiran menggunakan gaun berwarna pink.
"Lihat, mereka datang..." kata Vikram antusias.
Advait dan Arthur langsung menoleh.
"Hai..." sapa Sona ceria, sedangkan Kiran hanya tersenyum canggung––karena pertama kalinya bertemu dengan mereka.
"Hallo Kiran..." sapa Advait dengan senyuman mekarnya. "Aku sudah mendengar tentang mu dari Sona. Ternyata kau memang benar-benar cantik, lebih cantik dari pada di foto."
Kiran tersenyum malu. "Terimakasih..."
"Oh iya ini Arthur..."
Arthur hanya tersenyum canggung. Advait sedikit melotot padanya lalu mengarahkan tangan pria itu agar mengulur, mengarah kepada Kiran.
Melihat itu refleks senyuman Kiran sedikit memudar––Arthur tampak sangat terpaksa; terpaksa tersenyum, terpaksa mengulurkan tangan, seolah-olah memang terpaksa melakukan perkenalan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Brother
RandomArthur selalu menjadi penggemar beratnya Akira selama masa di sekolah. Gadis itu pemberani, galak dan menggemaskan--ia selalu mempunyai ide cemerlang di otaknya yang membuat Arthur sangat-sangat menyukainya. Namun pemuda itu tak pernah berani menyat...