Bab 2 : Buku Aneh?

61 47 4
                                    

~•°°•~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~•°°•~

Baiklah, ia menyerah. Setelah sang Kakak menjelaskan semuanya, ia mengangguk, mencoba mengerti akan situasi yang terjadi.

"Esok kita akan berangkat bersama menuju kerajaan, lalu berpisah di depan gerbang. Kau akan mengikuti pelatihan menjadi tabib, dan aku akan mengikuti pelatihan menjadi Prawara."

Prawara, sebutan untuk Prajurit wanita.

Sereia mengangguk mengerti, ia berpikir sejenak, kemudia berucap. "Kapan kakak akan pulang?"

"Tiga bulan sekali."

Sereia berdehem sebagai jawaban. Tunggu, ia ingat satu hal.

"Lalu, aku makannya bagaimana?!" tanyanya protes

"Tentu saja, kau harus memasak sendiri."

"Apa, bagaimana, tidak bisa! kakak tau aku tidak bisa memasak. Dan kakak akan pergi selama enam bulan, yang benar saja!"

"Selama mengikuti pelatihan kau akan tinggal diasrama Devent. Setelah resmi, kau diperbolehkan untuk kembali kerumah. Namun, tetap saja kau harus belajar memasak Rei."

Alis gadis berambut coklat ikal itu menukik tajam, pandangannya seolah menusuk telak ke arah iris abu milik sang kakak. "Kalau begitu, ajari aku memasak!"

"Tidak bisa, ini sudah malam, pergi tidur."

"Kalau begitu, esok!"

"Tidak ada waktu untuk esok, kita akan pergi pagi-pagi dan mungkin hanya sarapan roti."

Setelahnya Amberlein pergi menuju kamarnya, meninggalkan sang adik yang masih mencak-mencak tak terima.

"Mana cukup hanya roti?! kambing saja makan rumput dan dedaunan, terkadang juga buah-buahan! ayam juga makan gandum, bergizi! aku akan mati kelaparan jika hanya makan roti, kakak!"

Ya, itu benar Sereia. Sekarang pergi tidur.

••••


Sereia diam menahan tangis. Pelatihan macam apa ini! bagaimana bisa kami para orang-orang 'baru' diajari dengan begitu kejamnya.

"Tidak berguna! hanya mengobati goresan kecil saja kau tidak bisa! sampah! kau tidak pantas berada disini!"

Berhenti menggunakan tanda seru, itu sangat menyakitkan...

Sereia memegang kain dan daun yang sudah dihaluskan dengan tangan gemetar. Air matanya sudah turun begitu saja, ia menghela nafas, lalu berusaha fokus kembali.

"Sudah cukup, hentikan. Waktunya istirahat, kalian diberi waktu sampai lonceng ketiga berbunyi, lalu kembali bersiap-siap untuk tes berikutnya."

Sereia menaruh kain dan daun hancur itu di papan sebelahnya, mengusap kasar air matanya, ia menoleh saat punggungnya terasa ditepuk. Itu Cassey, perempuan yang juga terpaksa menggantikan peran kakaknya.

Senerety - In The Scenery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang