Bab 8 : Pangeran William

57 38 0
                                    

~•°°•~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~•°°•~

"Apa hukumanmu hanya sebatas ini?"

Memangnya kau berharap apa? hukuman mati?!

"Sepertinya sangat tidak pantas, jika Putra Mahkota berbicara dengan kasta rendahan sepertiku." Jujur saja, diriku hanya sudah pening. Matahari sudah menunjukkan waktu siang hari dan itu sangat panas! tubuhku terasa seperti dipanggang hidup-hidup.

"Kau sudah tidak menyebutku Raja."

Cih, setidaknya mari panas-panasan bersama! bukan malah dengan santai duduk dipinggir koridor sembari menatapku seolah aku adalah binatang buruan yang tidak boleh terlepas.

"Rasanya aku ingin pingsan, sungguh!" Aku tidak berbohong.

Tak ada jawaban, hingga tak lama. Pandanganku memburan, telingaku berdenging, kepalaku terasa berat hanya sekedar untuk tegap. Tubuhku limbung, dan yang terakhir kudengar adalah suara milik Putra Mahkota.

"Sereia!"

Dan terlihat raut panik diwajah itu.

•••

Tubuhnya dibaringkan diatas kasur, suhu tubuh Sereia terasa dingin, tidak, sangat dingin. Padahal cuaca hari ini sangatlah panas. Tabib Berlin dengan cekatan meracik ramuan, ditemani Cassey juga tabib pengganti lainnya diruangan itu.

Menyelami alam bawah sadar Sereia. Gadis itu kembali mendapati mimpi nyata yang sama.

Ruangan putih tanpa ujung, angin yang selalu berhembus pelan tanpa henti. Juga peri Reshila yang setia menemani. Jangan lupakan tubuhnya yang berubah dengan pesat. Raganya terasa sumbang, dingin, tak merasakan apapun saat disentuh. Seperti, mati rasa. Namun, jiwanya hangat, ia dapat merasakan ketenangan yang selalu mendominasi tubuhnya yang dingin.

"Apakah ini mimpi, peri?"

Peri itu kembali berterbangan, merasa senang ketika manusia didepannya menerima atensi dirinya. Setelahnya berhenti tepat didepan Sereia.

"Tentu saja bukan. Kau tidak tertidur, La Luna. Tubuhmu diam, namun jiwamu melayang ke tempat ini." Nada bicaranya terdengar antusias.

Sereia mengernyit bingung, kemudian tubuhnya kembali melayang dengan cahaya biru yang menyelimuti, ia tak merasakan rasa apapun, tubuhnya benar-benar seperti kapas.

"Namaku Sereia, bukan La Luna," tunjuknya pada dirinya sendiri.

Peri itu nampak ragu untuk berbicara. "Tetap saja, aku akan memanggilmu, La Luna."

Senerety - In The Scenery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang