Bab 6 : A Fairy

41 39 0
                                    

~•°°•~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~•°°•~

"HEI JANGAN MENGGANGGU MEOGIE!"

Sapphire berlarian ke arah Meogie yang meraung, merasa terganggu akan jahilnya para Elf.

•••••

Setelah mengikuti sarah dari sosok lelaki berjubah hitam itu. Sereia bernafas lega saat langkahnya telah sampai didepan gapura desa Arilue. Sejenak ia berterima kasih dengan lelaki yang tak ia kenal.
"Jika saja bertemu lagi, aku akan berujud dikakimu!"

Sereia merentangkan kedua tangannya, seolah mengajak desa ini untuk berpelukan. Papan kayu yang sudah rapuh bertuliskan 'Desa Arilue' terpampang nyata. Ia mengelusnya, menepuk-nepuk kayu itu hingga salah satu baut disana terlepas. Sereia menarik tangannya, papan itu sudah tak sejajar lagi, hanya bergantung disalah satu sisi. Ia menutup mulutnya, menatap sekeliling berharap tidak ada penduduk desa yang melihat kelakuannya.

Ia berjalan menyusuri pasar, butuh beberapa menit untuk dirinya sampai dirumahnya.

"REI!"

Sereia menoleh, mendapati satu bocah laki-laki dan satu bocah perempuan yang duduk disalah satu lapak pedagang.

"Sadewa! Sadira!"

Dua anak kembar itu berlari menghampiri Sereia yang juga berlari kecil menghampiri keduanya.

"Kau kemana saja Rei?" tanya Sadira yang mengajaknya duduk.

Tidak, mereka bukannya tak sopan. Karena dirinya lah yang menyuruh teman-temannya memanggilnya dengan sebutan nama langsung, tanpa embel-embel 'kakak'. Bukankah wajar? kan mereka berteman. Walaupun terkadang para orang tua mereka tetap menyuruh untuk memanggil dengan sebutan yang sopan.

"Aku sedang ada urusan dikerajaan Emerald," jawab Sereia sembari memakan kue kering yang ia ambil dari bakul disampingnya.

"Apa?! bukankah kau membenci kerajaan itu?"

"Aku tidak membenci kerajaan itu, aku hanya membenci sistem yang berjalan disana," elak Sereia.

Sadewa, bocah laki-laki berumur sepuluh tahun itu menepis tangan Sereia yang akan mengambil kue milik ibunya, kue itu kan dijual!

"Tetap saja, kau membenci."

Sadira, adik perempuan Sadewa yang kini menginjak umur delapan tahun memberikan segelas air putih untuk Sereia, dan diterima dengan baik oleh sang empu, tak lupa mengucapkan 'terimakasih'.

Senerety - In The Scenery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang