Bab 3 : Lelaki biru, Sapphire.

58 44 2
                                    

~•°°•~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~•°°•~

"Putra Mahkota sialan! lihat saja kalau aku menemukannya, aku akan menginjak-injak harga diri lelaki itu! aku benar-benar marah! sangat marah!"

Huh, pakaiannya sudah kotor, juga robek dibeberapa bagian. Jika saja lelaki berwajah datar itu tak mengambil buku miliknya, ia tak akan berakhir na'as seperti ini tau!

Lalu, sekarang ia akan kemana?

Tempat yang biasa ia datangi hanya ruang Devent dan lapangan Devendor--tempat biasa para tabib berlatih. Namun, kali ini lebih baik ia lontang-lantung saja, daripada berhadapan langsung dengan wajah garang milik Daegun. Itu mengerikan!

"Oh ya, Mance! Astaga, bagaimana ini...Bukankah Mance sudah tidak makan dua hari? bisa bisa aku dipenggal si Amber amber itu!"

Sereia menatap sekeliling, tempat ini terlihat sepi, berbeda dengan Aula yang selalu ramai orang berlalu-lalang. Bagian belakang Kerajaan memang selalu sepi, tepatnya di gedung Devent, hanya ada beberapa pengawal yang berjaga, selebihnya selalu berada di tempat utama. Auditorium.

Hah...dia jadi rindu dengan desa Arilue, suasana disana sangat berbanding terbalik dengan suasana ditempat ini. Ia rindu dengan teman-temannya, lingkungannya, juga, kakaknya...

Kau begitu dramatis Sereia, bahkan dua hari baru saja terlewat dan kau menganggap seolah satu tahun lebih kau meninggalkan desa Arilue.

"Haruskah aku pulang?"

Sereia kembali berpikir keras. "Ah, sudahlah, pulang saja. Toh, nanti juga kembali kesini lagi."

Kakinya melangkah dengan pasti, lalu berhenti sejenak. "Tunggu, bagaimana dengan konsekuensinya?"

Gadis itu mengacak rambutnya, ia bimbang, ia takut dimarahi kakaknya jika tau nanti.

"Hey! menyingkirlah dari jalan!"

"Eh."

Sereia menoleh, mendapati seorang kusir dengan gerobak berisi buah-buahan hendak melewatinya. Ia mengulurkan tangannya, sembari menatap kedepan, dan...

Hap!

Sebuah apel berwarna merah segar sudah berada ditangannya, ia tersenyum lebar, mengelap buah itu dibajunya.

"Aku tidak mencuri, apel ini yang tiba-tiba berada ditanganku," elaknya.

Ia menggigit apel itu sembari terus berjalan.

Dirasa itu adalah gigitan terakhir, Sereia membuangnya asal. Ia mengernyit saat mendapati dirinya berada ditempat ini.

"Loh, mengapa aku tiba-tiba berada disini?"

Ia memukul pelan kedua kakinya. "Hais, kalian ini, kenapa bisa tau kalau aku ingin pulang."

"Sungguh hari keberuntungan." Sereia tersenyum senang, menampilkan gigi rapih miliknya, bibirnya mengerucut sembari memandangi sekitar.

"Bagus, tidak ada orang." Setelahnya, ia bersiap untuk memanjat dinding dihadapannya.

Untung saja dirinya memakai celana tambahan, bisa memudahkan untuk menjalani misi ini. Pelan namun pasti, dirinya sudah duduk diatas dinding itu, ia bersiap meloncat turun.

 Pelan namun pasti, dirinya sudah duduk diatas dinding itu, ia bersiap meloncat turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Wah~sudah berapa lama aku tak menginjakkan kakiku di kerajaan ini."

Langit terlihat memancarkan sinar jingganya akibat pantulan sinar matahari. Di ufuk barat, warna-warna itu menutupi sebagian besar langit biru yang akhirnya berubah warna. Kedua warna itu seolah asik mengobrol sembari menikmati pesona bumi dari atas. Ditemani nyanyian burung bagai melodi yang menemani sunyinya cakrawala.

Bunga-bunga bermekaran, menciptakan suguhan indah disepanjang jalan. Warna-warnanya seakan asik mencibir Lingkup kerajaan yang suram tak berwarna. Musim semi diakhir bulan ini sebentar lagi akan usai, digantikan dengan turunnya salju yang entah kapan dimulai. Entah diawal bulan esok, atau meloncat hingga bulan keesokannya lagi. Kalender Emerald menyatakan bahwa tahun ini, musim salju akan turun tak pasti. Dihimbau agar masyarakat dapat menyiapkan diri.

Lelaki berambut biru itu mengutip bunga berwarna merah muda di pelataran kerajaan. Niatnya, ia ingin mengunjungi kakaknya atas suruhan dari sang Ayah. Jujur saja, dirinya sangat malas bertemu dengan wajah datar milik lelaki yang sayangnya memiliki status sebagai kakak kandungnya.

Bunga yang tak ia ketahui namanya itu memiliki lima kelopak. Warnanya berpadu antara merah muda dan putih dibagian tengah. Semakin lama, ia semakin memperhatikan detail bunga ditangannya.

Setelah melewati beberapa Asrama yang terlihat asri dengan tanaman yang terawat. Kini, ia menghentikan langkahnya di depan Asrama Devent. Asrama itu tak sebagus Asrama-Asrama sebelumnya. Hanya memiliki Dua pintu dengan atap datar. Warna yang gelap, juga tanaman liar tak terawat. Terlihat suram, dan tak berpenghuni.

Dahi lelaki bersurai biru itu mengernyit, saat mendapati seorang gadis dengan apel ditangannya yang asik menggerutu disepanjang gadis itu berjalan. Gaun lembut berwarna merah muda sangat kontras dengan Asrama Devent dibelakangnya.

Ia terpana.

Sungguh! gadis itu benar-benar cantik dengan kesan feminim dimatanya!

Ia mengikuti gerak-gerik gadis yang berjarak lima meter darinya. Bunga ditangannya sudah ia arahkan kearah gadis itu, salah satu matanya menutup, mencoba mensejajarkan sekuncup bunga merah muda dengan gadis bergaun merah muda didepannya.

Kemudian, apel itu dilempar asal. Bunga ditangannya terjatuh, mulut lelaki itu terbuka saat melihat gadis didepannya sudah mengangkat tinggi-tinggi gaunnya dan bersiap untuk memanjat pagar.

Hilang sudah image 'feminim' dibenaknya.

Gadis itu benar-benar jauh dari kata feminim. Dan, teknik memanjat itu seperti sudah terlatih sejak dini! Wah! apakah ini salah satu kejutan dari Kerajaan Emerald?! sepertinya ia harus melaporkan pada kakaknya.

Dengan langkah cepat, ia hendak menghampiri pagar yang kini sudah menjadi penopang tubuh gadis berambut coklat itu. Namun, tak lama, ia mendesah malas saat seorang penjaga mendekat kearahnya.

"Putra kedua Duke Harvest. Tuan Sapphire, apa yang tuan lakukan disini?"

Lelaki bernama Sapphire itu memutar bola matanya malas. "Sudahlah, panggil Sapphire saja. Kalimatmu terlalu rumit, membuatku ingin rasanya membuangmu ke desa Hageu."

Desa Hageu. Desa mati, yang katanya menjadi tempat pembuangan mayat korban peperangan.

Mendengar hal itu, penjaga dengan tombak ditangannya membungkuk hormat. "Maaf Tuan Sapphire."

Ia menegakkan tubuhnya saat merasa bahunya disenggol.

"Hei, kau tidak lihat itu?--

Tunjuknya ke arah gadis di atas pagar.

--bukankah gadis itu terlihat seperti hendak kabur?"

Senerety - In The Scenery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang