🔥04🔥

297 40 3
                                    

Kata orang, dunia novel dengan genre romansa itu kecil, tidak seluas membuat novel fantasi. Ungkapan itu ternyata benar. Dunia dengan genre romansa itu terlalu kecil, seperti yang Xavira rasakan langsung beberapa hari yang lalu.

Seseorang terlihat pucat berdiri di atas anak tangga. Saat Xavira melewati tangga, pria itu terjatuh menimpa Xavira hingga tangan kirinya patah. Sungguh sial nasibnya. Dengan keadaan satu tangan yang patah, ia tidak dapat menghindari tokoh utama pria ketiga.

Nicomedes Constantia, pemilik Universitas Helion yang dimasuki Xavira baru-baru ini, terjatuh dari tangga dan ditolong oleh seorang mahasiswi cantik dari jurusan manajemen bisnis, tidak lain adalah Xavira. Karena Xavira sampai mengorbankan tangan kirinya, Nicomedes merawat Xavira sebagai kompensasi dan hadiah.

Seharusnya Nicomedes bertemu dengan pemeran utama wanita di kampus lamanya. Entah mengapa pria itu berada di kampus Helion. Xavira tidak habis pikir. Pria itu terlihat lembut dan juga perhatian pada orang lain. Akan tetapi, Xavira tahu sifat aslinya. Pria itu tidak suka direpotkan, kepribadiannya kasar dan ringan tangan.

Sudah beberapa kali Xavira mencoba 'mengusir' Nicomedes dengan cara halus, tetapi pria itu justru bertahan dengan menatapnya dengan tatapan memuja. Xavira mengumpat dalam hati, pasalnya pria itu kini terlihat manis dengan menyuapi Xavira. Bahkan menuntun Xavira ketika ingin bangun dari ranjang pasien.

"Hanya tangan kiriku yang patah, bukan seluruh tulangku," ujar Xavira yang merasa gemas pada Nicomedes yang berupaya membantunya.

"Tetapi itu akan bahaya jika kau terjatuh, Nona Rosmannace," balas Nicomedes yang terlihat begitu perhatian.

"Lo ngedoain gue jatoh? Sialan, mulut keseringan jilatin orang, sekarang malah nyumpahin orang!" ujar Xavira, menatap tidak percaya ke arah Nicomedes.

Dan seperti orang lainnya, tidak ada yang mengerti apa yang dikatakan Xavira dengan bahasa dunia asalnya. Xavira tidak peduli sampai harus menatap nyalang pria yang telah ia tolong.

"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan, Nona," ujar Nicomedes sambil mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

Xavira menghembuskan napasnya perlahan. Setidaknya ia harus bersabar menghadapi pria bermuka dua seperti Nicomedes. Jika Xavira mengingat kembali kisah tokoh utama wanita, nasibnya begitu buruk dengan akhir yang buruk juga. Meski ada kesan manis yang mendalam dari beberapa plot, akhir ceritanya tetaplah buruk.

"Aku baik-baik saja, Tuan Constantia. Setidaknya hari ini dan ke depannya Anda tidak perlu datang lagi. Dan sebagai ganti hadiah Anda yang merawat saya di sini, aku ingin hidup damai di kampus. Penjagaan yang ketat aku butuhkan agar terbebas dari penguntit," kata Xavira begitu lembut sampai Nicomedes merasa akan mencair dibuatnya.

"Kalau begitu, sebagai tambahan, aku ingin kau memanggilku Nico. Aku ingin kita lebih dekat satu sama lain," jawab Nico sambil mengerling nakal.

"Baiklah, Nico. Aku harap kau menepati janjimu," jawab Xavira begitu saja menyebut nama Nicomedes.

Wajah Nico berseri-seri. Ia bangkit dari duduknya dan segera mengecup kening Xavira, lalu berpamitan pergi. Xavira mematung sejenak dengan apa yang dilakukan Nico barusan. Jantungnya seperti berhenti berdetak dan napasnya pun juga.

"Si goblok!" desis Xavira yang baru sadar dari keterkejutannya.

Demi menenangkan hati dan pikirannya atas kelakuan Nico, yang cukup membuatnya kesal setengah mati, Xavira memilih berjalan-jalan di halaman rumah sakit terbesar di kota Toronto. Duduk di bawah pohon besar dengan cuaca yang sejuk membuatnya merasa tenang.

Brugh

Xavira membuka matanya ketika mendengar suara benda jatuh. Ia melihat ke kiri dan kanan, lalu bangkit setelah melihat seseorang terjatuh dari kursi rodanya. Ia segera mendekat dan melihat apa yang terjadi.

The Hell TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang