🔥11🔥

185 10 0
                                    

Xavira masih terheran-heran dengan bagaimana seorang figuran dalam novel—yang namanya hanya disebut sekali dan latar belakangnya tidak dijelaskan secara mendalam—bisa memiliki dampak yang begitu besar. Ia terus memikirkan pertanyaan tersebut saat ia dibawa ke sebuah lokasi yang tampak seperti pabrik besar dan megah. Bangunan itu menjulang tinggi, dengan dinding-dinding beton yang dingin dan jendela-jendela yang tertutup rapat, memberi kesan industrial yang sangat kuat.

Saat itu, Xavira ditemani oleh Jun, seorang pria bertubuh kekar dan berpenampilan rapi. Jun adalah salah satu anak buah dari penelepon yang menghubungi Xavira sebelumnya. Ia tampak tenang dan profesional, dengan senyum yang tidak pernah pudar di wajahnya.

"Tuan Paris akan datang beberapa saat lagi. Ia sedang menyelesaikan beberapa urusan dengan bawahannya," ujar Jun, suaranya terdengar ramah dan sopan. "Sementara itu, silakan Bos Xavira duduk. Saya akan membuatkan kopi hitam seperti biasa."

Xavira mengangguk singkat, tetapi kemudian mengganti permintaannya. "Ganti, aku sedang ingin meminum teh leci."

Jun mengangguk mengerti dan dengan cepat pergi ke ruang lain di dalam pabrik untuk memenuhi permintaan Xavira. Xavira melangkah ke ruang tunggu yang sederhana namun fungsional. Ruang tersebut dilengkapi dengan beberapa kursi kulit yang menghadap ke meja kopi yang bersih. Di dinding, ada beberapa poster industri yang tampak sudah usang, dan lampu-lampu neon berpendar lembut memberikan penerangan yang dingin dan tidak hangat.

Xavira duduk di salah satu kursi yang empuk, mencoba membuat dirinya nyaman di tempat yang tampaknya tidak terlalu bersahabat. Sambil menunggu, ia memandangi sekitar ruang tunggu. Dari sini, ia bisa melihat ke luar jendela besar yang menghadap ke area pabrik yang lebih luas, dengan mesin-mesin besar dan barang-barang yang tersimpan di rak-rak tinggi.

Dia merasa jantungnya berdebar-debar, penuh dengan rasa penasaran dan ketidakpastian. Xavira mulai meragukan keputusannya untuk datang ke sini. Namun, dia tahu bahwa dia harus mengetahui lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik layar, terutama terkait dengan bisnis ilegal yang telah dia temui dan pihak-pihak yang terlibat.

Beberapa menit kemudian, Jun kembali dengan secangkir teh leci yang beraroma harum. Teh tersebut diletakkan di meja di depan Xavira, dan Jun memberikan senyuman sopan sebelum mundur beberapa langkah.

"Silakan, Bos. Jika ada yang Anda butuhkan, jangan ragu untuk memberi tahu saya."

Xavira mengangkat cangkir teh leci dan menghirup aromanya yang menyegarkan. Rasa manis dan sedikit asam dari teh leci membangkitkan rasa nyaman di tenggorokannya, sedikit mengurangi ketegangan yang dirasakannya.

Sambil menunggu, Xavira merenung, mengingat kembali percakapan telepon yang mengejutkannya. Tidak ada yang benar-benar menjelaskan dengan rinci mengapa seseorang yang tampaknya hanya figuran bisa memiliki latar belakang yang begitu mempengaruhi jalannya cerita.

Dia melirik jam tangannya, berharap agar Tuan Paris segera tiba agar ia bisa mendapatkan jawaban yang ia cari. Ruang tunggu ini mungkin terlihat sederhana, tetapi ia tahu bahwa apa yang akan terjadi selanjutnya bisa mengubah segalanya.

Setelah beberapa waktu, Paris akhirnya tiba di ruang yang besar dan tampaknya sangat aman, sesuai dengan kesan pabrik yang tadi Xavira lihat. Paris, seorang pria dengan penampilan yang sangat terjaga, mengenakan jas hitam yang pas di tubuhnya. Ia memiliki wajah yang serius namun ramah, dan mata yang tajam. Begitu ia memasuki ruangan, suasana terasa berubah—seakan kehadirannya membawa aura otoritas dan kepercayaan diri.

"Selamat pagi, Bos Xav," ucap Paris dengan suara yang tegas dan sopan. Ia memberikan hormat kecil sebelum melangkah lebih jauh.

"Selamat pagi, Paris," jawab Xavira sambil duduk di kursi yang disediakan. Ia mengamati Paris dengan penuh perhatian, menunggu penjelasan tentang apa yang terjadi.

The Hell TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang