Dua Puluh Sembilan

274 11 6
                                    

Hari ini Garam bolos kerja. Ruby tidak bisa ditinggalkan. Sejak pagi perempuan itu bolak balik kamar mandi karena muntah. Bahkan semua makanan yang baru masuk kemulut langsung dimuntahkan. Mana tega Garam meninggalkannya bersama pelayan.

Siang hari, ia menenami Ruby di ruang TV. Katanya Ruby ingin menonton TV, Garampun menurut saja. Asalkan Ruby tidak muntah lagi.

"Mau makan apa? Lo harus makan, kasihan bayinya," ujar Garam.

Ruby menatap layar televisi sambil berpikir mau makan apa. Seharian ini Garam memang selalu menuruti keinginanannya. "Aku mau ponselku hubby," pintanya.

Garam mengerutkan keningnya, merasa aneh karena Enbi menanyakan ponsel padanya. "Ponsel? Mau beli lagi atau gimana?" tanyanya tak paham.

Ruby menghela napas panjang. "K-kemarin kayaknya ketinggalan di apart by," jawabnya gugup saat menyebut kata apartemen. Karena bagi Ruby, itu memori buruk yang tidak ingin ia ingat.

"Nanti gue cariin, tapi seenggaknya lo harus makan untuk kali ini," tawar Garam yang langsung diangguki oleh Ruby.

"Sekarang bilang, lo mau makan apa?" tanya Garam.

Karena Ruby malas berdekatan dengan Garam. Akhirnya muncul sebuah ide diotaknya. "By, aku pengen makan cilok, cilor, cireng, cimol, cirambay, tapi kamu yang harus beli by," bohongnya.

Garam mengeryitkan dahi. "Makanan apa itu? Itu nggak sehat! Cari yang lain!" tolaknya yang entah kenapa membuat Ruby merasa sensitif. Kedua bola matanya entah kenapa memanas. Garam sampai terkejut saat tiba-tiba air mata mengalir dari kelopak mata Ruby.

"K-kenapa?" gugup Garam.

"Maaf tuan kalau saya lancang, tapi dulu istri saya pas hamil juga gitu, sensitif, dan ngidamnya aneh-aneh," sahut Pak Kodir kepala penjaga di rumah ini.

"Oh ya? Emang bisa gitu?" tanya Garam.

"Benar tuan, dulu istri saya malah ngidamnya ekstrim banget. Pengen liat pinguin berjemur di sawah," ujar Pak Kodir yang refleks membuat Ruby terbahak.

"Kok bisa kepikiran itu istrinya Pak? Pasti seru juga tuh," ucap Ruby yang membuat Garam mendelik kearahnya. Tiba-tiba perasaan Garam menjadi tidak enak.

Sebuah ide jail mendadak terbesit diotak Ruby. Ia melirik sekilas ke Garam yang menatapnya, lalu dengan cepat ia putus. Tersenyum licik menyiapkan rencana. Hitung-hitung membalas perbuatan Garam. Lagian sepertinya Garam sudah agak luluh setelah Ruby hamil. Jadi dia bisa menggunakan anak ini untuk melakukan rencananya untuk kabur.

"By."

"Apa?" Garam menjanwab malas saat melihat wajah Ruby yang melas dan kedua matanya yang menyiratkan permohonan.

"A-aku b-boleh l-liat hi-"

"Nggak ada! Nggak ada pinguin berjemur di sawah!" bentak Garam yang  membuat Ruby meneteskan air mata. Kehamilannya ini membuatnya sensitif. Dia tidak akting kalau untuk menangis.

Selanjutnya yang Garam dengar suara isakan kecil. Namun Garam tidak ingin melihat. "Jangan mentang-mentang gue baik sama lo, lo bisa seenaknya sama gue!" peringat Garam.

"Huhu hubby jahat!" Ruby terisak lalu berdiri dan berlari menuju kamarnya.

Garam tak ada niat untuk mengejar. Dia paling benci dengan drama. Dia juga tidak suka dengan sikap Ruby yang manja dan sensitif itu.

"Turutin aja tuan. Daripada anak tuan nanti ileran loh," ucap Pak Kodir mencoba membujuk.

Namun Garam menggeleng. Tetap pada pendiriannya, bahwa tak ingin menuruti hal konyol yang diinginkan oleh Ruby.

"Gausah peduliin dia, sekarang anter saya beli makanan gak jelas tadi!"

●●●●

Setelah kepergian Garam, Ruby memanfaatkan waktunya dengan baik. Ia langsung bergegas menuju kamar Liza. Kali ini, dia akan mengemis pada adik iparnya untuk dipinjami ponsel. Bagaimanapun, dia harus memeriksa emailnya apakah dibalas oleh Daye atau tidak.

Demi terlepas dari misi ini, ia harus mengesampingkan mentalnya terlebih dulu. Dia sudah muak harus berhubungan keluarga Darmawan. Sesampainya di depan kamar Liza, Ruby langsung mengetuk pintu.

Tok tok

"SIAPA?!" teriak Eliza dari dalam kamarnya.

"Ruby," jawabnya agak keras.

CKLEK

Pintu terbuka, menampilkan Eliza yang sedang memakai tank top dan hotpans. "Kenapa sih? Udah akur sama suami loe, jangan cari gue kenapa sih!" gerutunya kesal.

Ruby menelan ludah, sejujurnya dia juga malas merecoki Eliza. Si ipar mulut rombeng yang suka menghina itu, jujur saja Ruby juga benci padanya. Hanya saja, Ruby pikir Liza satu-satunya orang yang bisa membantunya. Pasalnya Liza salah satu dari keluarga Dermawan yang membencinya. Karena itu, sepertinya mencari Liza adalah pilihan yang tepat.

"Liza, aku boleh pinjam hp ga?" cicitnya yang langsung membuat kedua mata Liza membola.

Selanjutnya Liza malah tertawa renyah. "Ya ampun ipar, minta sama suami lo kenapa? Miskin amat jadi orang, lagian si Uyah kan di rumah, ngapain sih pinjem hp gue!" ejeknya.

Dalam hati tentu saja Ruby tidak terima diejek begitu. Apalagi sekarang dia sedang hamil. Perasaanya begitu sensitif, akhirnya karena sakit hati. Ruby tak bisa mengontrol perasaanya, ia memilih tak jadi pinjam ke Liza.

"Nggak jadi! Aku minta beli suamiku aja, hp terbaru yang paling mahal," sombongnya yang membuat amarah Liza tersulut.

"Heh matre amat lo jadi orang! Gue aja dari kemarin minta iphone baru nggak dibeliin. Beraninya lo minta kakak gue! Dasar matre, ketauan kan lo sekarang. Kalau tujuan lo nikahin kakak gue cuma buat morotin!" serangnya yang membuat Ruby kesal.

Ruby juga ikut-ikutan emosi. "Kalau iya kenapa? Aku kan istrinya. Kenapa kamu iri kalau aku dibeliin hp suamiku," kilahnya yang ditertawai sinis oleh Liza.

"Istri nggak dianggep kali maksudnya," ejeknya.

Ruby mengepalkan kedua tangannya. Harusnya dia tidak marah karena apa yang diucapkan Liza memang benar adanya. Hanya saja, semenjak hamil perasaanya sungguh sensitif. Hal yang sepele kadang membuatnya menangis atau marah. Dan sekarang Ruby sudah mewek. Padahal sebenarnya dia tidak ingjn menangis, karena takut dikatai lemah. Tapi mau bagaimana lagi? Keadaanya yang berbadan dua sepertinya semakin membuat rencananya tak berjalan mulus.

"Woy diem lo! Manja banget jadi orang, diajak debat aja nangis! Diem gak lo!" Liza menggerutu sendiri karena takut ketahuan Garam dia membuat Ruby menangis. Pasalnya, uang jajannya pasti akan dipotong oleh Garam nantinya.

"Kamu jahat banget Eliza, aku cuma mau pinjam hp tapi malah kamu kata-katain," balas Ruby dengan terisak.

Liza merasakan pening dikepalanya. "Ok, gue pinjemin. Tapi lo kudu diem bangsat!" umpatnya.

Ruby langsung menyeka air matanya. Tak menyangka kalau hanya karena menangis dia langsung dipinjami. Huh, tau gitu dia tak perlu membalas nyinyiran Liza dan langsung menangis saja. Dan sekarang Ruby jadi tau, kelemahan Liza adalah ketika dia menangis.

"I-iya Liza."

Liza membawa Ruby masuk ke kamarnya dan menyerahkan ponselnya.  "Nih cepet, gak lebih dari 5 menit!" tegasnya yang diangguki oleh Ruby.

Buru-buru Ruby mengambil ponsel Liza.

to. Daisy@thhddn.hd
from : elizabethdrmwn@jmail.com

Code blue
Rby
Setelah dibaca, block

Jebakan Cinta (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang