Set

1.1K 13 0
                                    

Garam, Ruby, dan Lisa sampai di kediaman keluarga Darmawan. Mansion yang besar dan mewah itu milik keluarga Darmawan.

Masuk ke dalam rumah, Mereka sudah di sambut oleh banyak orang. Lalu datang seorang wanita cantik berjalan ke arah mereka.

"Garam, Lisa! Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Tera, Ibu Garam dan Lisa.

Tera memegang bahu Garam, mencoba meyakinkan berita itu tidak benar. "Garam, ini nggak benar kan?" tanya Tera, lalu melirik Ruby yang tersenyum padanya. Sementara Tera melengos tak membalas senyuman Ruby. Ruby hanya tersenyum pahit.

Lalu Ruby melirik ke arah Ruang tamu yang besar itu. Di sana, ada 2 wanita paruh baya, lalu satu wanita seusia Ibu Garam. Satunya lagi masih sangat muda, kira-kira dua tahun di bawah Ruby.

Ruby berpikir, apakah rumah Garam memang selalu seramai ini? Lalu pandangan Ruby menuju ke lelaki paruh baya yang menatap kehadiran Garam dengan bengis. Oh Ruby ingat, dia adalah Genta Darmawan. Ayah dari Garam Darmawan.

Tunggu.

Ada yang aneh dari Ruby. Menurut rapat kemarin. Genta Darmawan di katakan memiliki dua anak laki-laki dan satu anak perempuan. Tapi anak perempuan itu bukan Lisa. Lalu lagi, Ruby melihat di berita, yang di posting foto Ibu bukan wanita di depanya ini.

Ruby jadi pusing sendiri. Tapi inilah tugas Ruby.

"Tunggu apa lagi kalian? Ke sini sekarang juga!" teriak Genta dengan suara beratnya. Seisi ruangan itu langsung diam.

Tera memeluk erat lengan Garan dan Lisa. Ruby? Dia diam saja, tak tahu harus bagaimana. Ke sana atau di sini saja?

"Kamu juga!" bentak Genta sambil menunjuknya.

"Ish kasar amat!" desisnya lalu berjalan mengekor di belakang Garam.

Sampai di ruang kumpul yang memiliki sofa besar itu. Ruby melihat beberapa pasang mata itu terlihat tersenyum mengejek ke arah mereka. Sedangkan Genta terlihat marah sekali.

Genta berdiri sambil meraih sebuah tongkatnya. "Pi jangan dong. Kasian Garam mukanya lecet nanti!" mohon Tera yang sudah berdiri di depan tubuh Garam.

"Garam, kamu yang Papi pukul atau Mamamu?"

"Apa Mama?" Ruby langsung terkejut mendengarnya.

"Astaga, beneran plot twist ini" batinnya.

Garam langsung mendorong tubuh Tera ke Lisa. "Bawa Mama pergi Lis," suruh Garam.

Dari mata Lisa, Lisa terlihat tidak mau. Tapi dia tidak punya pilihan, tidak mungkin dia membiarkan Ibunya di pukuli karena kesalahan Garam.

Kalau sudah begini. Ruby jadi ragu. Tapi, ada konsekuensi jika Ruby memilih mundur.

Brakk

Garam langsung terjatuh di lantai hanya karena perutnya di tendang dengan tongkat Genta.

"Tuh lihat Pi. Anak kesayanganmu, untung aja ya. Zico nggak gitu!" sindir wanita yang duduk di antara sofa itu.

"Diam kamu Latifa!" bentak Genta.

Zico? Ruby tahu nama itu. Menurut informasi, Zico Kakak sulung Garam. Tapi anehnya, Mama Zico terlihat senang melihat Garam terjatuh. Sebaliknya malah wanita sekitar umur empat puluhan yang menangis.

"Pi. Jangan pukul Garam," pekik wanita itu lalu berlari menuju Genta dan memeluk Genta agar menjauh dari Garam.

Kepala Ruby makin pening jadinya. Kenapa wanita itu memanggil Genta Papa. Apakah wanita itu anak Genta juga? Semakin di pikir, semakin pusing saja dia.

"Pernikahanmu dengan Mina akan tetap berjalan. Dia akan menjadi simpananmu dan melahirkan anakmu nanti. Zico tidak bisa memberikan keturunan laki-laki, dua anaknya perempuan semua. Kalau anaknya laki-laki, usir dia saja. Kalau anaknya perempuan usir keduanya!"

•••••

"Duh, Kak Daye! Ini gimana? Masa aku di suruh hamil sih? Nggak bisa Kak! Nggak mau aku!" ujar Ruby ketakutan melalui sambungan telepon.

"Duh, ini semua di luar rencana sih! Lo yang tenang dulu ya. Nanti Bos kita mau rapat sama Client. Informasi yang lo dapat juga lumayan bagus. Semoga Tugas kita stop sampai di sini" ujar Daye mencoba menenangkan.

Tapi tetap saja, Ruby tidak bisa tenang. Pikiranya melalang buana. Dia masih waras untuk menjaga keperawanan untuk suaminya nanti. Eh tapi, dia dengan Garam kan sudah sah menikah secara agama. Tapi tetap aja, mereka kan menikah karena jebakan Ruby.

Ruby sampai mondar-mandir di tempat sepi mansion Darmawan. Sebelum menelpon Daye, Ruby sudah memastikan bahwa tempat ini sangat aman.

"Tapi Kak! Tetep aja aku panik. Mana kata Genta, aku harus dua bulan lagi. Kalau enggak, aku bakalan di usir dari sana. Kita harus cepet kak, pokoknya aku nggak mau hamil!" ujar Ruby gemetar, misi ini terlalu gila.

Lima tahun lebih menjadi mata - mata. Ini pertama kalinya dia menangani target yang sangat terkenal. Penyamaranyapun tak main-main sebagai istri. Gila bukan? Sebenarnya, banyak teman Ruby yang sering menyamar menjadi istri. Namun kebanyakan mereka tipe orang yang menganut budaya barat.

Karena Ruby masih kental dengan budaya timur dia jadi takut sendiri. Lagian, kenapa sih temannya yang menganut budaya barat itu belum juga menyelesaikan misinya.

Menyebalkan.

"Kita bakal cari cara lain biar bisa mengulur malam pertama lo. Okay!"

"Malam pertama apaan sih Kak? Jangan becanda, sumpah!"

"Serius deh, By. Lo kalau nyoba sekali aja pasti ketagihan. Lagian nggak ada salahnya juga sih lo ena-ena sama Asin. Kan lo udah sah, gue aja yang belum sah b aja"

"Itu kan Mbak Daye bukan aku!"

"Nih gue kasih tau. Kelebihanya kalau mau di ajak ena-ena sama Asin. Lo bakal ngerasain kegantenganya Asin, terus lo ngasih keturunan Darmawan. Hidup lo pasti bakal terjamin dengan kehadiran anak lo."

Ruby mendesah panjang, Daye sama sekali tak memberinya solusi. "Iya, tapi Kakak jangan lupa. Aku bakal di depak dari sini setelah punya anak. Ya kali kalau anakku laki-laki aku bisa tenang. Kalau perempuan? Pusing lagi deh aku, udah ngurus Visa mana ngurus anak lagi," keluhnya.

Jujur saja Ruby belum siap untuk punya anak. Dia hanya ingin hidup tenang bersama Visa.

"lah By, bukannya di tas lo ada obat tidur ya?" tanya Daye.

"Eh iya kah?" tanyanya, Ruby langsung ingat dia menyinpan obat tidur yang diberikan Daye.

"Iya ogeb lo!"

"Hooh Kak, Aku lupa. Akhirnya bisa tidur tenang malam ini," pekiknya senang lalu mematikan sambungan telepon.

Ruby langsung berlari kenbali menuju mansion Darmawan. Sebelum yang lainnya curiga.

•••

"Dari mana aja Lo?" ucap lelaki itu saat Ruby memasuki kamar suaminya.

"Jalan-jalan hubby."

"Berhenti panggil gue hubby, jijik gue!" tegur Garam yang sudah duduk di atas ranjang.

"Terus apa dong?" tanya Ruby lalu menguci pintu. Setelah itu, dia menatap sekeliling ruangan kamar Garam yang besar sekali.

Besarnya hampir mirip dengan kontrakanya. Lalu pandangan Ruby tertuju pada dua gelas jus dan sepiring buah. Mata Ruby langsung berbinar, pasalnya dia belum makan sejak tadi. Garam sama sekali tak memberinya makan setelah akad nikah hingga sampai di sini.

"Panggil gue Bos!" perintah Garam.

Ruby malah tertawa. "Nggak mau Ayang!" jawab Ruby asal lalu berjalan menuju Jus.

"Apaan ay-"

"Em, enak banget Jusnya," ucapan Garam terpotong dengan gumaman Ruby. Kedua mata Garam mendelik saat melihat Ruby meminumnya jus jeruk itu.

"Loh! Eh jangah di minum!"

Jebakan Cinta (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang