Dua Puluh Satu

701 7 2
                                    

Ruby memukul dada Garam yang menciumnya tanpa ampun. Ia sudah kehabisan napas namun Garam tidak kunjung berhenti. Kali ini Ruby merasa perlakuan Garam sangat kasar padanya.

"Jadi cewek ganjen amat!" bentak Garam yang kini melepas ciumannya.

Adegan Ruby dan Loji mengobrol terputar diotaknya bagai kaset rusak. Seharusnya ia tidak begini, tapi kenapa melihat Ruby bersama Loji membuat darahnya mendidih?

"Sakit Bi!!" Ruby merintih saat Garam mendorongnya kasar hingga terjatuh diatas sofa.

Ruby merasa ketakutan, apalagi melihat sorot mata Garam yang penuh kemarahan. Mendadak ia menjadi lemah, padahal biasanya dia bisa melawan tapi kenapa sekarang dia mendadak membatu seperti ini? Tubuhnya malah lemas dan tak bisa digerakkan. Tatapan Garam begitu menyeramkan, sentuhan kasar ditubuhnya membuatnya takut pada Garam.

"Arghh.. uhuk.. uhukk.. l-lepas!" Ruby memukul tangan Garam yang mencekik lehernya. Kalau saja keadaan Ruby baik-baik saja, mungkin dia bisa menghabisi Garam. Tapi sayangnya keadaanya kini sangat buruk. Ia melakukan seks pertama kali dengan Garam. Ia tak punya pengalaman banyak untuk menghadapi situasi ini.

"Makannya jadi cewek itu nggak usah gatel! Dasar jalang! Udah ngejebak gue terus mau ngejebak Loji? Jangan mimpi lo pelacur sialan!" umpat Garam.

Kedua mata Ruby seketika mengeluarkan buliran bening. Tidak, dia bukan pelacur. Ia bahkan rela menjadi mata-mata dengan taruhan nyawa demi menghidup dirinya dan adiknya. Lalu Garam dengan seenak jidatnya mengatainya pelacur? Meskipun sepenuhnya bukan salah Garam berpikiran begitu. Tapi kalau Ruby diposisi Garam, ia juga akan berpikiran sama. Namun tetap saja Ruby tidak bisa menerima kenyataan itu. Karena yang diucapkan Garam untuknya tidaklah benar.

"Ngapain nangis?!! Lo pikir gue kasian?!"

"Ahh sakit!!" Ruby memekik saat Garam memasukan miliknya dengan paksa ke milik Ruby yang masih kering. Rasa sakitnya bahkan seperti saat ia melakukan pertana kali.

Ruby tak bisa menahan lagi tangisannya. Untuk pertama kalinya dalam misinya ia menangis. Bukan menangis karena akting, tapi menangis kesakitan karena diperkosa oleh targetnya. Garam memperlakukannya seperti binatang. Ruby sampai kehabisan napas karena cekikan Garam yang terlalu kuat.

"L-lepa-ss!" Ruby masih berusaha melepaskan cengkreman Garam dilehernya.

"Arghh sakit Garam!" pekik Ruby saat pucuk gunungnya digigit oleh Garam. Rasanya perih, namun lebih sakit perasaanya. Garam terus saja memompa tubuh Ruby dengan kasar tanpa ampun. Satu tangannya yang mencekik leher Ruby bahkan tak dilepasnya sampai Ruby hilang kesadaran.

"Gue terlalu baik sama lo!" gumam Garam lalu mempercepat gerakannya mencari pelepasannya sendiri tak peduli Ruby yang sudah tak sadarkan diri.

Emosinya tak kunjung surut kalau ingat Loji dan Ruby. Sudah beberapa kali ia bersabar, namun kesabarannya selalu berkurang dengan cepat kalau ingat Ruby dan Loji.

"Ahh.. ahh.. ahh.."

"Bahkan lo pingsan aja masih ngenakin gue sialan!"

Garam masih memompa tubuhnya lalu melepas cekikannya. Ia terus mengejar kenikmatan sampai akhirnya dia sampai dan jatuh diatas tubuh Ruby, membiarkan cairan hangatnya memenuhi rahim Ruby.

••••

Ruby membuka kedua kelopak matanya. Seperti habis bermimpi buruk, namun sayangnya itu kenyataan. Air matanya mengalir lagi, ingatan bagaimana Garam memperlakukannya dengan kasar membuatnya ketakutan. Haruskah dia berhenti dalam misi ini? Ya, sepertinya dia harus berhenti. Ia bahkan tidak sanggup lagi jika berhadapan dengan Garam.

Cih, apa yang lo harepin by? batinnya saat tersadar kalau dia ditinggalkan sendirian dengan keadaan telanjang diatas sofa.

Ia tersenyum miris. Leher dan bibirnya bawah masih terasa sakit. Ia lalu melirik kearah pucuk gunungnya yang ternyata lecet dan sedikit berdarah.

Sialan, gue bakal habisin lo Garam Darmawan!

Tapi bukan sekarang, untuk sekarang dia akan memulihkan dirinya terlebih dahulu. Dia akan menemui bosnya dan mundur dalam misi ini. Tidak peduli ia akan dihukum atau dibunuh. Lebih baik dia mati daripada harus menjadi budak nafsu Garam.

Dengan hati-hati ia berdiri, meskipun tubuhnya lemas dia akan berusaha untuk segera keluar dari tempat ini. Sebelum Garam datang dan memperkosanya. Ruby berjalan tertatih memungut dress, dan pakaian dalam lalu memakainya.

"Sakit!" Ia merintih karena kesulitan berjalan.

Setelah memakai dressnya, dia bergegas pergi dari apartemen Garam. Diotaknya sekarang hanyalah segera lari ditempat ini. Ketakutan akan bertemu Garam dan diperkosa lagi membuatnya tidak memikirkan uang ataupun ponselnya. Tujuannya sekarang adalah lari dari Garam. Tak peduli penampilannya kini yang terlihat sangat buruk.

Rambut kusut dan acak-acakan, sudut bibir dengan darah yang agak mengering, lalu berjalan tanpa memakai alas kaki. Ruby hanya ingin terlepas dari Garam.

Setelah keluar dari unit Garam. Dia masuk kedalam lift memencet tombol lantai satu. Ia menggigit jari telunjuk kanannya karena cemas takut bertemu dengan Garam.

Sekelebat ingatan saat Garam memperkosanya terus saja terputar diotaknya hingga membuatnya frustasi. Tubuhnya gemetar ingin segera keluar dari gedung ini. Hingga lift berhenti dia langsung berjalan keluar mengabaikan orang-orang yang kini sedang menatapnya aneh.

Sementara di unit Garam, ia baru saja selesai rapat online didalam kamarnya. Ia terkejut saat keluar kamar dan tidak mendapati Ruby di sofa. Padahal seingatnya, dua jam yang lalu Ruby masih berada di sofa. Garam menilik ke dapur namun tidak menemukan Ruby. Ia lalu berjalan menuju kamar mandi luar, mungkin Ruby sedang mandi. Karena tadi Garam memang meninggalkannya sendirian tanpa mengurus Ruby. Dia masih terlalu kesal kalau ingat Ruby dan Loji.

"Brengsek! Kemana dia?!" umpat Garam saat tidak mendapati Ruby yang berada di kamar mandi. Ia lalu masuk kedalam kamar satunya, namun ia baru sadar kalau kamar itu ia kunci. Garam mengecek balkon dan gudang juga tidak ada.

"Sialan! Awas lo kalau ketemu!" umpatnya lalu melirik ke lantai tidak menemukan pakaian Ruby, namun tas dan sepatunya masih berada di lantai.

"Brengsek!" Garam bergegas keluar dari apartemennya sambil menelpon keamanan apartemen miliknya ini. Karena gedung apartemen ini juga bagian property dari GT Grup.

"Selamat malam Pak Garam. Ada yang bisa saya bantu?"

"Kalau ada yang liat cewek pakai dress putih, rambut lurus sebahu, kulitnya putih, tahan dia sekarang!" titah Garam.

"Baik Pak laksanakan!"

Sambungan telepon terputus. Bersamaan dengan lift Garam yang sampai di lantai satu. Sampai di lobi, Garam sudah disambut oleh keamanan.

"Kami sudah cek CCTV Pak Garam, perempuan yang Bapak maksud tadi keluar, jalan kaki. Tadi resepsionist bilang kalau penampilannya terlihat kacau."

Mendengar perkataan resepsionist tentang keadaan Ruby yang kacau. Garam bergegas lari mencari Ruby, mungkin saja masih belum jauh. Karena kalau mau naik taksi atau ojek dia bayar pakai apa? Ruby saja keluar tak bawa dompetnya. Pikir Garam.

Jebakan Cinta (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang