Entah sudah untuk keberapa kalinya Khadijah bolak-balik kamar mandi untuk mengeluarkan ludah dari dalam mulutnya. Wanita muda itu merasakan jika perutnya sakit dan bergejolak seperti ingin muntah rasanya. Tangannya bergetar sembari bertumpu diatas wastafel kamar mandi.
Satu jam lalu Gus Ibra berpamitan untuk pergi ke salah satu hajatan warga. Dan tepat setelah satu menit Gus Ibra pergi, perut Khadijah merasa sakit dan mual. Wanita itu bahkan sampai lemas tidak berdaya. Energi nya begitu terkuras.
"Gimana? Udah enakan apa belum?" tanya Umi kepada Khadijah.
Wanita muda yang terlihat kehabisan energi itu menggelengkan kepalanya. Wajahnya terlihat sangat pucat. "Belum Umi, perut Khadijah masih mual terus."
Khanza tersenyum lebar mendengar pernyataan Khadijah. Gadis itu berpikir jika sebentar lagi dia akan memiliki keponakan lucu. "JANGAN-JANGAN KAKAK HAMIL!" pekik Khanza dengan penuh kegembiraan.
Gadis itu buru-buru mengeluarkan HP dari dalam saku gamisnya. Jemari lentik milik Khanza bergerak mengetik beberapa kata dan mencarinya di google.
"NAH KAN, orang hamil itu biasanya mual-mual tanpa sebab, perutnya sakit dan yang pastinya datang bulannya telat!" jelas Khanza sembari meng scroll artikel itu kebawah.
Khadijah menggelengkan kepalanya. "Nggak mungkin Za, masa secepat itu."
Umi tersenyum. "Bisa jadi Khadijah, kamu ingat kapan terakhir kali kamu udzur? " tanya Umi.
Khadijah memutar otaknya. Sedetik kemudian wanita itu membulatkan matanya. "Khadijah baru ingat Umi, kalau Khadijah belum udzur bulan ini. Harusnya minggu pertama kemarin, tapi sampai minggu ketiga ini Khadijah belum dapat!"
Khanza dan Umi yang mendengar itu langsung tersenyum lebar. Gadis dengan gamis pink itu langsung meloncat-loncat kegirangan. Akhirnya do'anya selama ini terkabul. "Alhamdulillah ya Allah, engkau telah menjawab doa-doa Khanza yang cantik ini!" Dengan segera Khanza berlari memeluk Khadijah yang masih lemas tersebut.
"Uuuu, akhirnya aku jadi tante Kak!" girang Khanza dengan senyuman lebar.
"Khanza! Jangan kaya gitu sama Kak Khadijah, nanti perutnya kenapa-kenapa!" ujar Umi menarik pelan tubuh Khanza agar menjauh dari Khadijah.
"Hehe, habisnya Khanza seneng. Karena sebentar lagi Khanza jadi Tante Umi!"
Umi tersenyum lebar melihat ekspresi Khanza yang berubah seketika. Gadis itu menjadi sangat bahagia tidak seperti sebelumnya.
"Tapi kan belum di cek Za, Umi! Khadijah takut kalau ternyata cuma masuk angin."
Umi tersenyum mengelus pipi Khadijah. "Sayang, kita berdoa ya sama Allah? Semoga kamu beneran hamil. Besok, Umi belikan testpack nya ya?!"
Khadijah mengangguk patuh. Wanita itu kemudian berjalan menuju kasurnya bersama Umi dan Khanza. "Tapi, jangan bilang-bilang sama Mas Ibra dulu ya Umi?" ujar Khadijah.
"Kenapa?"
"Khadijah takut kalau nanti hasilnya negatif, takut Mas Ibra kecewa."
Umi mengangguk mengerti, begitu pun Khanza. Mereka mengerti perasaan Khadijah saat ini. Di antara takut dan senang. Takut jika hasilnya negatif. Dan senang jika memang benar ada malaikat kecil di dalam perutnya saat ini.
"Yasudah, Umi buatin teh anget dulu ya?! Kamu disini aja... Khanza, jangan lupa selesain tugasnya!" kata Umi sembari berlalu meninggalkan kamar Khadijah.
"Iish, Umiii.... kan Khanza baru seneng mau punya keponakan lucu! Malah diingetin tugas!" kesal Khanza yang membuat Khadijah tertawa kecil.
"Yaudah Kak, Khanza ke kamar dulu ya? Mau lanjut ngerjain tugas! Babay..."
•••🦋•••
"Udah sholat isya?"
Khadijah menganggukan kepalanya. Dia masih terlihat sangat lemas ketika Gus Ibra pulang, membuat Pria itu panik melihat kondisi istrinya tersebut.
"Mau setor hafalan nggak?"
Khadijah menggelengkan kepalanya. "Nggak dulu deh Mas, Adek jadi nggak konsen kalau lagi sakit."
Gus Ibra mengangguk paham. Sebelum mendekat ke istrinya, pria itu lagi-lagi bertanya. "Udah baca Al-Mulk?"
Khadijah kembali menganggukkan kepalanya. "Udah Mas... udah wudhu juga, tinggal tidur doang!" jawabnya.
Gus Ibra tersenyum sembari berjalan mendekat kearah Khadijah. Pria itu duduk di pinggir ranjang, menatap wajahnya istrinya yang terlihat pucat sekali. Sebelumnya, dia tidak pernah melihat wajah Khadijah sepucat ini.
"Masih mual?" tanya Gus Ibra. Tangannya bergerak membelai rambut tebal Khadijah.
"Nggak, udah mendingan. Tadi udah dibuatin teh anget sama Umi, jadi udah lebih mendingan."
"Mau ke dokter aja?"
"Nggak usah Mas, adek usah mendingan kok!"
"Beneran?"
"Iyaa Mas... percaya deh sama adek!"
Hening...
Setelahnya, tidak ada percakapan apapun dari mereka. Hanya suara nadzom yang terdengar dari sebuah music box kecil milik mereka.
"Mas minta maaf ya? Gara-gara Mas terlalu sibuk kerja, adek malah jadi sakit kaya gini."
Khadijah tersenyum. Wanita itu langsung menggelengkan kepalanya. Menggapai tangan Gus Ibra dan menciumnya berkali-kali. "Nggak Mas. Ini bukan salah Mas. Ini takdir dari Allah!"
"Iya, tapi-"
"Sttttt, Mas Ibra... Adek lagi gamau debat, Adek mau di cium aja boleh?"
Gus Ibra tersenyum lebar mendengar pernyataan Khadijah barusan. Pria itu langsung mengangguk. Memeluk istrinya dengan erat sembari menciumi puncak kepala Khadijah.
"Yaudah yuk tidur, besok bangun buat tahajud ya?" ajak Gus Ibra.
Khadijah menganggukan kepalanya. Wanita itu langsung mengambil posisi berbaring, begitu juga dengan Gus Ibra. Keduanya saling berhadapan, dengan posisi tangan Khadijah yang memainkan rambut hitam milik Gus Ibra.
"Adek tau nggak, kenapa Mas sering nanya ke Adek udah baca surah Al-Mulk belum?"
Khadijah mengangguk. "Tau, karena surat Al-Mulk bisa menjadi penghalang kita dari siksa kubur... sesuai dengan hadis riwayat Nasa'i."
"Seratus buat istriku!" Girang Gus Ibra dengan sedikit mencolek hidung Khadijah.
"Selain itu, menurut hadist riwayat Abu Dawud, surat al-mulk dapat memberikan syafaat dan ampunan pada orang yang membacanya!"
Khadijah tersenyum mendengar penjelasan Gus Ibra. Setidaknya pengetahuan Khadijah bertambah sedikit demi sedikit. Yang dia suka semenjak menikah dengan Gus Ibra. Suaminya ini sering memberikan ilmu-ilmu yang belum dia tahu sebelumnya. Bahkan Pria itu membuat hidup Khadijah menjadi lebih teratur. Dari Khadijah yang kadang malas membaca surat Al-Mulk, menjadi rajin membaca surat tersebut.
Pernah sesekali Gus Ibra memberikan wejangan kepada Khadijah. Saat itu, mereka tengah berada di kolam ikan milik Abi, tengah menikmati hari sore dengan damai.
Suaminya itu pernah berkata. "Hidup bukan hanya tentang pencapaian dunia semata, melainkan tentang pemanfaatan waktu sebaik-baiknya untuk bekal pulang ke negeri yang kekal abadi."
Khadijah terus menyunggingkan senyumannya ketika melihat wajah Gus Ibra yang tengah memberikannya sebuah cerita yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Sedetik kemudian, Khadijah kembali diingatkan oleh kejadian tadi sore. Dia takut jika hasil yang diharapkan tidak sesuai. Namun Khadijah hanya bisa berdoa, agar sesuatu yang dia harapkan selama ini di kabulkan oleh Allah.
Khadijah pernah membaca sebuah hadist Tirmidzi yang mengatakan. 'Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan. Dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai. '
••••💐••••
Assalamu'alaikum temen-temen. Aku kembali hehehe, jangan lupa vote ya guys! Supaya aku lebih semangat up nya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Ibra My Husband
Teen FictionNikah muda sama sekali bukan tujuan hidup Khadijah. Apalagi menikah dengan seorang Gus pilihan Ayahnya. Rey Ibrahim El Malik. Seorang putra Kyai salah satu pondok pesantren terkenal. Laki-laki tinggi, dengan alis tebal, dan rahang kokoh. Pahatan waj...