10. Kajian

585 29 0
                                    

Khadijah menghembuskan nafasnya panjang. Hari ini dia sangat bosan. Setelah kedatangan Abi dan Umi tadi pagi, Khadijah tidak diperbolehkan membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Padahal, Khadijah ingin sekali membantu Mbak Iyem yang nampak kelelahan membersihkan rumah ini sendirian. Tapi Umi tetaplah Umi, wanita itu tetap melarang Khadijah dengan alasan bahwa pengantin baru tidak boleh bekerja terlalu lelah.

Sudah satu jam lamanya Gus Ibra pergi dari rumah untuk mengisi kajian di pondok pesantren Al Jihad. Tentu saja Khadijah tidak diperbolehkan ikut, karena ada teman-teman Gus Ibra yang katanya selalu ingin mencoba merebut Khadijah dari Gus Ibra. Padahal kalau dipikir-pikir, mana mungkin seorang teman tega merebut istri temannya sendiri. Dasar Gus Ibra posesif.

Khadijah membuka ponselnya. Tiba-tiba saja dia menginginkan sesuatu yang sudah tiga bulan ini tidak dia makan. Boba dan seblak. Itu adalah minuman dan makanan yang sangat Khadijah sukai sejak remaja. Gadis itu mengetikkan beberapa pesan singkat untuk Gus Ibra. Berharap laki-laki itu memenuhi permintaannya.

"Ya Allah, semoga Gus Ibra mau deh beliin Khadijah boba sama seblak... rasanya pengen banget makan seblak sambil minum boba!" gumam Khadijah.

Khadijah langsung membuka kembali room chatnya dengan Gus Ibra. Senyuman yang tadinya terbit dari bibirnya itu seketika lenyap. Gus Ibra hanya ingin membelikan Boba saja, tapi tidak dengan seblak. Padahal, yang Khadijah inginkan saat ini adalah seblak.

"Gus Ibra dimintain seblak malah nawarin martabak, gimana sih... kan istrinya tuh ngidam seblak bukan martabak!" geram Khadijah sambil melemparkan ponselnya ke atas kasur.

Khadijah bangkit dari duduknya. Lebih baik dia berkeliling pesantren agar tidak stress. "Tapi kan belum izin Gus Ibra. Nanti dimarahin nggak ya? Ah udahlah, ceritanya kan lagi ngambek. Masa iya nanti dimarahin!" monolognya. Gadis itu membenarkan posisi hijabnya, sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamarnya dan menemui Umi untuk meminta izin.

Langkah Khadijah berhenti ketika melihat sosok Umi dan Abi tengah duduk bersama di teras ndalem. Gadis itu segera menghampiri kedua mertuanya itu. "Assalamu'alaikum Umi Abi..." sapa Khadijah sambil tersenyum manis.

Umi dan Abi turut tersenyum. Wanita berpakaian serba syar'i itu menuntun Khadijah untuk duduk di kursi kosong sampingnya. Khadijah menurut. "Khadijah izin mau main ke asrama boleh nggak Abi Umi? Soalnya Khadijah bosen disini terus, Khanza kan sekolah, Gus Ibra belum pulang." Khadijah memasang wajahnya sekelas mungkin agar diizinkan.

Umi tersenyum. "Boleh sayang, tapi jangan sampai keluar pesantren ya? Nanti Ibra malah marahin Umi," ujar Umi. Khadijah tersenyum lebar, gadis itu beranjak dari duduknya dan mencium punggung tangan kedua mertuanya tersebut. "Kalau begitu Khadijah pergi dulu ya Umi, nanti sebelum ashar Khadijah pulang kok!"

"Iya hati-hati..."

"Assalamu'alaikum!"

"Waalaikumsalam..." Kedua mertua Khadijah itu terkekeh kecil melihat menantunya sedang berlari kecil menuju asrama. Begitu lucu.

"Menantu Umi lucu banget ya Bi? Emang deh, Abi itu nggak salah pilih kalau soal jodoh-jodoh buat anak!" kata Umi.

"Menantu Abi juga kali Mi!"

•••🌷•••

"Perjalanan menuju neraka, itu banyak hal-hal menyenangkan dan disukai... iya nggak?"

"IYAA!"

"Contohnya mabuk-mabukan, berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan muhrim, terus apalagi? Banyak kan, hal-hal yang menyenangkan menurut kita tapi ternyata itu dosa?" Gus Ibra mengedarkan pandangannya ke seluruh masjid. Para jama'ah mendengarkan ceramahnya dengan serius.

Gus Ibra My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang