"MasyaAllah, menantu Umi sudah datang!" seru Umi Farida ketika Khadijah dan Gus Ibra turun dari mobil.
Wanita itu kegirangan melihat Khadijah yang nampak cantik mengenakan pakaian syar'i berwarna biru wardah, dan Gus Ibra yang mengenakan baju koko senada dengan celana hitam. Keduanya tersenyum, kemudian memeluk Umi Farida dengan erat.
"Selamat datang di rumah baru Ning!" ucap Umi Farida yang diangguki oleh Khadijah. Gadis itu tersenyum bahagia ketika mendapatkan sambutan hangat dari Umi Farida dan juga Abi Zulfikar.
Tidak hanya mertuanya yang menyambut kedatangan Khadijah dan Gus Ibra. Santri-santri yang berada di pondok pesantren itu pun turut menyambut kedatangan mereka dengan senang hati. Meskipun banyak santriwati yang patah hati karena suami idaman mereka sudah menikah dengan Khadijah.
"Mungkin suasana di sini akan tidak jauh beda sama di rumah Ning yang di Jakarta. Sama-sama pondok kan?"
Khadijah mengangguk sambil tersenyum. Santri-santri disini lumayan banyak. Mungkin 1:1 dengan pesantren milik Abahnya di Jakarta.
"Perkenalkan ini Mbah Kyai, Ayah dari Abi nya Gus Ibra!" ucap Umi Farida memperkenalkan Mbah Kyai Ashar. Mbah Kyai memang tidak hadir di pernikahan mereka, karena faktor usia yang membuat Mbah Kyai tidak bisa pergi terlalu jauh.
Khadijah menyalami tangan Mbah Kyai.
"Assalamu'alaikum Mbah Kyai, saya Khadijah putrinya Kyai Zakaria." ucapnya sambil tersenyum manis.
Mbah Kyai mengangguk, mengelus kepala Khadijah lembut. "Waalaikumsalam nduk cah ayu, Alhamdulillah sampeyan wes mantenan karo putuku. Pel mbien Aku karo Kyai Abdullah pengen jodohke putu-putu men tali silaturahmi ora pedot." ucap Mbah Kyai dengan bahasa Jawa nya yang medok. Khadijah tersenyum, gadis itu tidak tau harus menjawab apa, selain dia tidak tau bahasa Jawa, dia juga tidak pernah mendengar Abah berbincang dengan bahasa Jawa.
Gus Ibra terkekeh gemas melihat Khadijah yang hanya tersenyum. Laki-laki itu tau kalau Khadijah tidak bisa bahasa Jawa. Namun dirinya hanya diam, agar Khadijah bisa beradaptasi sendiri dengan lingkungan barunya.
"Kata Mbah Kyai, Alhamdulillah kamu udah nikah sama cucunya. Dari dulu, Mbah Kyai sama Mbah Kyai Abdullah pengen jodohin cucu-cucunya biar tali silaturahmi nggak putus." Umi Farida tersenyum kearah Khadijah.
Khadijah mengangguk. "Alhamdulillah iya Mbah Kyai, akhirnya keinginan Mbah Kyai terkabul."
Mbah Kyai tersenyum. Kemudian mengajak semuanya masuk ke dalam ndalem Abi Zulfikar. Sementara para santri langsung kembali ke aktivitas masing-masing.
Khadijah berjalan disamping Gus Ibra yang tengah menuntun Mbah Kyai menuju ndalem. Semenjak perjalanan menuju ndalem, Mbah Kyai mengobrol ini itu bersama Gus Ibra. Sementara Khadijah hanya diam saja sambil memegang ujung baju Gus Ibra. Dia masih takut berada di lingkungan ini.
"MasyaAllah, jadi ini Kakak iparnya Khanza?" Khadijah menoleh kearah pintu ndalem. Seorang gadis sedang berdiri sambil berkacak pinggang melihat nya.
Gadis yang berumur satu tahun dibawah Khadijah itu tersenyum lebar. Kepalanya menggeleng heran. "MasyaAllah, ini bidadari atau manusia sih Umi? Cantik banget kakak ipar Khanza!" puji Khanza kemudian menyalami tangan Khadijah.
"Bisa aja kamu," ucap Khadijah yang tersipu malu.
"Tapi beneran Kak, Kakak tuh cantik banget! Kakak nggak sadar dari tadi banyak santri putra yang ngeliatin pesona Kakak?"
Khadijah menggeleng. Toh juga dia tidak mau mendapatkan dosa karena memandang lawan jenis.
"Ehm... yang disambut dari tadi cuma Khadijah terus, saya nggak Nih?" sindir Gus Ibra membuat Ning Khanza berdecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Ibra My Husband
Novela JuvenilNikah muda sama sekali bukan tujuan hidup Khadijah. Apalagi menikah dengan seorang Gus pilihan Ayahnya. Rey Ibrahim El Malik. Seorang putra Kyai salah satu pondok pesantren terkenal. Laki-laki tinggi, dengan alis tebal, dan rahang kokoh. Pahatan waj...