01. Ning Khadijah

1.3K 80 30
                                    

السلام عليكم

بسم الله الرحمن الرحيم

Sebelumnya aku mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya buat kalian yang udah mau mampir ke cerita ini.

Semoga kalian tetap suka, dan akan membacanya sampai akhir ya teman-teman!

Maaf kalau masih ada kesalahan dalam setiap penulisan.

Happy Reading anak-anakku!

•••🐣•••


"Baik, setelah ini..."

Mata Khadijah berbinar mendengar ucapan Gus Ibra. Rasanya Khadijah harus bersujud syukur kepada Allah karena mendapatkan suami seperti Gus Ibra yang penurut.

"Beneran Gus?"

"Kapan saya bohong?"

"Alhamdulillah, Ya Allah."

"Kalau Indonesia turun salju," lanjut Gus Ibra yang membuat Khadijah berdecak kesal.

Gus Ibra tersenyum memandang raut wajah Khadijah yang sedang merengut. Kali ini dia tidak menundukkan kepalanya. Karena Khadijah sudah resmi menjadi istri sah nya sekarang.

"Memangnya kamu mau jadi janda muda?" tanya Gus Ibra, membuat Khadijah menggelengkan kepalanya pelan.

Gus Ibra terkekeh, bisa-bisanya Khadijah meminta cerai namun tidak ingin menjadi janda muda. Ini sungguh tidak masuk akal. Untung saja sayang.

Gus Ibra menyentuh tangan lembut Khadijah. Membuat sang empu kaget. Gus Ibra menarik pelan tangan Khadijah menuju dadanya. Membiarkan gadis itu merasakan detakan dahsyat didalam diri Gus Ibra.

"Dengar Khadijah. Walaupun kita memang menikah karena perjodohan, saya nggak mau pernikahan kita hancur hanya karena tidak ada dasar cinta diantara kita berdua. Saya mau pernikahan ini satu kali seumur hidup. Saya percaya dengan Abi dan Abah Zaka, bahwa kamu adalah lauhul mahfudz saya. Jadi, jangan meminta cerai karena alasan itu ya Khadijah. Mulai sekarang, kamu tanggung jawab saya. Maka dari itu, saya akan mencoba belajar mencintai kamu," tutur Gus Ibra hangat.

Khadijah menarik tangannya pelan. Gadis itu beralih menggenggam tangan kekar milik Gus Ibra. Rasanya seperti ada kupu-kupu terbang didasar perutnya. Namun Khadijah tidak boleh luluh hanya dengan kata-kata yang Gus Ibra katakan. Dia perlu bukti nyata.

"Tapi saya ngerasa nggak pantes buat Gus Ibra. Terlalu banyak yang menyukai Gus Ibra diluar sana, saya malu sama mereka yang lebih sempurna dari saya."

Gus Ibra tersenyum tipis. Rupanya Khadijah sudah mendengar tentang dirinya yang disukai banyak orang. "Dengerin saya Khadijah. Saya menikahi kamu, berarti saya sudah menerima semua kelebihan dan kekurangan kamu. Saya nggak mau kamu merendahkan diri kamu karena rasa insecure kamu dengan mereka yang mengagumi saya."

"Paham Ning Al Khadijah Nusaibah Balqis?"

Khadijah mengangguk. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan. Pernikahan ini gelar secara besar-besaran oleh Abah Zaka. Semua para ulama yang Abah Zaka kenal di undang ke pernikahan Ibra dan Khadijah. Begitu juga dengan para santri pondok pesantren Firdaus. Semua santri diundang bahkan dijadikan tamu terhormat di sana.

Sembilan belas tahun hidup di lingkungan yang berbau religi membuat Khadijah tumbuh menjadi gadis yang sholehah. Bahkan dia baru saja dinobatkan sebagai seorang hafizah kemarin.

"MasyaAllah Gus Ibra... udah jadi suami orang aja sekarang!" ucap salah satu orang yang tiba-tiba saja menghampiri Khadijah dan Gus Ibra ke pelaminan.

Gus Ibra dan Khadijah berdiri. Khadijah menyalami wanita tersebut, sementara Gus Ibra mengatupkan kedua tangannya. Khadijah tersenyum manis, membuat wanita itu ikut tersenyum.

"Ternyata nikah nya sama beda orang ya Gus. Saya kira sama Ning Azizah, putrinya Kyai Sobirin!" ucap Wanita itu sambil melirik Khadijah sedikit sinis.

Khadijah masih tersenyum. Meskipun jauh di lubuk hatinya dia ingin sekali mendorong, menendang, dan menyeret wanita itu. Astaghfirullah, nggak boleh gitu Khadijah.

"Jangan sebut nama perempuan lain didepan istri saya Ustadzah. Tolong hargai keberadaannya," ujar Gus Ibra sambil menggenggam tangan Khadijah.

Ustadzah itu tersenyum ke arah Khadijah. Memang, Khadijah itu cantik. Namun lebih cantik Ning Azizah. Batinnya.

"Iya Gus... saya minta maaf. Tapi saya akan lebih setuju kalau Gus Ibra nikah sama Ning Azizah," katanya diiringi dengan tawa kecil.

Mungkin dikira lucu, padahal sama sekali tidak. Khadijah masih tersenyum mendengar ucapan seorang Ustadzah tersebut.

"Saya rasa juga, nggak cuma saya yang setuju. Tapi, semua santri juga pasti akan setuju. Secara, Gus Ibra kan dari dulu dekat sekali dengan Ning Azizah. Tapi ternyata takdir berkata lain ya Gus... Gus Ibra malah nikah sama Ning Khadijah, yang nggak pernah Gus Ibra kenal."

Habis sudah kesabaran Khadijah kali ini. Gadis itu sedang menyiapkan kata-kata yang pas untuk membungkam mulut wanita didepannya.

"Kalau gitu kenapa nggak Ustadzah sendiri aja yang nikah sama Ning Azizah?" tanya Khadijah sedikit nge gas. Hampir saja dia kelepasan untuk membentak wanita tersebut.

Gus Ibra yang melihat Khadijah hampir emosi itu langsung mengelus pelan tangannya. Jangan sampai acara resepsi ini hancur karena hal yang tidak penting sama sekali.

"Ning Khadijah ini aneh. Mana mungkin saya menikah dengan Ning Azizah, kita sama-sama perempuan."

"Ya bisa aja kan? Sebegitu cinta nya Ustadzah sama Ning Azizah." Khadijah tersenyum sinis. Dia tidak suka dengan pembahasan ini.

"Ustadzah, lebih baik njenengan makan dulu saja. Silahkan!" usir Gus Ibra sopan.

Ustadzah yang merasa sudah diusir itu langsung meninggalkan pelaminan. Dengan tidak tau dirinya dia mengambil beberapa potong kue untuk dimakan sendiri.

Gus Ibra melirik Khadijah yang tengah memandang Ustadzah Ana dengan tatapan sinis. Laki-laki itu tau kalau Khadijah sedang emosi, makanya dia mengambil dua gelas minum untuk dirinya dan Khadijah.

"Minum dulu biar fresh."

Khadijah menoleh, kemudian menerima gelas cantik berisi air sirup strawberry itu dari tangan Gus Ibra. Kesalnya masih belum hilang. Menurutnya sangat tidak pantas, ketika seorang tamu undangan tiba-tiba saja datang membahas wanita lain didepan sang pengantin perempuan. Apalagi sampai menjodoh-jodoh kan sang pengantin laki-laki dengan wanita lain.

"Dia emang suka gitu ya? Mancing emosi orang."

Bukannya menjawab, Gus Ibra justru terkekeh mendengar pertanyaan Khadijah. Gadis itu nampak lucu jika sedang emosi. Bukannya garang malah terlihat seperti anak TK yang tidak dibelikan mainan oleh orang tuanya.

"Nggak tau... saya jarang ngobrol bareng beliau, jadi nggak terlalu akrab!"

"Terus kenapa tadi sok akrab gitu sama Gus Ibra?" tanya Khadijah.

Gus Ibra tersenyum. Meletakkan gelas miliknya dimeja.

"Kenapa, kamu cemburu ada yang sok akrab dengan saya?"

Khadijah menggelengkan kepalanya. Dia sama sekali tidak cemburu, hanya saja sikap tidak sopan dari Ustadzah tersebut membuatnya kesal.

"Nggak usah PD, saya cuma kesal aja sama dia. Nggak ada sopan santun sama sekali!" ujar Khadijah kesal.

Gus Ibra terkekeh kecil. Tangannya mengelus lengan Khadijah lembut. "Maaf ya, gara-gara saya deket sama Ning Azizah kamu jadi di kaya gituin."

Khadijah mengangguk. Lagian dia juga tidak mempermasalahkan kedekatan Gus Ibra dengan Ning Azizah. Dia hanya mempermasalahkan tentang wanita yang tiba-tiba datang dan membahas mereka berdua di depan Khadijah.

"Gapapa Gus, lagian juga pasti semua orang punya masalalu," ucap Khadijah tenang.

"Terimakasih Khadijah!"

"Hmm"

Gus Ibra My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang