Luka Masa Lalu

101 12 8
                                    

Juan  dan Yuna kini sudah sampai di depan kost-an Yuna. Juan berinisiatif untuk turun lebih dulu dibanding Yuna. Pria dengan setelan jas itu berlari kecil ke arah pintu Yuna.

'Jangan-jangan??. Kumohon jangan', batin Yuna. Ia benar-benar ingin berteriak agar Juan tidak membuka pintu mobilnya. Sialnya bucket bunga yang Juan berikan padanya membuat Yuna kerepotan sendiri untuk membuka pintu.

GLEK.. 

Pintu mobil itu terbuka, Juan membukakannya untuk Yuna. Pasrah, Yuna pun keluar dari mobil dengan pintu yang dibuka oleh atasannya itu. Gerakan tangan Juan membuat jantung Yuna berdetak kencang untuk kesekian kalinya hari ini. Juan menyimpan tangannya di atas kepala Yuna, agar Yuna tidak terluka. Sama seperti yang ia lakukan pagi tadi saat menjemput Yuna di rumah sakit.

"Di sebelah mana kamar kost-mu?", tanya Juan menyadarkan Yuna yang masih mencoba menormalkan jantungnya.

"A.. a.. itu.. anu, di kamar nomor 7", jawab Yuna gugup, tanpa menatap Juan yang kini menelisiknya dalam.

"Kamu duluan", titahnya membuat Yuna berjalan lebih dulu dibanding atasannya. 

Langkah kaki sepatu Juan kembali membuat perasaan Yuna tidak karuan. Setiap sepatu itu melangkah, setiap jantung Yuna berdegup kencang. Yuna mencoba menoleh pada Juan yang ada di belakangnya, dan melihat Juan mengangkat tas yang berisi barang-barang Yuna selama di rumah sakit.

"Pak, saya saja yang bawa", Yuna meraih tas yang dijinjing oleh atasannya itu.

"Jalan saja".

"Tapi Pak, saya tidak enak".

"Jalan saja!", titah Juan sambil menatap Yuna, dan Yuna menyadari tatapan atasannya itu berbeda dari tatapan Juan sebelumnya padanya.

Yuna mempercepat langkah kakinya menuju kamar kost-nya. Langkah kaki Yuna yang berhenti, otomatis membuat langkah kaki Juan pun berhenti.

"Disini?", tanya Juan sambil menunjuk pintu kamar kost-an Yuna.

"Iya Pak, sini biar saya saja yang bawa tasnya".

"Kamu usir saya? Kamu tidak mau saya masuk ke sana?", tunjuk Juan lagi pada kamar kost Yuna.

Arghhhh... Rasanya Yuna ingin menjerit.

"Cepat buka pintunya", titah Juan.

'Sebenarnya ini kamar kost siapa?', jerit Yuna dalam hatinya.

Yuna membuka kamar kost-nya. Ia bernapas lega karena pemandangan kamarnya rapi. Itu berkat Sovia yang se-kamar dengannya.

Tanpa diperintah, Juan duduk di kursi rakit yang biasa Yuna gunakan untuk duduk saat makan bersama Sovia. Juan pun melihat sekeliling kamar kost Yuna tanpa memutar kepalanya. Ia melihat semuanya menggunakan sudut matanya.

"Betah?", tanya Juan tiba-tiba sambil menatap Yuna yang masih berdiri dengan bucket bunga yang ada di tangannya. 

"Betah? Maksud Bapak?", Yuna bertanya balik, otaknya seolah tidak bisa mencerna pertanyaan Juan dengan baik karena hari ini ia mendapatkan serangan jantung berkali-kali.

"Betah tinggal di hati saya?".

HAH HAH HAH, Apa maksudnya? Yuna sukses dibuat melongo dengan pertanyaan Juan.

Wajah cengo Yuna membuat sudut bibir kanan Juan terangkat. 

"Betah tinggal di kost-an maksud saya".

'Sialan kau Juandra... Kepentok apa dia bisa ngegombal-gambel gitu. Bikin anak orang baper aja'.

Yuna tertawa kecil, mencairkan suasana sekaligus menormalkan kembali suhu tubuhnya yang kini mulai panas. "Betah Pak", jawab Yuna singkat.

Juan hanya mengangguk, ia sedikit memainkan jari jemarinya sambil kembali melihat ruangan kotak yang tidak terlalu luas itu. Tak lama ia pun bangkit, dan menatap Yuna.

Love and JobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang