Hamil

73 8 8
                                    

Yuna berjalan ke kamar kos-nya sambil memegang pipinya. 

Apa ini mimpi? Tadi Pak Juan mencium pipi-ku? Jadi, kita resmi berpacaran?

Yuna masih tidak percaya hal yang tadi terjadi padanya, semuanya sangat cepat. Pertemuan, berargumen, serta konflik yang mereka miliki kini menjadikannya kekasih dari seorang Juandra.

"Yun....", sapa Sovia menepuk pundak Yuna membuat sang empunya terkesiap, lamunannya membuatnya lupa sekitarnya.

"Kok jalan sambil ngelamun?", tanya Sovia yang kini menjajarkan langkahnya dengan Yuna.

Yuna hanya tersenyum sambil menggelayut pada lengan Sovia.

"Mba, aku kangen banget. Lama ga ketemu mba setelah aku keluar dari rumah sakit. Mba lembur terus ya?", mereka kini masuk ke kamar kos, dan duduk bersama di kursi lipat yang ada di sana.

"Yun... sebenarnya mba mau bilang sesuatu sama kamu", Sovia menundukkan kepalanya, kelopak matanya pun terlihat berair.

Ada apa? Yuna tidak mengerti ini.

"Mba hamil, Yun...".

Yuna membulatkan matanya, kenapa bisa? 

"Aku bingung, Yun", Sovia kini menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Mba, siapa? siapa yang melakukan itu pada mba?", Yuna menggoyangkan bahu Sovia, membuat Sovia menonggak padanya.

"Pacar mba, Yun", Sovia kembali menunduk.

"Siapa? Siapa pacar mba? Dia udah mba kasih tau?".

Sovia mengangguk, namun suara tangisnya malah meninggi.

"Tapi... sampai saat ini dia belum balas pesan mba".

"Hah??", Yuna membulatkan matanya, menduga bahwa pacar Sovia tidak akan bertanggung jawab.

Yuna mengusap wajahnya sebelum berbicara serius dengan Sovia, gadis itu mencengkram bahu Sovia kuat, membuat Sovia kini menatapnya.

"Aku ga ngerti kenapa mba bisa sebodoh ini. Kenapa mau melakukan itu sebelum ada pernikahan? Tau kan kalau gini yang dirugikan siapa? Perempuan mba, perempuan...", Yuna menjeda kalimatnya untuk mengambil nafas panjang.

"Tapi itu sudah terlanjur, besok kita datangi laki-laki itu".


***

"APA?? HAMILL", teriak Juan tidak percaya kenapa kakak laki-lakinya itu sangat bodoh hingga membuat keadaan semakin rumit.

"Udah dua bulan", jawab Jiandra dengan senyum tipisnya.

"Mas, kok bisa sesantai itu. Anak orang loh yang mas hamilin".

"Sudah, sudah jangan emosi Juan", Suandra mencoba menenangkan Juan yang tampak sangat emosi, bahkan ia seperti bersiap untuk memukul wajah kakak laki-laki pertamanya itu.

"Aku bela-belain pulang loh, sekarang ceritakan siapa perempuan itu?", lanjut Suandra menatap pada Jian.

"Kamu kenal dia Juan", ucap Jian tersenyum pada adik bungsunya.

Juan tidak menjawab, ia menunggu kalimat yang akan dilontarkan oleh Jian selanjutnya.

"Sintia....".

Juan menutup matanya, semua ini membuatnya kesal. Kenapa kakak-nya itu selalu berulah, bukannya memperbaiki keadaan, malah membuatnya semakin runyam.

"Besok, kita temui dia", ujar Juan pergi meninggalkan keduanya.


***

Love and JobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang