Cinta Pertama

119 11 3
                                    

"Gila.... kalian liat kan apa yang aku liat juga", seru Namish tanpa sadar ia meloncat dari tempat duduknya.

"Kan, udah aku bilang pada ga percaya", ucap Sintia.

"Kok bisa ya, kita kelewat apa ya?", Tirta berusaha memutar memorinya.

"Aku udah duga ini saat Yuna sakit tempo lalu. Pak Juan tuh beda banget, dari tatapannya, cara ngomongnya sama Yuna, beda banget pokoknya", ucap Namish dengan nada semangat.

Yurika hanya diam, ia tidak seperti yang lainnya. Yurika tampak murung, dan itu disadari oleh Yesa.


***

"Pak...".

"Iya, sayang".

DUH SUYANG SAYANG TERUS...

"Pak, tadi di kantor...".

"Iya, saya tahu", ucap Juan sambil fokus dengan kemudinya. Mereka akan mampir ke restoran untuk makan malam bersama.

"Bukan gitu maksud saya, Pak. Dengan sikap Bapak tadi, semua orang jadi tahu kalau kita pacaran", protes Yuna, gadis itu menyerongkan badannya ke sebelah kanan agar dapat menarik atensi sang kekasih.

"Saya tidak pernah bilang hubungan kita rahasia".

'Iya juga sih', Yuna baru sadar akan hal itu.

"Tapi, Pak...".

"Saya sengaja. Saya mau semua orang tahu bahwa kamu milik saya".

Blushh... wajah Yuna memerah seketika. Padahal raut wajah Juan terlihat biasa saja saat mengatakan itu tapi sukses membuat Yuna tersipu.

Yuna kembali memperbaiki posisi duduknya, ia kalah telak berargumen dengan Juan.

Sepuluh menit perjalanan, mereka pun sampai di restoran yang akan dikunjungi. Juan berjalan lebih dulu, dengan Yuna yang mengikutinya dari belakang. Hal ini membuat Juan menoleh kebelakang.

"Jangan bersikap seolah kamu adalah karyawan saya", Juan menarik Yuna dan merangkul pinggang gadis itu lembut, agar mereka berjalan sejajar.

"Yuna..", seorang pria yang melihat Yuna dari kejauhan mendekati mereka. Tatapannya tertuju pada tangan Juan yang ada di pinggang Yuna.

Yuna mencoba melepaskan rangkulan Juan, tapi seolah menantang, pria yang kini menjadi kekasihnya malah semakin melekatkan tubuh Yuna ke sisinya.

"Sedang apa di sini?", tanya Janshen.

"Bukan urusanmu", jawab Juan.

"Aku tidak bertanya padamu. Aku bertanya pada Yuna", ketus Janshen yang masih belum mengalihkan pandangannya dari tangan Juan.

"Urusannya menjadi urusan saya sekarang".

Yuna benar-benar kebingungan di tengah dua bersaudara beda ibu itu. Rasanya ia ingin menghilang saja.

"Ayo, sayang...", Juan tersenyum sinis dan membawa Yuna ke meja tempat mereka akan makan malam.

Juan membuka kursi untuk Yuna duduk, ia bersikap manly sebagai seorang kekasih. Tak lupa Juan tersenyum manis sebelum Yuna duduk. Perempuan mana yang tidak meleleh dengan sikap Juan saat ini.

"Mau makan apa?", tanyanya sambil membuka buku menu yang diberikan pelayan resto.

"Saya ikut Bapak saja", ucap Yuna mencoba tersenyum, gadis itu masih membayangkan ekspresi Janshen saat bertemu dengannya tadi.

Juan mengangguk, menunjuk menu yang dipilihnya, dan memberikan buku menu kembali pada pelayan.

"Pak, tadi...".

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love and JobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang