05 -- Kabut.

6 2 0
                                        

"Serius? Kenapa dia tidak memanfaatkan angin untuk mendorong lawan mendekat agar dia mudah menyerang?" komentar Kazumi.

"Atau, kenapa dia tidak terbang saja. Melesat seperti angin?" Kazumi dan Rei saling tatap, mereka menghela nafas panjang sambil menepuk dahi.

'Memang tidak bisa di harapkan ...' pikir keduanya.

Wajah Akari mulai penuh dengan peluh keringat. Sedangkan Nath terus melayangkan anak panah air dengan wajah datar, dia tidak bergerak sedikit pun.

SRET!!

"Aduh!" ringis Akari saat lengan kirinya berhasil terkena anak panah.

"Hei Akari! Kau mau terus bertarung seperti itu?! Pujaan hatimu nanti kecewa loh!" teriak Rei dari kerumunan. Akari menoleh cepat, wajahnya memerah.

"BERISIK REI!!"

Energi Akari meluap, dia mengeratkan tombaknya. Menarik nafas dalam-dalam, Akari memantapkan diri. Angin berhembus kencang dari arah Akari, membuat Nath juga ikut dalam mode serius.

Nath menaikkan busurnya.

WHOOSH!! TRANG!!

Sebelum pemuda itu menarik busur, Akari lebih dulu melesat bersama angin. Tombak dan busur mereka saling beradu, Akari tersenyum senang.

SRET!! BUGH!!

Akari memutar tubuhnya, merubah posisinya menjadi berada di belakang Nath. Dengan segera, gadis itu menendang punggung Nath hingga tersungkur.

Akari menodongkan tombaknya, dengan itu Akari menang melawan Nath.

"Oh wow, energi apa itu?" tanya Rei sambil bertepuk tangan.

"Entahlah, mungkin ini yang disebut dengan energi cinta?" Kazumi mengendikkan bahu.

"Duel berakhir, Akari menang!"

Dengan itu, Akari berlari kecil ke arah Rei dan Kazumi. Sikap ceria layaknya anak anjing miliinya kembali. "Lihat, aku menang lagi! Bagus, 'kan? Apa kalian pikir dia akan kagum?"

"Mana kutahu. Coba lihat sana," ucap Rei. Akari dengan segera mengalihkan pandangannya, hanya untuk kecewa melihat Artheon tidak menatapnya.

"Mana mungkin dia langsung melihatmu, 'kan?" Kazumi bergumam.

"U-uh! Iya sih, tapi biarkan gadis ini bermimpi sedikit!"

"Haha, semangat!" Rei tersenyum main-main, membuat Akari merengut.

"Duel kedua, Rei versus Orcha!"

"Eh, secepat ini?" Rei bangkit dari posisi berjongkoknya. Menoleh ke arah kedua temannya, dia tersenyum lebar. "Doakan pemanah ini, ya?"

Pemilik rambut pirang itu mengambil panahnya, berjalan ke tengah arena. Dia berdiri berhadapan dengan gadis pemegang pedang.

"Siap? Kedua pahlawan bersiap, mulai!"

Secepat kilat Orcha berlari ke arah Rei. Gadis yang diserang membuat anak panah dari sihirnya dan melepaskannya satu per satu, yang dihindari oleh gadis lainnya. Menyadari jarak mereka semakin dekat, Rei berlari memutar.

"Hei, Rei! Kau sendiri yang bilang jangan hanya berlari! Serang dia!!" Akari berteriak di samping Kazumi, membuat gadis berambut hitam itu menepuk kepala Akari cukup kuat.

"Haha, kau bilang begitu karena kau mempunyai tombak. Yah, aku punya panah jadi maafkan aku jika aku harus mengambil sudut yang tepat!" Rei membalas, masih berlari dari Orcha, sesekali dia menunduk.

The Final Curse Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang