Deru napas terdengar keras di hutan yang sunyi itu. Cahaya rembulan sesekali mengintip dari balik dedaunan pohon, memberi keterangan yang minim. Seseorang berjubah melesat, berlari memasuki hutan semakin dalam. Manik ruby-nya mengamati sekeliling. Kemudian, dia berhenti. Berpegangan di pohon dan menetralkan napasnya, dia membuka tas ransel yang dia bawa. Membuka peta.
Gadis itu, Kazumi, sekali lagi menatap sekeliling. "Harusnya... aku sudah semakin mendekati perbatasan. Mungkin jika aku berlari bebe-"
WUSHH!
Angin kencang berhembus, memaksa Kazumi menutup matanya. Yang kembali dia buka kala tawa kecil terdengar tertiup angin.
"Apa yang kau lakukan di sini, Nona Kecil?"
Kazumi melebarkan mata, mendongak. Di depannya, di atas cabang pohon yang tinggi, terlihat sosok laki-laki berdiri membelakangi rembulan. Mata merahnya berkilau kala dia menatap Kazumi.
"Bukan urusanmu," gumam si gadis. Dia cepat-cepat memasukkan peta ke dalam tas dan menggenggam pegangan pedangnya.
"Oh ya? Tapi aku mencium bau kutukan darimu, Nona." Laki-laki itu meloncat turun, berjalan mendekati Kazumi. Dia berhenti tepat di depan gadis itu.
Dari jarak sedekat itu, Kazumi menyadari bahwa laki-laki di depannya bukan manusia. Telinga lancip, pupil tidak manusiawi, seorang elf.
"Nona Muda, mungkinkah kau adalah persembahan yang dikirim Agthaviel?"
---
"... Ri! Akari! AKARI! BANGUNLAH!"
"Uhh." Akari menyipitkan mata terhadap cahaya lampu, berkedip dan akhirnya melihat Rei. Wajah gadis lain terlihat panik, yang otomatis membuat Akari mendudukkan diri. "Ada apa, Rei?"
"Kazumi menghilang," ucap Rei berlari ke lemari dan melempar kemeja putih dan celana ke Akari.
"HAHHH??? HILANG BAGAIMANA?"
"Tidak tahu. Pokoknya tadi tiba-tiba Yulian menggedor kamar kita dan bertanya di mana Kazumi," gumam Rei. Gadis itu berjalan bulak-balik di ruangan, sudah memakai kemeja dan baju pelindungnya. "Sekarang semua disuruh berkumpul di ruang pelatihan untuk mencari Kazumi. Cepatlah, Akari!"
"Iya iya!"
---
"Sudah ku duga cepat atau lambat mereka akan tau," Artheon menatap kerumunan dari menara. Dia tersenyum tipis. "Tapi, itu cukup berhasil. Aku mendapatkan banyak waktu sekarang."
Sosok Artheon menghilang dari balik bayangan. Malam itu suasana menjadi ricuh, para pahlawan saling melontarkan keluhan lantaran mereka dibangunkan tengah malam hanya untuk mencari Kazumi.
"Astaga, apa yang Kazumi pikirkan?" Akari mengigit bibirnya, dia mencari Kazumi di bagian selatan Agthaviel. "Akan semakin berbahaya jika dia keluar dengan kutukan itu!"
KRIET ...!
"... Ini," Manik Akari melebar, menatap reruntuhan bangunan lama. Langkahnya takut-takut untuk mendekat.
"Tidak mungkin Kazumi ke sini-," Akari menggeleng. "Uh, mungkin saja sih. Dia bahkan suka hal-hal mistis ..."
Sosok Kazumi muncul di pikiran Akari, sosok itu bertanduk seperti iblis yang mencoba menakut-nakuti Akari.
"Huwa! Jangan menakuti ku!" Akari berkelahi dengan pikirannya. Tanpa sengaja sihir nya terlepas, mengenai sebuah bongkahan.
BRUK!
"Eh?" Langkahnya mendekat, lalu terhenti saat melihat batu prasasti berisi bahasa kuno.
Akari menatap ke bawah, ia tepat berada di tengah-tengah lingkaran sihir. Ada 4 titik runtuhan yang mengitari lingkaran sihir itu. Akari berpikir, dia mengeluarkan sebuah kertas dari sakunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Final Curse
FantasySifat manusia tidak jauh dari egois, serakah, dan angkuh. Egois dengan keinginan, serakah akan kekuasaan dunia, dan angkuh pada yang rendah. Karena sifat itu, mereka saling menjajah satu sama lain. Dunia lain pun mereka rampas habis tak bersisa. Me...