01 -- Agthaviel.

5 2 0
                                    

Manik ruby-nya meniti setiap inci ruangan. Lampu gantung mewah, guci antik, lukisan besar kuno, serta lantai marmer memberikan kesan interior berkelas pada bangunan ini.

Sudah seminggu sejak kejadian aneh yang membuatnya terdampar di negeri antah berantah ini, membuat ia harus ikut serta dalam sesi pelatihan untuk melawan kelompok kejahatan Abyys.

Tubuhnya berhenti bergerak kala menatap keluar jendela, puing-puing bangunan hancur tak bersisa. Angin lembut menerbangkan anak rambutnya, ia menoleh ke arah lorong.

"Akari, berhenti memainkan sihir angin mu."

Terpaan angin kuat berkumpul menjadi sebuah bola, disana muncul sosok gadis berusia 16 tahun tengah cemberut. Tangannya lihai memainkan angin.

"Insting mu sangat tajam Kazu! Padahal aku sudah berusaha untuk membuat senatural mungkin!" ketusnya kesal.

"Usahamu sudah lumayan. Dan untuk Rei, sihir ilusi mu terlalu berlebihan."

Seorang gadis dengan rambut pirang muncul dari balik guci besar, kini semua interior mewah berganti dengan lantai kayu dan dinding yang terbuat dari batu bata. Tiada satupun barang mewah di sana.

"Astaga, andai saja tempat tinggal kita sebagus itu! Mereka bahkan tidak memberikan kita tempat yang layak Kazu! Aku ingin pulang saja deh ..." Rei merungut.

Si gadis berambut hitam menghela napas, lelah dengan kelakuan teman-bukan-teman miliknya itu.

Akari dan Rei, dua orang yang secara ajaib juga memiliki nasib sama dengannya. Ditarik paksa dari dunia modern ke dalam dunia aneh itu. Karena sama-sama bingung, dan sama-sama dendam dengan orang-orang sialan yang menarik mereka seenaknya ke dunia yang sama sialan itu, mereka secara tak sengaja berkawan— walaupun sebenarnya hubungan antara mereka bertiga hanya Akari dan Rei yang mengganggu ketenangan Kazumi.

"Yah, setidaknya mereka memberi kita tempat tinggal," ucap Akari.

"Tapi tetap saja! Apa-apaan coba mereka? 'patuh lah pada aturan duniawi' yang tidak patuh itu justru mereka 'kan?? Seenaknya saja menarik orang-orang untuk membantu," gerutu Rei. Pemilik rambut pirang itu menyandarkan tubuhnya ke dinding di dekat Kazumi.

"Mendengar keluhanmu, aku jadi semakin kesal."

"Hei! Tapi kau juga sama 'kan Kazu?!"

Akari hanya tertawa pasrah mendengar perdebatan kedua temannya, dirinya mendekati mereka dan menatap keluar jendela. "Tapi aku penasaran ... Kira-kira apa ada hal yang dilakukan kerajaan sampai abyss marah besar?"

Rei mengangguk, bersedekap dada. "Sejarah kekaisaran, mereka tidak memberitahu detail kejadiannya kepada kita," katanya, "Apa yang telah terjadi sebelum kita datang?"

"Apa itu patut untuk dipertanyakan, sekarang?"

Ketiganya menoleh kala sebuah suara menginterupsi, langkah kaki terdengar bersamaan dengan munculnya seorang pemuda bersurai perak dengan pakaian mewah khas bangsawan.

"Hal hal yang menyangkut kekaisaran bukanlah urusan kalian. terkadang beberapa dari hal hal itu memang patut untuk disembunyikan, dari anggota kerajaan sekalipun." katanya, menatap ketiganya dengan datar.

"Kami memberi salam kepada Bintang Kekaisaran ..." sapa ketiganya berlutut.

Pemuda itu menatap kebawah dimana ketiga gadis itu berada, menghela napas kasar, ia memberi isyarat agar ketiganya berdiri.

"Para pahlawan telah berkumpul di tempat latihan ksatria sejak 17 menit yang lalu. Kenapa kalian masih disini?" tanya sang putra mahkota, Yulian de Agthaviel.

"Eh? Sudah saatnya?!" Akari memekik, membuat keheningan terjadi di antara mereka. menyadari kesalahannya, ia membungkuk sedalam dalamnya, "Maafkan kelancangan saya, Yang Mulia ..."

The Final Curse Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang