Bagian 6: Tetangga dari Neraka

24 5 4
                                    

Berbicara mengenai murid berprestasi, kita sebagai warga Nusa Indah pasti sudah tidak asing lagi dengan nama Riga. Pemilik nama lengkap Auriga Dwitama ini sudah jadi langganan juara olimpiade ilmu sosial, lho! Mau tahu apa saja prestasi yang sudah diraihnya? Simak tulisan ini sampai habis!

Ada banyak trofi yang sudah Riga sumbangkan ke Nusa Indah, beberapa di antaranya adalah trofi kejuaraan olimpiade ilmu sosial se-Jawa-Bali yang diadakan oleh Universitas Tunas Jaya pada tahun lalu, trofi kejuaraan debat nasional yang diadakan di Bali tiga bulan yang lalu, dan trofi kejuaraan karya tulis terbaik yang didapatkannya satu bulan lalu. Prestasi-prestasi gemilangnya itu membuat nama Auriga Dwitama semakin melambung.

Anak Nusda mana yang tidak kenal Riga? Selain berprestasi, Riga juga dikenal sebagai pribadi yang ramah. Tidak heran jika Riga mejadi kesayangan semua orang, termasuk para guru. Idaman banget, kan!

Satu hal yang tidak boleh dilupakan, Riga merupakan putra dari salah seorang donatur tetap SMA Nusa Indah, lho. So, kalau teman-teman mau bersaing dengan Riga yang notabene berprivilese atau memiliki hak istimewa, teman-teman harus menentukan strateginya sekarang juga!

^^^

Ini kali pertama Ona menghadap pembina klub Kreativa seorang diri. Kalau bukan karena Selin ngambek dan semua orang di sekre menyalahkannya karena tulisan di Kolom Profil Idola, setelah bel pulang berbunyi, Ona pasti lebih memilih pulang.

Cewek berambut pendek itu berjalan gontai keluar dari ruang guru. Wajah dan penampilannya lecek seperti baju yang tidak pernah disetrika. Masih jelas terngiang di telinganya ucapan pembina klubnya yang menohok.

"Kalau mau bikin huru-hara jangan mengatasnamakan Kreativa! Dibubarin beneran baru kamu tahu rasa!"

Ona menendang kerikil yang ada di depannya untuk melampiaskan kekesalan. Dia benar-benar kesal karena hari ini banyak sekali yang memojokkannya. Padahal, apa yang Ona tulis bisa dibuktikan kebenarannya. Bahwa, Riga memang pernah memanfaatkan privilesenya untuk menjadi murid nomor satu di Nusa Indah—satu fakta yang orang-orang tidak tahu, atau bahkan tidak mau tahu. Bagi para penggemarnya, Riga kan seperti dewa.

Argh! Kenapa semua orang memojokkan Ona? Padahal, apa yang Ona tulis sebenarnya tidak terlalu menyudutkan Riga. Meski memang benar, tujuannya membuat tulisan itu adalah untuk menggiring opini agar orang-orang tidak lagi mengelu-elukan nama Riga yang menjemukan di telinganya.

Ona menendang kerikil sekali lagi. Kali ini, kerikil itu mendarat di tempat yang salah. Ona menepuk jidatnya. Mampus! Kerikil yang ditendangnya mengenai lutut seseorang sampai orang itu mengaduh.

"So ... ri ...." ucap Ona sembari menggaruk kepalanya yang tidak benar-benar gatal. Dia belum tahu siapa yang menjadi korban kerikil yang ditendangnya karena setelah mendengar erangan kecil orang itu, Ona langsung menundukkan kepala. Ona malu, bukan cuma karena insiden kerikil itu, tetapi juga karena penampilannya saat ini yang sudah sangat tidak karuan.

Jika boleh meminta, Ona ingin bisa menghilang saat ini juga, saat seseorang yang terkena tendangan kerikilnya bergerak memangkas jarak.

"Sori," cicit Ona, lagi. Suaranya bahkan tidak lebih keras dari desau angin.

"Huru-hara lo nggak berhasil, ya, makanya loyo begini?"

Suara yang terdengar dekat di telinga itu membuat bulu kuduk Ona seketika meremang.

"Lo?" Ona tergerigap. Dia mundur beberapa langkah dengan langkah gemetar.

Siapa pun, tolong bawa Ona pergi sekarang! Dia sudah tidak punya sisa tenaga untuk menghadapi Riga.

"Kenapa pucet gitu, Na? Kayak abis lihat setan aja."

Jika Ona nggak sedang berada dalam kondisi yang sekacau ini, dia pasti sudah berteriak di depan muka Riga, "LO SETANNYA!" Sayangnya, kondisi tubuhnya yang lelah tidak mendukung niatnya.

Tidak ingin terlibat obrolan lebih lanjut dengan Riga, Ona memutar tumit dan berjalan menjauhi Riga. Namun, dia tidak bisa lolos begitu saja. Langkah-langkah Riga yang panjang bisa dengan cepat mengejarnya.

"Minggir!" seru Ona saat Riga menghadang langkahnya.

Bukannya menyingkir, Riga justru menyeringai, apalagi saat perhatian orang-orang yang kebetulan masih ada di halaman sekolah mulai tertuju kepadanya.

"Semakin lo teriak, semakin banyak mata yang akan memperhatikan kita, Liona."

Ucapan Riga syarat akan ancaman. Senyum yang tercetak di bibir cowok itu hanyalah bentuk klamufase agar dia semakin terlihat seperti malaikat. Meski, di mata Ona, Riga tak ubahnya seperti tetangga yang datang dari neraka.

"Mau lo apa, sih?" tanya Ona.

"Memainkan permainan yang sudah lo mulai," jawab Riga, setenang biasanya.

Ketenangan Riga membuat kekesalan Ona tiba pada puncaknya. Ona maju selangkah, mengikis jaraknya dengan Riga hingga hanya tersisa sehasta. "Lo—"

"Riga!"

Ucapan Ona terpotong. Sial! Dua orang cewek menghampiri Riga. Ona refleks menjauh dari cowok jangkung itu. Dia berniat pergi, tapi Riga mencekal pergelangan tangannya.

"Urusan kita belum selesai," bisik Riga.

"Riga, kok, lo di sekolah? Bukannya lagi lomba ya?" tanya Chalika, sekretaris OSIS yang pernah dengan terang-terangan mengaku menyukai Riga. Cewek itu selalu tersenyum saat mengajak Riga bicara, padahal di OSIS dia terkenal cuek dan irit bicara.

"Hai, Cha. Kebetulan gue udah balik dari jam sepuluh pagi," jawab Riga.

Chalika tersipu-sipu. Dia sampai mencubit lengan temannya.

Melihat itu, Ona dibuat ingin memuntahkan seluruh isi perutnya. Chalika tidak tahu aja, Riga itu tukang tebar pesona. Tersenyum kepada siapa saja adalah hobinya yang memuakkan di mata Ona.

"Ekhem."

Saat Ona berdehem, baik Riga maupun Chalika dan temannya sama-sama terkejut. Seolah baru menyadari di tempat itu Riga tidak sendiri, Chalika terlihat kikuk saat menyapa Ona.

"Hai, Na. BTW lo sama Riga ...." Cewek berambut gelombang itu menggantung kalimatnya. Matanya yang dipayungi bulu mata lentik memandang ke tangan Riga yang melingkar di pergelangan tangan Ona. "Kalian ... janjian pulang bareng?"

"Nggak!"

"Iya."

Ona melotot mendengar jawaban Riga. Sedangkan, Riga hanya mengulas senyum tipis andalannya.

"Cha, Ar, duluan ya. Gue ke sekolah emang buat jemput Ona. See ya!"

Dengan begitu, Riga pergi bersama Ona. Dengan begitu, nama Riga pasti akan kembali disebut-sebut bersama kalimat-kalimat sanjungan. Sedangkan, nama Ona akan banyak dibicarakan berbaris dengan kata-kata makian.

Neighbor from HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang