Bagian 24: Kasih Tak Sampai

11 2 0
                                    

Salah satu hal yang tidak pernah Gema sesali sampai umurnya menginjak tujuh belas tahun adalah bersekolah di SMA Nusa Indah. Padahal, dulu Gema sempat ngotot mau masuk SMK biar bisa langsung kerja. Untung saja, dia bertemu dengan Ona. Cewek berambut pendek yang sejak pertemuan pertama sudah menarik perhatiannya.

Pertama kali Gema bertemu Ona adalah saat penyerahan formulir ekskul di sekre Kreativa. Namun, hingga kini Gema belum juga mengungkapkan perasaannya. Ona terlalu tidak peka, menganggap semua yang Gema lakukan hanya berdasar pada pertemanan semata.

Gema tidak langsung pulang begitu mengantar Ona menggunakan layanan taksi online beberapa menit yang lalu. Cowok itu kembali ke sekolah untuk mengambil motornya. Kepada Ona Gema mengaku tidak membawa motornya, tapi itu hanya alasan semata agar Ona mau pulang bersamanya. Apa coba namanya kalau bukan budak cinta?

Tawa pedih lolos dari mulut Gema. Jatuh cinta benar-benar membuatnya buta sampai melakukan hal-hal nekat seperti mencuri bukti dan menulis berita jahat tentang Riga yang mengatasnamakan Ona untuk membalas sakit hati yang telah lama dipendamnya.

"Halo?" Gema meletakkan ponselnya di antara bahu dan telinga, tangannya sibuk mengeluarkan jas hujan dari jok motor. "Kenapa, Min?" tanyanya, pada orang di seberang telepon.

"Kak Gema, tulisan Kak Gema tentang Kak Riga itu udah naik ke IG Nusda, kan, terus ini komentarnya jadi banyak banget, Minus takut jadi masalah, deh. Soalnya, kan, Kak Riga itu anaknya Pak Donatur."

Gema menarik napas, yang ada di seberang telepon itu adalah admin akun gosip Nusa Indah yang tadi pagi dihubunginya.

"Gue jamin bakal aman, kok. Lagian itu fakta. Lo udah gue kasih imbalan yang setimpal, jadi tolong jaga rahasia gue. Identitas pengirim bakal tetap anonim, kan?"

Setelah orang yang menyebut dirinya Minus itu mengiakan, Gema mematikan teleponnya. Napas berat terembus. Usahanya untuk membalaskan sakit hatinya harus berjalan dengan lancar karena jika tidak, senjatanya bisa menjadi bumerang.

"Sori, Na, tapi gue benar-benar kesel sama lo yang malah jadi deket sama Riga," gumamnya.

Masih jelas terekam di kepala Gema saat Ona rela meninggalkan pertandingan sepak bola demi meminjamkan bahunya untuk Riga. Ya, saat itu, Gema juga menonton bersama teman-temannya. Gema melihat Ona, sempat akan menghampirinya. Namun, saat tahu cewek itu datang bersama Riga, hatinya dikuasai kekesalan. Saat melihat Ona meninggalkan tribune, Gema mengikutinya. Hatinya bertambah remuk saat menemukan Ona sedang memeluk Riga. Awalnya, Gema sangat menyesali keputusannya untuk menyusul Ona, tapi kemudian Gema merasa senang karena dia mendapatkan sesuatu yang bisa digunakan untuk membalaskan sakit hatinya—masa lalu Riga.

^^^

"NA, BURUAN TURUN! ADA TEMEN LO LAGI, NIH!"

Sekarang Ona tahu kenapa Gema bisa memiliki foto barang bukti yang Fidela berikan kepadanya. Hari itu, Gema datang ke rumahnya untuk mengambil kunci sekre. Katanya, ada barangnya yang tertinggal di sana.

"Nggak salah lagi, Gema pasti kepo sama paper bag yang gue tinggalin di meja ruang tamu pas gue naik lagi buat ambil kunci sekre di kamar. Sial! Kok, bisa gue kecolongan?"

Kaki Ona bergerak-gerak gelisah sampai membuat meja belajarnya berguncang.

Ona sama sekali tidak menduga Gema akan bertindak sejauh ini, sampai menggunakan inisial namanya saat menulis berita jahat tentang Riga. Pasalnya, Gema yang Ona kenal adalah sosok teman yang perhatian dan baik hati.

"Apa jangan-jangan, Gema beneran mau bantu gue buat menang dari Riga?" Karena jika iya, Ona tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Gema. Biar bagaimanapun, masalah ini dimulai dari konten Kolom Profil Idola yang disalahgunakan olehnya.

"Argh! Gue harus gimana?"

Menggunakan second account sosial medianya, Ona mengecek postingan akun gosip Nusa Indah yang juga menyebarluaskan tulisan Gema yang tidak bertanggung jawab itu. Jumlah like dan komentarnya bikin geleng-geleng. Sepertinya semua anak Nusa Indah berpendapat di sana. Dan, tidak jarang Ona temukan komentar yang menyudutkan Riga. Yang membela Riga bisa dihitung jari, padahal sebelumnya penggemarnya banyak sekali.

Ona mengacak rambutnya sampai tidak berbentuk. Dia harus melakukan sesuatu untuk menyelesaikan semuanya. Hal pertama yang harus dia lakukan adalah memastikan Riga baik-baik saja.

Tapi, gimana caranya?

"Na, disuruh Mama ke dapur!"

Mendengar kata dapur, Ona langsung mendapatkan ide. Secepat kilat, cewek itu menghampiri Mama.

"Tumben mau ke dapur," goda Mama. Tangannya penuh tepung.

"Kan, tadi disuruh Bella. Kenapa panggil aku?" tanya Ona. Matanya fokus ke tangan Mama yang sedang melumuri paha ayam dengan tepung dan telur.

"Bantuin Mama masak lah, masa berenang?"

Kadang, Mama suka melucu, tapi Ona jarang tertawa karena gurauannya. "Kalau bantuin, hadiahnya apa?" tanya Ona, lalu menelan ludah susah payah karena keheningan yang tiba-tiba.

"Kenapa, sih? Pertanyaanmu aneh banget. Lagi pengin sesuatu?" Giliran Mama yang bertanya.

Alah, palingan kalau aku mau sesuatu juga disuruh beli sendiri. Dalam hati Ona menjawab dengan nyinyiran tidak sopan. Namun, karena hari ini dia memang punya permintaan, Ona menelan kembali jawaban yang sudah hampir terlontar itu.

"Iya," katanya kemudian.

Dahi Mama berkerut. "I ... phone?"

"Nggak. Bukan."

Jawaban Ona membuat Mama bernapas lega. "Terus?"

"Aku mau masakan Mama ... buat temenku."

"Temenmu nggak dikasih makan sama orang tuanya? Kasihan banget. Sayangnya Mama cuma mau goreng ayam tepung sedikit. Cuma buat kita serumah," ucapnya sambil menunjuk enam potong paha ayam berlumur tepung di atas wadah. Satu untuk Papa, satu untuk Mama, satu untuk Bella, satu untuk Ona, dua untuk Vero si bungsu tercinta.

Ona menggigit bibir. "Ma, please ...." mohonnya. Karena jika Mama tidak mengabulkan permintaannya, Ona kehilangan alasan untuk menemui Riga.

"Buat siapa, sih, emangnya?"

Sebenarnya Ona enggan menjawab, tapi sepertinya nama Riga bisa dijadikan senjata. "Riga."

Mata Mama langsung melebar. "Riga tetangga kita? Anak ganteng, pinter, baik, idaman Mama itu belum makan? Dari kapan? Ini udah jam berapa?" Perempuan berdaster itu malah heboh sendiri.

"Makanya Mama bikinin, seporsi aja, deh."

"Iya! Pasti Mama bikinin. Mau berapa porsi?"

"Satu aja ...." ulang Ona.

"Ya udah, nanti biar Mama yang antar sendiri sekalian."

"Jangan!" potong Ona, cepat. "Aku aja," katanya. Meski terdengar aneh, cewek itu tetap melanjutkan kalimatnya. "Biar aku aja yang antar ke rumahnya. Sekalian mau ... nanya tugas."

Mendengar itu, Mama bersorak kegirangan. "Nah, gitu dong, Na ... yang akur sama tetangga. Ya udah, kamu bantu Mama masak buat Riga. Nanti kamu makan malamnya gofood aja, ya?"

Meski lagi-lagi dirinya yang dikorbankan, kali ini Ona mengangguk setuju.

Pokoknya gue harus memastikan Riga nggak melakukan sesuatu yang aneh dan merugikan! Karena jika iya ... gue nggak pantas dimaafkan.

Neighbor from HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang