Bagian 9: Awal Mula

18 4 0
                                    

Mata pelajaran setelah istirahat pertama di hari Rabu adalah olahraga. Untuk itu, anak-anak XI A yang sudah berganti pakaian olahraga berkumpul di lapangan untuk melakukan pemanasan. Terik matahari pukul sepuluh sama sekali tidak melunturkan semangat mereka. Karena bagi sebagian besar anak-anak XI A, jam pelajaran olahraga adalah jam kebebasan mereka. Tidak ada buku, tidak ada materi yang harus dihafalkan. Jam olahraga adalah saatnya unjuk otot dan unjuk gigi.

"Anak-anak yang saya cintai dan saya banggakan, sebelum kita mulai praktik permainan bola besar, saya akan menyampaikan beberapa pengumuman terlebih dahulu."

Semua orang di lapangan memperhatikan Pak Hendri dengan serius.

"Pertama, kita akan melaksanakan praktik basket. Kedua, yang akan kita praktikkan hanya gerakan-gerakannya saja, bukan pertandingan. Ketiga, saya cuma bisa nemenin kalian pemanasan aja, setelah itu saya harus ikut rapat di luar. Jadi, saya akan meminta bantuan salah satu dari kalian untuk memantau jalannya praktik kita pada hari ini."

Anak-anak yang tadi diam, kini mulai kasak-kusuk dan saling sikut, menebak-nebak siapa yang akan ditunjuk Pak Hendri untuk menggantikannya.

Seseorang menyenggol bahu Ona.

"Na, menurut lo siapa yang bakal ditunjuk Pak Hendri?" tanya Sasya, teman semejanya.

"Mana gue tahu." Ona mengedikkan bahunya.

"Lo mah nggak asyik!"

Ona tidak peduli. Lagian nggak penting juga menebak-nebak hal remeh seperti itu.

"Riga." Suara Pak Hendri yang lumayan keras menghentikan kasak-kusuk yang terjadi.

"Saya, Pak," jawab Riga. Singkat saja, tapi suaranya yang agak serak sukses membuat cewek-cewek kembali berbisik-bisik dengan tatapan berbinar. Kecuali Ona, tentu saja karena hanya cewek itu yang malah memutar bola matanya malas setelah nama Riga disebut.

Riga yang saat ini mengenakan kaus putih berleres hijau nusa indah dan celana training panjang—serigam olahraga SMA Nusa Indah—keluar dari barisan sesuai intruksi Pak Hendri.

"Saya percayakan kelas ini ke kamu ya."

Bahu Ona merosot. Selalu saja begini. Ini bukan kali pertama Pak Hendri izin di tengah kelas, lalu meminta Riga menjadi penggantinya.

Nggak bisa apa, cari ganti yang lain aja?

Pasalnya, setiap Riga menggantikan Pak Hendri, selalu ada saja tingkahnya. Minggu kemarin, saat praktik lompat jauh dan kebetulan Pak Hendri berhalangan, Riga juga ditunjuk menjadi gantinya. Tebak apa yang cowok itu lakukan pada Ona! Riga sengaja melewatkan nama Ona saat memanggil satu per satu anak XI A untuk melakukan lompat jauh, sehingga Ona menjadi orang terakhir yang mempraktikkan olahraga itu, tepat ketika matahari berada di atas kepala. Riga sih enak-enak saja karena dia berjaga di pinggir lapangan yang dilindungi kanopi.

Dari tempatnya berdiri, Ona menatap Riga dengan sengit. Cewek itu menebak-nebak keisengan apalagi yang akan Riga lakukan kepadanya.

"Baik, anak-anak, sepertinya saya sudah harus pergi rapat. Jadi, kegiatan hari ini akan dipandu oleh Riga," ucap Pak Hendri. Pria tinggi, masih muda, dan berparas lumayan itu pun benar-benar pergi dari lapangan setelah berbicara sebentar dengan Riga dan menyerahkan daftar presensi, pensil, serta bola basket ke tangan Riga.

"Oke, teman-teman, sesuai intruksi Pak Hendri, hari ini kelas olahraga gue yang mimpin."

Riga mulai mengambil alih kelas. Memiliki kemampuan public speaking yang baik membuatnya sama sekali tidak merasa canggung saat harus berbicara di depan lebih dari tiga puluh orang.

Neighbor from HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang