Pagi-pagi sekali, Ona ribut mencari masker dan kacamata hitam. Dia sampai membuat kamar Vero berantakan karena tidak lekas menemukan barang yang dicarinya. Mama dan Papa sempat marah karena Ona mengganggu adiknya yang masih tidur. Namun, setelah Ona mengatakan bahwa pagi itu dia akan pergi bersama Riga, Mama dan Papa langsung berhenti mengomel.
Dasar pilih kasih!
Ona hanya bisa membatin. Setelah menemukan masker dan kacamata hitamnya, Ona lantas memasukkan kedua benda itu ke sling bag, kemudian menemui Riga yang sudah siap di halaman rumahnya. Cowok itu menenteng dua helm. Satu berwarna hitam yang sering dipakai Riga, satu lagi berwarna pink.
"Pink? Helm siapa?" tanya Ona. Tawanya tertahan.
Riga menyerahkan helm itu. "Kalau gue bilang gue sengaja beli buat lo, lo percaya?"
"Ya, nggak, lah! Ngapain lo beli helm baru buat gue?"
Kekehan lolos dari mulut Riga. "Iya juga ya. Ngapain gue beliin lo helm?" Cowok berkemeja biru itu mengedikkan bahunya. "Yuk, berangkat!"
Ona naik ke boncengan. Tangannya refleks berpegangan pada ujung kemeja Riga saat cowok itu tancap gas tanpa aba-aba.
Pertandingan sepak bola SMA Nusa Indah dan SMA Akasia akan dilaksanakan Minggu ini di lapangan yang sempat Ona dan Riga kunjungi minggu kemarin. Kick off akan dilakukan pukul delapan pagi. Makanya, Ona dan Riga sudah bersiap sejak pagi. Mereka tidak ingin ketinggalan.
Sebenarnya, Ona dan Riga bukan excited dengan pertandingannya, tapi dengan taruhan yang mereka sepakati. Setelah melalui perenungan dan riset yang cukup panjang, Ona memutuskan untuk mendukung tim Akasia. Ona bukan tidak mau SMA-nya sendiri yang menang, tapi berdasarkan informasi yang dia dapat dari sana-sini, tim SMA Akasia adalah langganan juara pertandingan sepak bola antar-SMA se-Jakarta. Ona hanya ingin menang dari Riga, itu poin pentingnya.
Lokasi pertandingan sudah ramai ketika Ona dan Riga tiba. Ona berjalan lebih dulu setelah turun dari boncengan, tapi Riga menyusul kemudian.
"Segitu nggak maunya lo nonton bola bareng gue?" Riga berdecak setelah berhasil menemukan Ona di tengah kerumunan manusia.
Ona mencebik. "Emang harus bareng?"
Riga tidak mengindahkan pertanyaan Ona. Digandengnya tangan cewek itu hingga keduanya berjalan beriringan memasuki tribune dari sisi kanan lapangan.
Tidak kalah dengan di luar, di dalam ternyata sudah lebih ramai. Dapat dijumpai wajah-wajah familier yang kompak menyanyikan yel-yel Nusa Indah. Mereka adalah murid-murid Nusa Indah yang diutus menjadi suporter. Mereka mendominasi tribune bagian kiri lapangan.
"Bentar, Ga. Lo kalau mau gabung anak-anak Nusa Indah, mending gue ditinggal di sini," ujar Ona.
"Kenapa?"
"Ya karena taruhan kita lah, Pinter! Gue, kan kemarin pilih tim Akasia."
"Oh iya. Ya udah, gue juga di sini aja," kata Riga, enteng. Dia kembali menarik Ona menuju tribune bagian tengah. Katanya, itu tempat paling strategis untuk menonton. "Duduk, Na. Nggak bakal ada yang ngenalin lo juga di sini. Kalau gue, baru tuh ...." Riga cengengesan.
"Sombong!" Meski sebal, Ona tetap duduk di sebelah Riga. Cewek berambut pendek itu mengeluarkan masker dan kacamata hitamnya dari tas. Saat akan memakainya, terdengar tawa dari sebelah.
"Biar apa pakai kayak gitu? Lo pikir lo idol yang lagi nge-date sama pacarnya, tapi takut ketahuan penggemar?"
Tawa Riga makin keras, membuat Ona menggembungkan pipinya karena kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Neighbor from Hell
Fiksi RemajaGara-gara menulis esai jelek tentang Riga untuk mengisi Kolom Profil Idola di majalah tahunan Kreativa, Ona jadi dimusuhi anak-anak satu sekolah. Soalnya, Riga itu murid pintar dan populer yang banyak penggemarnya. Sementara, Ona cuma anak klub maja...