Mas Marga

168 57 14
                                    

Setelah beristirahat selama sebulan penuh, Hedia sudah kembali menjalankan aktivitasnya sebagai seorang pengacara. Hari-hari Hedia harus berjalan tanpa lelaki bernama Asta Sanghika Marga. 

Meskipun Asta berkata jika dalam menjalankan misi tidak pernah membawa ponsel pribadinya, Hedia tetap selalu mengirim pesan kepada lelaki itu. Hal tersebut dilakukan agar Hedia tidak terlalu merasa sedih karena belum mendapat kabar dari Asta. 

Terhitung tiga bulan lamanya Hedia belum mendapat kabar apapun dari Asta. Dan Hedia tidak masalah dengan itu. Hedia tetap menjalankan harinya seperti biasa tanpa mengeluh merindukan Asta. Bahkan Jenita merasa aneh karena Hedia tidak mengeluh merindukan Asta. 

"Knock, knock. Ibu Hedia lagi sibuk, gak? Ada tamu nih."

Hedia mengalihkan pandangannya dari komputer ke arah pintu ruang kerjanya. Ia tersenyum mendapati Jenita yang sedang menutup pintu. Ada beberapa jinjingan juga di tangan Jenita.

"Ayo makan dulu, Bu Hedia yang Paling Sibuk Sedunia," ajak Jenita yang mengambil tempat duduk di sofa yang berada di tengah ruang kerja Hedia. 

Mendengar ajakan tersebut, Hedia berpindah tempat duduk ke sofa tunggal. Tangannya sibuk bertukar pesan dengan ponselnya seraya menunggu Jenita menyajikan makanan di atas meja makan. Hedia terlalu fokus berbalas pesan dengan para kliennya hingga tidak sadar jika Jenita sudah memulai makan siangnya terlebih dahulu. 

Hedia mematikan ponselnya dan meletakannya di atas meja. Ia menatap Jenita dengan terkejut. "Kok lu makan duluan?"

"Lu sibuk, gua udah laper."

"Sorry," balas Hedia yang kemudian mengambil mangkuk plastik yang tersaji di depannya. "Thanks for the salad. Gua baru baca chat lu. Daritadi gua gak sempet cek hp sama sekali."

Jenita hanya berdeham sebagai balasan.

"Jangan marah, ih."

Jenita meletakan mangkuk salad di tangannya ke atas meja dengan kesal. "Lu tuh sadar gak sih kalau lu makin sibuk semenjak udah pacaran sama Marga? Kesibukan lu makin gak kekontrol. Bukan karena gua gak suka waktu gua sama lu berkurang, tapi cara lu untuk hilangin kangen sama Marga itu yang salah, ... ,

"Lu gak salah kalau kangen sama Marga, Hedia. Kaya gimanapun juga dia pacar lu."

"Aneh banget gak sih, Ni?" Hedia meletakan mangkuk di tangannya ke atas meja, menatap kosong salad tersebut.

"Gua ketemu Marga tiga kali doang, terus langsung pacaran. Selama gua 10 hari di rumah sakit, dia selalu ada nyaris 24 jam nemenin gua. Dan gua udah sesayang itu sama dia dengan waktu kenal 13 hari."

"Kan lu sendiri yang bilang kalau dari pertama kali lu ketemu Marga, dia tuh jodoh lu."

Hedia menangis mendengar itu. "Gua kangen banget sama Marga, Ni. Tapi gua gak berani ngeluh. Soalnya dia udah kasih tau gua duluan kalau dia bakal susah dihubungi dan menghubungi. Kami juga sama-sama dewasa, Ni. Jadi gua gak berani ngeluh masalah waktu."

"Lu boleh banget ngeluh, Ya," balas Jenita. "Gak ada yang salah kangenin pacar sendiri."

Hedia mengambil tisu dan membersihkan air mata serta membersit ingusnya. Ia berusaha mengontrol napasnya agar bisa berbicara. 

"Dia dewasa banget, Ni. Dia udah kasih tau gua duluan kalau dia bakal susah dikabarin dan ngabarin. Dia juga kasih tau gua kalau dia gak pernah bawa hp pribadi setiap misi. Tapi dia juga kasih tau gua bahwa dia bakal berusaha untuk hubungi gua. Dan itu alasan kenapa gua diem, Ni. Seenggaknya dia berusaha untuk komunikasi sebelum dia pergi, ... ,

"Gua takut terlalu banyak minta ke Marga, Ni. Gua gak mau ngeberatin dia dengan adanya gua. Makanya gua nunggu dengan sabar untuk dapet kabar dari dia."

Jenita meraih tangan Hedia untuk digenggam. "Please, jangan terlalu forsir diri lu, Ya. Dia bakal sedih banget kalau tau lu kaya gini."

Hedia menatap tepat di mata Jenita. "Gitu, ya, Ni?"

Jenita mengangguk yakin. "Istirahat, ya? Lu kemarin sempet ngeluh perut lu sakit lagi, kan?"

"Iya, sakit," keluh Hedia. "Pengen diusap perutnya sama Mas Marga," lanjutnya dengan mata berlinang air mata. 

"Orang gila!"

.
.
.

"Gua mau ke kota, ada yang mau ikut?" tawar Asta kepada anggota timnya. 

"Skip dulu. Gua mau istirahat," ujar Jerico yang membaringkan diri di atas lantai yang beralaskan matras. "Akhirnya gua bisa tidur. Mata gua perih banget mantau dari pohon."

"Gua juga nggak, San," ujar Axel, yang memiliki nama asli Alex. 

"Lu gak capek, San?" tanya Jerico dengan mata tertutup. 

"Gua ke kota buat istirahat," balas Asta.

Pada akhirnya para anggota tim memilih untuk beristirahat di rumah, membiarkan Asta pergi ke kota sendiri. Ia mengendarai mobil dengan tenang menuju salah satu toko yang menyediakan jasa telpon. 

Asta memasuki toko tersebut dan langsung membeli tiket untuk melakukan panggilan internasional. Setelahnya, ia langsung berjalan ke salah satu bilik untuk menghubungi nomor yang sudah diingat di luar kepala. 

Tiga kali percobaan, dan panggilan tidak terangkat. Begitu juga dengan panggilan keempat dan kelima. Pada saat panggilan keenam, baru panggilan Asta dijawab.

"Orang gila mana yang nelpon tengah malem? Sumpah siapa sih? Kalau mau nipu, nanti aja nelponnya. Saya baru tidur 30 menit setelah 23 jam kerja."

Asta menjadi ragu untuk melanjutkan obrolan dengan orang di sambungan telpon setelah mendengar keluhan tersebut.

"Saya cuman mau kasih tau kalau saya masih hidup."

"Halo?" Asta memanggil saat tidak mendengar apapun. 

"Marga?"

"Ya, ini saya. Pacar kamu."

"AAAAAAA!!!"

Asta menjauhkan telpon dari telinganya saat mendengar teriakan di dalam sambungan telpon. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Mama, akhirnya Mas Marga telpon aku!"

Asta terkekeh mendengar racauan tersebut. Merasa sangat lucu dengan tingkah Hedia. Ia bisa dengan jelas membayangkan apa yang sedang dilakukan Hedia saat ini. Hedia benar-benar lucu. Apalagi saat meletakan panggilan 'Mas' di depan 'Marga'.

"Eh, aku gak boleh lama-lama, panggilan internasional mahal.'

Asta kembali terkekeh dengan ucapan Hedia. 

"Halo, Marga."

"Gak panggil saya 'Mas Marga' lagi?"

"Boleh?"

"Kenapa nggak?"

Asta kembali dibuat tertawa mendengar reaksi yang diberikan Hedia. Kekasihnya benar-benar sangat lucu. Padahal Asta hanya mendengar suara Hedia saja, tetapi ia bisa dengan jelas membayangkan apa yang dilakukan Hedia saat ini.







☝🏻☝🏻☝🏻 swipe up ☝🏻☝🏻☝🏻

Steal The Show   ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang