"Kamu kenapa gak beli sofa dan meja aja kalau suka liat pemandangan kota pas malem? Apa gak capek berdiri lama gitu?"
Asta yang baru berganti selesai membersihkan diri dari kegiatan di luar mendapati Hedia yang hanya melamun di dekat jendela.
Hedia menoleh ke belakang sekilas sebelum kembali menatap ke arah kota. "Pernah sih aku nyari kursi dan meja untuk taro di sini. Cuman kan aku jarang pulang ke apartemen, terus gak pernah dapet kursi yang nyaman gitu."
Asta melingkarkan tangannya pada pinggang Hedia dan meletakan dagunya di atas pundak sang kekasih. "Lusa kamu jadi pergi ke Korea?"
"Jadilah. Aku udah susah ngatur jadwal biar bisa nonton konser di Korea langsung. Ya kali gak jadi." Hedia menyamankan dirinya dalam dekapan Asta. "Kamu ikut aja, yuk."
"Aku gak bisa ke luar negeri sembarangan."
Hedia mendengus. "Aku kasih taunya dari dua bulan lalu padahal."
"Kan aku lagi ada kerjaan, jadi gak bisa nyiapin izin pergi ke luar negeri. Nanti kapan-kapan, ya." Asta mengecup pipi Hedia. "Makan, yuk. Aku laper."
Hedia menatap terkejut ke arah Asta. "Perasaan kamu chat aku bilang lagi makan jam tujuh tadi. Sekarang udah laper lagi? Baru dua jam?"
"Kan kamu sendiri yang bilang perut aku tuh perut karet." Asta melepaskan pelukannya. "Ayo kita ke luar. Aku mau makan sate."
Hedia menggelengkan kepalanya. "Ayo, ayo."
Asta menuju tas yang tergeletak di dekat kursi rias. Ia mengambil meteran dan ponsel dari dalam tasnya. "Ayo kita ke sofa bawah dulu. Aku mau ngukur."
"Ngukur apa?" tanya Hedia yang berjalan menuju kasur untuk mengambil ponsel yang sedang diisi ulang daya baterainya.
"Ukur kamu. Kamu kan pendek."
Hedia mendengus. "Pendek gini juga bisa muasin kamu."
"Astaga." Asta menggelengkan kepalanya dan keluar dari kamar yang diikuti oleh Hedia.
Keduanya sudah berada di ruang tengah apartemen. Asta meminta Hedia untuk duduk di atas sofa.
"Kalau sofa ini kamu nyaman?" tanya Asta begitu Hedia duduk di atas sofa.
"Nyaman. Tapi kalau aku nyender, punggung aku sakit karena gak nempel senderan sofa. Tapi kalau punggung aku nempel ke sandaran sofa, kaki aku ngambang, betis aku gak nyaman."
"Berarti dudukannya terlalu lebar."
"Tapi aku suka dudukannya lebar. Aku bisa lipet kaki. Terus kalau ketiduran, badanku gak pegel karena kesempitan."
Asta melebarkan meteran dan meminta Hedia untuk menapakan kaki di lantai.
Hedia tidak tahu apa yang dilakukan Asta. Gadis itu hanya tahu Asta akan mengetik di ponselnya begitu selesai mengukur dengan meteran. Hedia hanya menuruti setiap perkataan Asta dan diam ketika lelaki itu mulai mengukur dengan meteran.
"Selesai," ujar Asta yang kemudian berdiri. "Ayo makan."
.
.
.Setelah menghabiskan waktu selama seminggu di Korea bersama dengan Jenita, akhirnya Hedia pulang.
Hedia menghela napas lega ketika berhasil meletakan koper di dekat kitchen island apartemen. Kakinya melangkah menuju kulkas untuk mengambil air mineral dingin. Namun gerakannya untuk membuka kulkas terhenti begitu melihat kertas dengan tulisan tangan Asta tertempel di pintu kulkas.
'Aku pergi misi. Dua minggu. Aku janji pulang.'
Hedia menghela napas pelan membaca tulisan tersebut. Perasaannya langsung berubah. Tidak ada lagi perasaan bahagia dan senang setelah berlibur. Ekspektasi Hedia untuk mendapatkan pelukan erat dari Asta pun harus pudar. Hedia agak sedih untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Steal The Show ✓
Ficção GeralHedia pernah ada obrolan seperti ini dengan Marga; "Mas, kalau kita hidup di universe lainnya, kita bakal saling jatuh cinta, gak?" Marga tersenyum lembut dan mengangguk. "Aku tau rasanya jatuh cinta ke kamu, jadi aku mau jatuh cinta lagi ke kamu. G...