Slice of Life, Happy, and Fluffy

159 49 3
                                    

Teman-teman Hedia berkata jika gadis itu adalah seseorang yang sangat beruntung. Ketika Hedia bertanya mengapa ia adalah gadis yang beruntung, maka teman-temannya menjawab, 

"Genre hidup lu happy terus."

"Hidup lu gak ada sialnya."

"Orangtua lu, gua juga pengen punya orangtua kaya Ibu Irene dan Bapak Sanjaya,"

"Hidup lu enak terus, kaya gak pernah susah."

Mungkin apa yang dikatakan teman-teman Hedia ada benarnya. Dan Hedia mensyukuri hal tersebut. Orangtuanya memang menjadi pendukung nomor satu dalam kehidupan Hedia. Bisa dikatakan juga Hedia menjalani hidup sesuai keinginannya. Jadi apa yang dikatakan teman-teman Hedia bisa dikatakan benar. 

"Wake up, princess!"

Hedia mengerang kesal. "Hari ini aku ke panti jompo agak siangan. Aku mau nyiapin research question buat S3."

"Kata siapa kamu ke panti jompo hari ini?" 

Hedia segera menyibak selimut dan mendapati Irene yang langsung membuka tirai jendela. Hedia langsung menutup matanya, silau luar biasa. 

"Ayo bangun, senior associate," ujar Sanjaya yang berada di ambang pintu kamar Hedia.

"Hah?" Hedia segera terduduk. "Kok tiba-tiba jadi senior associate sih?"

Sanjaya terkekeh. "Selama kamu jadi caregiver, Papa mengundurkan diri dari kejaksaan dan ngurusin partnership law firm."

Irene mendudukan diri di pinggir kasur. "Janjinya kan jadi caregiver cuman enam bulan. Ini udah enam bulan. Udah saatnya gelarmu itu kepake."

"Minimal junior associate dulu gak sih, Pa?"

"Emang kamu bisa sabat ngurusin trainee?" balas Sanjaya dengan tatapan menantang.

Hedia mengerang kesal. "Oke, oke. Aku siap-siap dulu."

"Good," ujar Sanjaya. "Papa berangkat duluan. Kamu mau pake supir atau bawa mobil sendiri."

"Bawa mobil sendiri aja."

"Oke. Hati-hati, ya, anak cantiknya Papa."

"Iya, Pa."

.
.
.

Hedia rasanya ingin muntah saat ini. Pusing dengan pekerjaan yang sudah menumpuk di bulan pertamanya bekerja. 

"Ini firma hukum beneran baru bangun atau udah dari 10 tahun yang lalu sih?" keluh Hedia yang kemudian menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Matanya terpejam untuk beristirahat dari sinar layar komputer yang sudah ditatap berjam-jam lamanya.

Tok tok tok

Hedia membuka matanya dan mendapati Nina, asisten pribadi, menatapnya dengan sungkan. "Kenapa, Na?"

"Mbak maaf, ada tamu namanya Ronald. Dia maksa mau ketemu Mbak. Katanya Mbak tau kalau dia mau dateng."

Hedia menyatukan alisnya. "Udah tua?"

"Kayanya sih ya, kalau diliat dari rambutnya. Kalau badannya sih masih tegap banget berdirinya."

"Suruh masuk aja, Na. Jangan sediain kopi, air mineral aja. Dan dia alergi kacang. Cemilan yang disajiin juga harus gluten-free."

Meskipun bingung, Nina tetap mengangguk dan mengikuti instruksi yang diberikan oleh Hedia. 

Setelah pintu tertutup, Hedia berdiri dari duduknya untuk merapikan pakaiannya sebelum bertemu dengan lelaki yang bernama Ronald. Tidak butuh waktu yang lama untuk Hedia menunggu hingga akhirnya lelaki itu masuk ke dalam ruangannya. 

Steal The Show   ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang