OO2

15 5 0
                                    

"Hidup adalah tentang menerima ketidakpastian dengan keberanian dan keyakinan."

Sinar matahari perlahan masuk menerangi kamar bernuansa abu-abu itu, Hima terbangun dengan sedikit menggulingkan beberapa kali badan nya ke kiri dan kanan, sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil ketika bangun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sinar matahari perlahan masuk menerangi kamar bernuansa abu-abu itu, Hima terbangun dengan sedikit menggulingkan beberapa kali badan nya ke kiri dan kanan, sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil ketika bangun.

Ia bangkit dari kasurnya lalu meregangkan badan-badannya. "Selamat pagi kota Jogja," ucapnya sambil tersenyum.

Sudah terhitung 2 minggu, ia kembali berada di kota kelahirannya. Ngomong-ngomong soal respon bapaknya waktu pertama kali melihat Hima, pria paruh bayah itu menceramahi anaknya habis-habis an. Bahkan dalam seminggu kemarin, bapaknya selalu mention alasan mengapa dia kabur, untung saja telinganya tahan mendengar ocehan dan sindiran sang bapak.

"Hari ini ngapain yo enaknya?" monolog nya lalu mengambil ponsel yang ia cas sedari malam.

Layar ponsel itu menampilkan roomchat whatsapp yang pagi hari ini tumben sekali banyak yang memberi nya pesan, bahkan ada beberapa nomor yang ia tak kenal menyapa nya dengan centil, ia yakini nomor tersebut milik perempuan yang ia tak tahu juga, modelannya seperti apa.

"Iki sapa to? Kok aneh banget nomer sing ora aku kenal pada nge-chat?" Hima berdecak kesal lalu jarinya bergerak untuk memblokir nomor-nomor tersebut.

Tok, tok, tok!

"Mas Hima wis tangi durung? Ibu arep mlebu iki." (Mas hima udah bangun belum? ibu mau masuk ini) Hima beranjak dari duduknya lalu membuka kunci pintu kamarnya. "Apa Bu? Aku wis tangi iki. Ibu goleki opo ing kamar mas?" (Apa bu? aku udah bangun ini. Ibu cari apa di kamar mas?)

Dahayu tanpa membalas pertanyaan sang anak langsung masuk ke dalam kamar tersebut lalu mengambil keranjang pakaian kotor milik Hima. "Ibu, Ibu. Ngapa main nyelonong wae sih? Kan mangsuli dhisik arep njupuk apa." (ibu, ibu. kenapa main nyelonong aja si? kan jawab dulu mau ngambil apa") kata Hima yang langsung di lempari satu kaos omblong miliknya.

"Kowe iki rumangsa nduwe kamar wae, wingi-wingi wae kowe betah ninggalne kamarmu. Saiki malah nglarang ibu mlebu kamarmu, durhaka kowe mengko, Mas." (kamu ini merasa punya kamar aja, kemarin-kemarin aja kamu betah tinggalin kamar mu. sekarang malah ngelarang ibu masuk kamar kamu, durhaka kamu nanti mas) omel Dahayu lalu meninggalkan kamar Hima.

Hima hanya menghela nafas ketika mendengar omelan sang ibu dan ada sindiran yang berhubungan dengan kaburnya dia kemarin lagi dan lagi. Sepertinya itu akan menjadi makanan sehari-hari Hima. Tak ingin mengambil pusing, ia segera mengambil handuk lalu menuju kamar mandi. Waktunya ia untuk menuju ke warkop lanok milik mas Adjie.

 Waktunya ia untuk menuju ke warkop lanok milik mas Adjie

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jatuh sukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang