what do you want

24 5 2
                                    

12.10 pm

" Ah goblok lo semua! Pada bisa main gak sih!? " Jay mengumpat sambil memainkan game di HPnya.

Sebenarnya teman temannya hanya bermain seperti biasa, hanya saja memang suasana hati Jay yang sedang buruk. Mengingat apa yang ia lihat tadi. Seorang pria yang baru ia lihat memeluk Cecil di depan matanya, literally. Benar benar di depan matanya, karena Jay memang sedang berdiri diantara keduanya.

" Ah tolol emang! Males gue main kalo lo semua kayak gini. " Jay terus mengeluh tapi tak juga berhenti memainkan game itu.

Sementara itu Cecil akhirnya keluar dari ruang kantor di lantai 2. Sebenarnya itu adalah ruangan Roy, tapi memang biasa dipakai untuk meeting dengan para pegawai. Hari itu Cecil dan Silva yang memakai ruangan itu untuk membahas event mereka yang hanya tinggal sebentar lagi.

" Abis lunch kita sambung lagi yah, Cil. Lo mau makan disini apa diluar? " Tanya Silva.

" Saya mau gantiin Mona dulu, bu. Biar dia istirahat dulu, kan saya masuk shift siang hari ini. Kalo Mona udah, baru saya break. Sempet gak, bu? "

Silva memandang gadis itu sambil menggeleng tersenyum. Ia merasa beruntung gadis pekerja keras seperti Cecil bekerja untuknya. Gadis itu rajin, dan jarang mengeluh, Ia juga baik hati dan perhatian pada orang lain, ditambah lagi ia cekatan dan detail, Itulah mengapa Silva memintanya menjadi asistennya. Walaupun hanya freelance.

" Boleh aja, Cil. Tapi jangan kecapean yah. Gue butuh lo banget soalnya. "

" Siapp, bu. Saya turun dulu yah.. "

Cecil lalu bergegas turun kebawah. Untung saja tadi apronnya tidak dilepas, jadi ia tinggal langsung menuju kasir.

" Mon, kamu istirahat gih. Abis itu gantian. Biar aku yang jaga disini. " Cecil menepuk bokong gadis yang sedang duduk main HP dibelakang kasir.

Cecil menatap ke sekeliling, ruangan itu lumayan penuh sekarang. Sudah banyak yang datang. Lalu ia melihat ke balik jendela kaca yang merupakan pembatas ruangan indoor dengan ruangan outdoor, Jay sedang bermain game sambil mengangkat kakinya dikursi. Cecil hanya tersenyum melihatnya.

" Daritadi si Jay disana, Mon? " Tanya Cecil kepada Mona yang sedang melipat apron nya, bersiap untuk istirahat.

" Heuuhh.. Itu bocah tantrum daritadi. Marah marah mulu, main game berisik disini makanya gue suruh pindah. "

" Yaampun tega banget, Mona.. "

" Ah Gakpapa kali. Lagian kan dia juga malah bisa ngerokok disana. Dia disini juga cuman buat ngeliatin lo doang, Cil. "

" Gue jalan dulu kalo gitu yah, mau beli makan yang di deket rumah aja, sekalian beli buat adek gue soalnya. Bye Cil. " Pamit Mona.

Cecil kagum dengan temannya itu. Dia hampir tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Sibuk bekerja demi dirinya dan adiknya. Pulang kerja pun masih harus sibuk mengurus rumah dan keperluan adiknya. Semua tante dan om nya menolak membantu mereka selepas kepergian orang tuanya. Makanya Cecil selalu berusaha mem back up Mona kapanpun temannya itu membutuhkannya. Setidaknya hanya itu yang ia bisa lakukan untuk menolongnya.

Saat melihat Cecil sudah berdiri di kasir, Jay melambaikan tangannya dengan riang dari balik kaca. Ia bergegas mengambil tas nya dan masuk ke dalam.

" Akhirnyaaa.. Udah istirahat kak? "

" Belooom.. Ini Mona dulu yang istirahat, aku abis ini. Kamu ngapain Masih disini? Udah makan siang belom? "

" Kan aku maunya makan sama kakak. Makanya juga nunggu disini. Hehe " Jay tertawa riang, berbeda sekali saat ketika Cecil tidak ada disana.

Untitled (Part II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang