Hugo sudah duduk di tempatnya menunggu seseorang itu untuk datang, tak berselang lama pintu ruangan itu terbuka, menampilkan seseorang dengan baju cream rajut dan celana kain hitam.
"Selama pagi tuan Hugo, saya Sabiru Abimana"
"Selamat pagi, saya Hugo dipratama"
Mereka berjabat tangan, di dalam hati hugo sudah banyak suara suara teriakan "manis manis manis manis" namun hugo menahan agar tidak terlihat salting.
"Mari duduk Sabiru"
Sabiru berjalan dan duduk di kursinya, sebelum duduk sabiru melihat sekitar, cukup menarik ruangan ini, rapih bersih dan wangi. Banyak bunga bunga di pinggiran dan pajangan yang cukup mahal.
"Apakah max sudah mengirimkan anda email kemarin? Bagaimana menurut anda? Apakah anda setuju Sabiru?"
"Ah, iya tuan max sudah mengirim saya email kemarin malam, saya setuju tuan hugo itu adalah tawaran yang menarik, namun.."
Hugo bingung, apakah tawaran dan gajinya kurang tinggi, haruskah satu bulan 4M? Mengapa masih ada kata namun
"Apakah gajinya kurang?saya bisa naikkan gajinya Sabiru"
"Ah tidak tuan, saya kan seorang penyanyi di saat saya bekerja sama dengan anda apakah saya masih bisa bernyanyi? Meskipun masih dalam kontrak? Bernyanyi adalah separuh hidup saya"
Hugo mengerti sekarang, ia tersenyum tipis. Hugo pasti mengerti kondisi sabiru karna dia juga seorang aktor yang banyak bertanda tangan kontrak dengan orang lain.
Hugo memegang tangan Sabiru yang berada di meja, dengan lembut ia memegangnya dan berkata
"Tentu saja, tentu saja tak masalah sabiru kau bisa bernyanyi kapan saja, meskipun kau masih dalam kontrak bersama ku"
Sabiru kaget, mengapa Hugo memegang tangan nya, mengapa juga selembut ini.
"Baiklah, aku setuju biarkan saya menandatangani surat itu tuan Hugo"
Hugo menyodorkan surat tersebut, Sabiru menandatangani kontrak dengan hugo. Setelah selesai mereka melanjutkan makan dan minum sambil berbincang, kedua mata Hugo tak pernah lepas dari Sabiru, Sabiru yang merasa di tatap pun sering kali malu malu
Kurasa hari itu sudah menjadi hari mereka berdua, hingga mereka melupakan dua orang yang di depan pintu
"Kau lihat, apakah kita seperti angin disini"
"Ku rasa bukan hanya angin, kita sudah menjadi debu tuan max"
Mereka bergumam sambil mengintip dari lubang pintu, melihat ke arah dalam memandang dua orang yang mungkin sedang kasmaran