(masih) Meja nomor sebelas

341 28 159
                                    

Well written by ebinebiw

tw // violence , curse words

======================================

Sherina tersenyum hambar saat Sadam tak langsung menjawab pertanyaannya. Ada sesal yang ia rasakan karena telah melemparkan pertanyaan konyol itu.

Seneng banget nyakitin diri sendiri sama pertanyaan nggak penting.

"Sher.."

"Nggakpapa, Dam. Nggak usah dijawab."

Suasana yang sebelumnya mulai terasa nyaman kini berubah jadi kikuk. Sadam menatap punggung Sherina. Istrinya itu kini terlihat menyibukkan diri dengan peralatan memasak. Atau lebih tepatnya berpura-pura sibuk dengan alat-alat masak tersebut. Seolah berusaha menghindari percakapan yang baru saja terjadi. Ada rasa bersalah yang melingkupi hati Sadam. Niat hati ingin memuji Sherina, malah berujung senjata makan tuan.

"Di kedai ada menu rice bowl baru. Aku bikinin, ya?" Sadam tiba-tiba merubah topik pembicaran sementara tangannya mengambil alih apapun yang sedang dilakukan Sherina dengan peralatan tadi. Membuat wanitanya terdiam seketika.

"Mandi, gih. Nanti selesai kamu mandi, makanannya siap."

Tak perlu usaha yang berlebihan, Sadam mampu mengubah suasana canggung itu menjadi lebih cair.

Buktinya Sherina tersenyum. "Makasih, Dam." si cantik itu bahkan baru saja hendak berbalik pergi ketika lengannya ditahan oleh Sadam.

Sherina menatap wajah tampan suaminya penasaran. "Kenapa?"

"Lain kali kalo pergi sama Ariq izin dulu, ya? Nggak enak kalo Mami tahu."

Rasanya campur aduk. Disatu sisi Sherina merasa bahwa Sadam sedang mencoba memberi batasan lembut untuk Sherina yang kini adalah istrinya. Tapi disisi lain, ia merasa bahwa lelaki itu lagi-lagi hanya sedang menjalankan baktinya pada mami dan mendiang papinya.

Sekali lagi Sherina memaksakan senyum. "Iya. Maaf ya. Aku nggak izin dulu tadi ke kamu."

Sadam tersenyum. Senyum yang entah bagaimana terlihat semakin tampan setiap harinya di mata Sherina.

💫💫💫

Terbiasa hidup sendiri sejak duduk di bangku kuliah, membuat Sadam serasa sudah berteman baik dengan peralatan dapur. Setidaknya memasak makanan sederhana untuk dirinya sendiri bukan sesuatu yang sulit. Jika sedang berada di rumah Lembang, sesekali Sadam juga membantu Mami untuk memasak. Meski kalau dibanding dengan masakan Mami, si sulung itu pasti kalah telak.

"Wangi bangeet." Suara manis itu membuat Sadam menoleh ke samping dan mendapati istrinya telah berganti pakaian dengan wajah yang tampak lebih segar.

Lelaki itu tersenyum sekilas. "Tunggu ya. Sebentar lagi selesai." Katanya sementara tangannya masih mengaduk masakan itu dengan spatula. "Tapi belum aku cobain." Katanya sesekali mencuri pandang pada sang puan. Diam-diam, Sadam terpikat oleh aroma khas istrinya itu.

Ya, harum aroma bunga lily yang menguar ketika Sherina berada dalam jarak dekat seperti sekarang benar-benar menggodanya.

"Enak sih pasti." Sherina terlihat begitu antusias dan tak sabar untuk mencicipi masakan sang suami.

"Nih cobain. Awas panas."

Sherina terpaku sejenak saat laki-laki di hadapannya ini menyodorkan sesendok ayam tepung asam manis padanya. Suaminya itu bahkan meniup kecil sebelum menyuapkan makanan itu padanya. Satu tangannya yang lain bersiap di bawah sendok khawatir ada tetesan bumbu yang mengenai pakaian Sherina.

Life HappensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang