√400

133 14 1
                                    

***

“Bilangan romawi XL x bilangan romawi XL : bilangan romawi LXXX = 20 dan akar dari 400 adalah...?”

“Bilangan romawi lagi? Dasar gila!” umpat Jeffan yang berusaha menjawab soal yang diberitahukan.

Sementara Shandy di sampingnya nampak kalem-kalem saja. Tidak seperti Carika yang nyaris menangis histeris karena mendengar soal terakhir yang sedikit diluar nalar.

“Udah gue duga,” gumam Melody seraya menatap tiga orang yang nampak sedang berdebat kecil di seberangnya.

“Kaivan! Tunggu apa lagi? Cepat!” desak Sischa dan Taksa yang memaksa agar cowok itu segera menyelesaikan olimpiade ini dan menjadi pemenangnya.

Kaivan diam. Pikirannya mendadak kosong dengan sorot menyedihkan selama dua detik yang masih dapat ditangkap dengan jelas oleh Melody dari kelompok lima di seberangnya.

Cowok itu menghela napas setelahnya. Seraya bergumam dengan menatap sosok Melody di seberangnya. “Maaf...”

'Gue terlambat. Tapi gue janji gue akan bertanggung jawab' kira-kira seperti itulah arti tatapan Kaivan selama dua detik yang dapat ditangkap oleh Melody tadi.

Ting!

“J-jawabannya, dua puluh...”

“Benar!”

***

“Akhirnya kita menang! Harusnya dari tadi kita selesaikan olimpiade ini, terus pulang ke rumah masing-masing. Kalian nggak capek, apa? Gue sih, capek!”

“Gue lebih capek menghadapi monster kayak kalian. Yang lebih mementingkan nyawa sendiri dan minim empati dengan keadaan nyawa orang lain. Apalagi nyawa nggak bersalah.” desis Kaivan dengan tatapan jijiknya.

Saat ini mereka berada di lorong dorm yang sepi. Tapi kalaupun ramai juga Kaivan tidak perduli. Lebih banyak yang tahu, lebih baik.

“Udahlah, Van. Dari tadi lo bilang nyawa, nyawa dan nyawa. Kenapa lo terlalu mengkhawatirkan nyawa orang lain disaat nyawa lo sendiri lebih terancam? Memangnya mereka mikirin lo? Mereka aja nggak tahu apa-apa. Udah pasrah aja. Mereka sendiri yang mau masuk kedalam perangkap. Sekarang lebih baik lo pulang ke rumah karena tempat itu menunggu lo dari lama.”

“Tuan muda harus pulang ke rumahnya dan beristirahat setelah melalui banyak hal berat,” lanjut Sischa yang seketika membuat Kaivan jadi semakin emosi mendengarnya.

“SISCHA!” bentak Kaivan dengan sorot mata dingin. Kedua tangannya pun mengepal seakan-akan siap memberi blush on keunguan di wajah gadis itu.

“Apa? Berani nyentuh cewek gue, beneran habis lo di tengan gue.” sahut Taksa yang kini berdiri di hadapan sang gadis.

Cowok itu membelakangi Sischa yang memperlihatkan senyum miringnya. Senyum khas kemenangan.

“Ayo pulang, Kaivan. Kembalilah ke rumah lo dan kembalilah ke gue. Lo masih pacar gue. Terlepas dari usaha lo yang berusaha menganggap kita selesai padahal kata selesai tidak akan ada di kamus kehidupan kita,” celetuk Belvina dengan sorot mata teduh yang pernah menjadi favoritnya waktu dulu.

***

𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶𝗱𝗮𝘁𝗲 : √𝟰𝟬𝟬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang