Bab 08

174 22 4
                                    

Happy reading...

“Nggak gitu juga.” Bianca menunduk malu. “Tolong jangan samakan aku seperti temen-temen kencanmu yang lain!”

Sesaat berikutnya ia kembali terkejut ketika Arion menggenggam jemarinya untuk kemudian mengecupnya dengan lembut. “Kamu jelas nggak sama dengan mereka, Bi,” gumamnya dengan menatap lekat Bianca.

Bianca terdiam, membalas tatapan Arion dengan sama lekatnya. “Karena aku sudah seperti adikmu?” timpalnya, mengulang kata-kata pria iti di masa lalu.

Senyuman miring terukir di bibir Arion. “Memangnya ada kakak yang mencium adiknya di bibir?” godanya.

Pertanyaan Arion sukses memunculkan kembali rona merah di kedua pipi Bianca. Dengan menahan malu, di tariknya jemarinya dari genggaman Arion. “Justru itu, jika kamu benar-benar menganggapku seperti adikmu seharusnya kamu tidak menciumku seperti tadi!”

“Jadi?” Tatapan Arion masih menggoda.

“Jadi apa?” Bianca tampak salah tingkah.

“Jadi … apakah sekarang kamu masih berpikir aku mengganggapmu seperti adikku?” tekan Arion, kali ini ia sudah menyandarkan punggungnya di sofa.

Sambil melipat kedua lengan, Bianca mengembuskan napasnya dengan keras. “Entahlah, kamu membuatku bingung. Dulu kamu pernah berkata jika aku sudah seperti adikmu sendiri, tapi kamu menghilang satu tahu tahun ini. Sikapmu juga sudah berubah, lalu hari ini kamu tiba-tiba saja menciumku. Aku benar-benar tidak mengerti Rion.” Ia mengatakan deratan kalimat itu dengan tatapan merenung kosong.

Arion tertegun dengan tatapan tidak terselami sebelum mengulum senyuman samar. “Jangankan kamu, aku pun tidak mengerti dengan diriku sendiri!” cetusnya dengan mata terpejam kembali.

Bianca memperhatikan pria itu dengan tidak mengerti, menunggu kapan kiranya Arion akan kembali membuka suara.

“Maaf jika kata-kataku menyinggungmu,” ucapnya sesaat menyadari kesalahan yang ia buat yang mana mengakibatkan pria itu kembali terdiam.

“Tidak apa-apa Bi, yang kamu katakan benar sikapku memang membingungkan.”

“Bukan begitu Rion, sebenarnya aku hanya….” Bianca tercekat cukup lama, jemarinya saling meremas dengan gugup. Di telannya salivanya dengan kesulitan. “Hanya merasa takut jika sikapmu tadi membuatku semakin sulit melupakanmu.”

Arion membuka mata tepat ketika Bianca memilih menunduk—menyembunyikan wajahnya yang terasa terbakar.

“Kenapa kamu ingin melupakanku?” Arion memicingkan matanya.

Bianca kembali tercekat, sungguhkah Arion tidak mengerti maksud ucapannya itu? Ataukan pria itu hanya berpura-pura agar Bianca mau mengakui perasaannya?

Ditatapnya sosok Arion dengan kecewa sebelum memutuskan beranjak dari sofa. “Aku pulang Rion, kamu juga udah baikan kan?” Tanpa menunggu jawaban Arion, Bianca langsung menghela pergi. Tapi sebelum Bianca berhasil  melarikan diri, Arion lebih dulu mencekal lengannya.

“Kenapa buru-buru pulang, apa pertanyaanku salah?” Arion ikut berdiri, menatap Bianca yang kini memunggunginya.

Bianca mengentak genggaman Arion sehingga terlepas. “Kamu nggak salah kok Rion, tapi aku yang salah! Nggak seharusnya aku membiarkan rasa cinta ini terus tumbuh di hatiku, terlebih aku tahu kamu nggak mungkin membalas perasaanku!”

Mendengar pengakuan gadis itu, Arion seketika termangu—kehilangan suaranya. Sejak lama hubungannya dengan Bianca memang sangat dekat sebelum tragedi itu terjadi. Ia menganggap gadis itu seperti adiknya sendiri yang harus ia kasihi dan lindungi. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk memacari adik dari sahabatnya sendiri, terlebih beberapa tahun terakhir mereka telah terikat dalam sebuah hubungan keluarga—saat adiknya menikah dengan kakak dari Bianca. Dan sekalipun kini Arion ingin mendekati gadis itu sebagai seorang pria, bukan karena ia telah jatuh cinta kepada Bianca, melainkan karena dendamnya kepada Raven. Ia ingin mantan suami dari adiknya itu merasakan berada di posisinya dahulu—menjadi seorang kakak yang tidak berdaya untuk menolong adik kesayangannya yang hidup menderita dalam pernikahannya. Demi Tuhan jika mengingat hal itu hatinya kembali di liputi kemarahan yang besar, ia ingin membalaskan kesakitan yang dulu adiknya rasakan kepada Raven melalui Bianca. Dan kini bagai gayung bersambut ia merasa kemenangan sudah di depan mata begitu mendengar pengakuan Bianca.

Dengan cepat ia mengejar langkah Bianca yang kini sudah mencapai pintu, di tahannya daun pintu hingga celah yang berhasil dibuka oleh Bianca kembali menutup sebelum gadis itu berhasil keluar.

Dada Bianca berdebaran terlebih saat Arion mengurung tubuhnya di depan pintu. “Rion….” Gugupnya— membalik tubuhnya sehingga ia bertatapan dengan Arion yang menjulang di hadapannya.

“Aku memintamu datang kesini bukan untuk melihatmu pergi lagi Bi,” bisik Arion disisi wajah Bianca.

Bianca menelan ludah. “Ta—tapi ini sudah malam, aku seharusnya nggak kesini, bagaimana nanti kalau kak Raven mencariku?”

“Kalau dia sampai memarahimu, nanti aku yang akan menghadapinya,” sahut Arion enteng, tatapannya terhunus intens ke mata Bianca.

“Memangnya kamu mau menemuinya lagi?” Tatapan Bianca tampak bimbang.

Arion tersenyum tipis. “Apapun akan aku lakukan untukmu, termasuk harus kembali berhadapan dengan kakakmu,” gumamnya pelan dengan wajah serius.

“Be—benarkah?” Mata Bianca berkaca-kata, sungguh jawaban Arion sangat menyentuh hatinya. 

Bibir Arion kembali mengukir senyum sebelum kata “Ya,” terlontar dari mulut pria itu.

“Kalau aku memintamu untuk memaafkan kakakku dan berbaikan dengannya, apa kamu juga mau melakukannya Rion?” Bianca tampak penuh harap, kata-kata tersebut meluncur begitu saja dari relung hatinya terdalam sehingga ia pun menyesalinya begitu menyadari kelancangannya.

“Maaf Rion, yang tadi lupakan saja! Aku tidak seharusnya meminta itu darimu!” Bianca berusaha membebaskan dirinya dari kungkungan Arion.

“Jika itu yang kamu inginkan, aku akan melakukannya Bi.”

Jawaban Arion yang tanpa di duga-duga itu menghentikan usaha Bianca dalam meloloskan diri, gadis itu ternganga kecil dengan sepasang mata yang terasa memanas. “Kamu … serius?” tanyanya seakan tak yakin dengan jawaban pria dihadapannya.

Arion membelai sisi wajah Bianca dengan jemarinya, membuat gadis itu menggelinjang beku. “Ya Bi, apapun pasti akan aku lakukan untukmu.”

Jawaban Arion lagi-lagi sukses membuat Bianca tercekat oleh sesak yang menjerat rongga dadanya. Rasa haru menyadari mimpinya yang ingin memperbaiki hubungan persahabatan sang kakak dengan pria yang ia cintai sebentar lagi akan terwujud. Kebahagiann itu menjalar—membuyarkan akal sehat, hingga tanpa sadar ia menubrukkan diri ke tubuh Arion, memeluk pria itu dengan erat.

“Terimakasih Rion, terimakasih,” ucapnya dengan air mata yang sudah mengaliri dua sisi wajahnya.

Tubuh Arion langsung beku, kebahagiaan yang Bianca rasakan dapat ia rasakan saat ini. Betapa polos dan tulusnya gadis itu yang mengharapkan sesuatu yang mustahil terjadi. Bagaimana mungkin hubungan antara dirinya dan Raven bisa kembali membaik seperti dulu sementara sudah begitu banyak luka yang si bajingan itu torehkan di hati adiknya. Memaafkan Raven sama artinya dengan ia menghianati adiknya yang berharga—satu-satunya keluarga yang ia punya di dunia ini.

Tapi Bianca tidak bersalah! Gadis itu bahkan dulu selalu berada di pihak Yasmin dan menentang kekejaman Raven.

Sebuah suara memperingati di dalam kepala, membuatnya memejam dengan pedih.

Bianca memang tidak bersalah, tapi gadis itu adalah adik Raven. Sama seperti dirinya yang amat sangat menyayangi Yasmin, begitupun dengan Raven yang juga menyayangi Bianca. Sejak dulu si brengsek itu begitu menjaga adik kesayangannya, sehingga ketika ada seorang pria yang berani mendekati gadis itu Raven akan meminta pria itu untuk menjauhi adiknya.

Dibalik punggung Bianca, Arion membuka matanya perlahan, sorot mata penuh dendam tampak di sepasang netra pria itu. 

‘Kita lihat, apa yang bisa kau lakukan untuk menyelamatkan adik kesayanganmu dari pembalasan dendamku!’ batinnya sambil membalas pelukan Bianca.

TBC

Buat yg belum tahu cerita ini tuh spin off dr cerita Beautiful Mistake yg sudah tamat dari bbrpa tahun lalu, mgkin kalian udah bnyak yg lupa sama cerita ini karena sempet on hold dan baru bisa d lanjutkan lg skrg wkwk

Love Or Revenge (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang