Bab 07

218 25 7
                                    

Happy reading 🥰

Setelah menyambar tas selempang miliknya, Bianca segera meninggalkan apartemennya yang nyaman menuju kediaman Arion. Malam ini ia hanya mengenakan dress bermotif bunga-bunga kecil yang di padukan dengan sweater rajut berwarna pink—warna favoritnya. Turun ke lobi, gadis belia itu langsung menaiki taksi pesanannya yang sudah menunggunya di depan pintu lobi. Sejak kecil Bianca tidak pernah keluar malam kecuali dengan kakaknya, kepergiannya ke club malam beberapa hari lalu akan menjadi pengalaman pertama sekaligus yang terakhir baginya. Malam ini ia berharap sang kakak tidak mendatangi apartemennya sehingga kepergiannya di jam larut seperti ini tidak menjadi alasan bagi sang kakak untuk memaksanya kembali tinggal di rumah orang tua mereka. Ia tidak berani membayangkan, bagaimana jika sang kakak mengetahui kemana tujuannya saat ini. Bisa-bisa terjadi perang dunia ke-empat antara kakaknya dengan Arion—setelah pertikaian yang cukup sengit antara kedua pria itu satu tahun yang lalu.

Tidak! Bianca tidak akan membiarkan hal itu terjadi, apalagi jika dirinya yang menjadi alasan kedua pria itu berkelahi kembali. Justru Bianca ingin mendamaikan keduanya. Ia ingin mengembalikan keadaan seperti yang dulu.

Tapi bisakah ia melakukannya?

Ingatan-ingatan kebersamaan mereka di masa lalu membuat hati Bianca menjadi sakit. Ia masih ingat bagaimana kedekatan sang kakak dengan Arion selama ini, kakaknya tidak pernah memiliki sahabat lain selain Arion begitu pun sebaliknya. Meski sifat keduanya sangat berbanding terbalik, tapi mereka begitu sulit untuk di pisahkan. Bianca bahkan pernah cemburu pada kakaknya sendiri karena kedekatannya dengan Arion.

Sayangnya semua itu berubah sejak kehadiran Gladis diantara keduanya. Entah apa spesialnya wanita itu hingga sanggup membuat sepasang sahabat menjadi begitu asing. Bahkan ketulusan cinta Yasmin saja tidak sanggup membuat sang kakak membalas perasaannya. Bukan tidak mungkin jika ia pun mengalami hal yang sama dalam kisah cintanya bersama Arion. Apalagi ia selalu menyimpan perasaannya kepada pria itu rapat-rapat. Ia tidak seperti Yasmin yang terang-terangan mengungkapkan isi hatinya kepada kakaknya. Nyali Bianca tidak sebesar itu, Arion terlalu sempurna untuk dia yang seperti anak kecil.

Bianca menghela napas, mengusir ketidaknyamanan yang membuat dadanya sesak.

"Semangat Bi! Tujuanmu kini bukan lagi untuk mendapatkan cinta Arion, tapi mengembalikan keadaan seperti semula! Semangat!" Bianca bergumam pelan, tanpa sadar jika ucapannya itu di dengar oleh sopir.

"Ada apa neng?" Tanya si sopir.

Bianca meringis malu. "Eh.... Itu ... Bapak bisa lebih cepat sedikit nggak bawa mobilnya, kasihan temen saya lagi sakit di rumahnya nggak ada siapa-siapa!"

Setelah melemparkan jawaban singkat sang sopir pun menuruti permintaan Bianca dengan mempercepat laju mobilnya.

***

Bianca mencocokkan nomor unit apartemen yang Arion berikan dengan plat kecil yang tertempel di tembok sebuah unit apartemen. Setelah meyakinkan diri jika itu adalah apartemen yang ia cari, tanpa ragu Bianca pun langsung memencet bel apartemen tersebut. Tak lama sosok Arion pun menyembul dari celah pintu yang terbuka kecil.

"Masuk Bi!" titah pelan pria bersetelan kaos oblong dan celana tidur tersebut.

"Kamu sakit apa Rion?" Seraya memasuki rumah, Bianca buru-buru melempar pertanyaan lengkap dengan tatapan cemasnya.

"Hanya nggak enak badan." Arion menjawab santai sebelum menjatuhkan diri ke salah satu sofa. "Duduk!" titahnya pada Bianca yang kini bergeming bingung.

Bianca mengangguk kecil, lantas mengambil posisi duduk di sofa yang dekat dari tempat Arion. "Kamu udah ke dokter?" tanyanya sambil meremas tali tasnya.

Love Or Revenge (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang